Kono △ Rabukome wa Shiawase ni Naru Gimu ga aru Volume 1 - Bab 1 Bagian 3

Bab 1 Bagian 3 (dari 3)
Dia dan Hubungan Percintannya


Masih di hari yang sama, dalam perjalanan pulang.

Meskipun kota di malam hari dipenuhi dengan udara yang menyenangkan khas musim semi, “Haah~..., capeknya,” pria yang berjalan sambil menundukkan kepalanya itu menghela napas seolah-olah kebahagiaannya melarikan diri darinya selama 100 tahun.

Yah, mungkin bisa dibilang wajar jika dia berekspresi begitu. Bagi Tenma, seorang yang mode defautlnya adalah hemat daya, kontak dengan Rinka jelas pasti terlalu berlebihan. Kumparan, motor, baterai, dan berbagai bagian lainnya semuanya menjadi aus.

Pada saat itu, sepasang kekasih berseragam dari sekolah lain dengan santai berjalan melewati Tenma, yang dalam pikirannya memohon supaya mereka tidak menanyakan apa-apa kepadanya.

“Ujian mendadak memang benar-benar yang terburuk~”, “Lagian itu ‘kan salahmu sendiri tidak belajar”, “Ihh, kok kamu malah jahat gitu sih”, “Hahahaha.”

Meninggalkan suara tawa di telinga Tenma, sepasang kekasih itu menghilang ke kerumunan orang.

Pemandangan yang dia lihat itu harusnya merupakan sesuatu yang biasa, tapi mungkin karena apa yang Rinka katakan padanya sebelumnya, Tenma jadi terfokus pada pemandangan dari sepasang kekasih tersebut.

[Mencintai orang lain adalah hak yang Tuhan berikan kepada kita secara setara.]

Orang-orang yang jatuh cinta lebih baik daripada orang-orang yang tidak jatuh cinta.

Orang yang jatuh cinta dengan orang lain lebih normal dan sehat. Jika ada orang yang tidak pernah mencintai orang lain sejak mereka lahir sampai saat ini, maka orang itu tidaklah normal dan tidak sehat.

Mau tak mau, Tenma dibuat merasa bahwa dunia ini entah bagaimana dipenuhi dengan pemikiran seperti itu.

Saat dia berhenti di depan gedung stasiun, dia mengubah suasana hatinya yang berat menjadi senyuman pahit. Saat dia mendongak, Tenma melihat pantulan sosok dirinya sendiri dari jendela supermarket. Seorang siswa kelas 2 SMA yang tidak mencolok dan terlihat membosankan sedang menatap ke arahnya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah dirinya sendiri.

Bahkan sebenarnya aku juga...,

Entah kepada siapa kata-kata itu dia tujukan, bahkan dirinya sendiri tidak tahu.

“...Dahlah, lupakan saja.”

Tenma mendapati dirinya tenggelam dalam pemikiran yang tidak seperti dirinya yang biasanya, tapi kemudian dia mencoba berpikiran positif. Semuanya sudah berakhir. Dia percaya bahwa ini pasti puncak dari kesengsaraannya, dan tidak ada lagi insiden yang bisa atau akan terjadi.

Menggelengkan kepalanya, Tenma kemudian mencoba memasuki pintu keluar tengah menuju JR.

“Hm? Itu ‘kan...”

Tenma berhenti di jalurnya secara refleks. Itu karena dia melihat warna yang cerah yang tidak sinkron dengan warna kota yang membosankan.

Rambut pirang yang seolah-olah terbuat dari butiran cahaya tampak menonjol bahkan di tengah-tengah keramaian. Seragam yang membalut tubuhnya yang proporsional terlihat cukup ketat. Bahkan dari kejauhan, Tenma bisa mengenali bahwa dia adalah Reira Tsubaki, wanita cantik lain yang setingkat dengan Rinka.

Dalam kasus dimana Tenma baru kali ini melihatnya di sekitar sini, Tenma akan berpikir, apa yang sedang dia lakukan di sini, tapi pada dasarnya gak ada yang aneh jika Reira ada di sini. Dan tentunya, dalam waktu kurang dari beberapa detik, Tenma pasti akan pergi. Hanya saja, saat ini, ada satu alasan mengapa Tenma tidak melakukan itu.

Itu menyangkut tentang situasi yang Reira hadapi sekarang. Di bundaran tempat bus dan taksi datang dan pergi, dia dikelilingi oleh tiga sosok besar.

Hoodie, jeans robek, dan topi datar. Sekali lihat saja bisa diketahui bahwa mereka adalah trio genit. Dan mau dilihat dari sisi manapun, mereka tidak tampak seperti temannya Reira.

Saat Tenma mendekat ke arah mereka secara diam-diam, di sana...,

“Kamu tinggal dimana?”, “Kamu punya LINE gak?”, “Yuk main sama kami~”

Uwaa...,

Saat Tenma mendengarkan kata-kata mereka, dia sontak mengerutkan alisnya. Dia tidak menyangka bahwa orang-orang yang melontarkan rayuan seperti itu masih hidup dan tidak punah. Ketiga orang itu kira-kira seusia mahasiswa. Tubuh mereka tampak bagus, mungkin karena mereka memainkan suatu olahraga.

Di hadapan mereka yang sedang merayu dirinya itu, gadis pirang itu tampak memiliki eskpresi kerepotan. Dia bahkan mengeluarkan emosi negatif yang jarang dia tunjukkan di sekolah.

“M-Maaf, aku ada urusan..., aku harus mengantarkan ini.”

Mengatakan itu, Reira mengangkat kantong belanjaan ukuran L yang diisi penuh dengan minuman olahraga.

“Di dekat sini klub basket sedang bermain, itu sebabnya, erm...”

Dari informasi yang temannya (Souta) berikan kepadanya, Tenma mengetahui sesuatu. Reira tidaklah bergabung dengan klub mana pun, tapi dia sering diminta untuk membantu klub yang sedang mencari atau tidak memiliki manajer. Karena Reira selalu menanggapi permintaan mereka, itu membuat dirinya jadi disukai oleh semua orang.

“Maaf, tapi sekarang aku tidak bisa bermain dengan kalian.”

Reira secara terpaksa menunjukkan senyumannya dan menolak dengan lembut. Bahkan kepada orang asing yang tidak dia kenal pun, dia masih bersikap sopan dan baik.  Hal itu saja sudah menunjukkan betapa dia adalah orang yang terdidik dengan baik, tapi kali ini, kebaikannya itu sia-sia.

“Aah! Kalau kau bilang [sekarang], maka setelah itu bisa, kan?”

“Kantong belanjaan itu pasti berat, kan? Mau aku bawakan?”

“Akan terlalu lelah kalau mau jalan kaki, haruskah kita naik taksi?”

Mereka benar-benar orang yang keras kepala. Sepertinya mereka yakin bahwa jika mereka terus menekannya, Reira akan mau ikut dengan mereka.

“Rambut keemasanmu sangat indah, apa kau half? Darimana asalmu?”

“Prancis? Paris?”

“Kau benar-benar memiliki kecantikan Inggris.”

Kurangnya pengetahuan mereka sangat menggelikan, tapi Reira tidak tertawa. Wajahnya pucat, ekspresinya berubah dari kerepotan menjadi seperti anak kucing yang takut pada musuh, bahkan bibirnya tampak gemetar. Para pria yang tidak sadar bahwa mereka sedang menakuti seorang gadis yang lemah itu tidak menunjukkan tanda-tanda kalau mereka akan menghentikan serangan mereka.

Gulp...”

Di depan pemandangan seperti itu, ada seorang pria yang menelan ludahnya.

Tidak ada seorang pun yang tampak mau menawarkan bantuan kepada gadis yang dalam kesulitan itu. Orang-orang yang berlalu-lalang hanya berjalan begitu saja, tidak menyadari atau pura-pura tidak menyadari kesulitan gadis tersebut.

Tapi, Tenma tidak bisa menyalahkan mereka jika tidak ada yang mau menolong Reira. Pihak lain ada tiga orang, apalagi usia mereka juga lebih tua serta memiliki tubuh yang besar. Tidak ada yang bisa dilakukan jika mereka menggunakan kekuatan lengan mereka untuk melawan, dan itu akan menyakitkan jika terkena pukulan mereka... Intinya, yang bisa dilakukan hanyalah mencari alasan untuk melarikan diri.

Tapi, sekalipun begitu...

“Erm, boleh aku menyela...?”

Tenma mampu mengambil langkah maju, dengan alasan yang cukup khusus.

“Dia sepertinya tidak ingin bermain dengan kalian...”

“Hah? Lu siapa tod?”

Pandangan mengancam menatapnya. Tanpa peringatan apa-apa, tatapan itu menyerang Tenma yang menyembunyikan Reira di belakang punggungnya untuk melindunginya. Sikapnya itu mungkin terlihat sangat keren dan pemberani, tapi kenyataannya justru sebaliknya. Kakinya gemetar, seolah-olah dia sedang ditekan ke bawah oleh kekuatan yang tak terlihat. Ekspresi wajahnya bahkan lebih buruk lagi. Hanya sudut mulutnya saja yang terangkat, dan keringat berminyak terlihat jelas di dahinya.

“Yashiro-kun...?”

Tenma merasakan Reira menatapnya. Bahkan tanpa melihat ke belakang, dia tahu bahwa Reira merasa cemas. Yah, itu wajar. Bagaimanapun juga, Tenma tidaklah cukup kuat untuk disebut penyelamat, dan mereka juga hanya sekadar mengenal dari mengingat nama satu sama lain saja.

“Ada apa? Mungkinkah kau pacar gadis ini?”

“Tidak, aku bukan pacarnya....”

“Terus? Kau siapa?”

“Yah, intinya kami hanya saling kenal saja. Haha..., hahaha!”

Tawa ramah memotong suasana yang ada, dan ketiga orang itu memiringkan kepala mereka merasa bingung. Yah, reaksi mereka cukup masuk akal.

Tenma adalah orang dengan tekad yang lemah. Dia bahkan tidak memiliki kepercayaan diri minimal untuk mencoba terlihat keren di depan wanita. Suasana yang dia tunjukkan tampak seolah-olah sebenarnya dia tidak ingin melakukan ini, tapi ada faktor lain di balik sikap yang dia ambil saat ini.

“Sepertinya kita mendapat sedikit gangguan, bagaimana kalau kita pindah tempat saja?”

“Boleh tuh, di sana juga ada kafe yang bagus.”

Mereka bertiga segera memutuskan bahwa tidak ada gunanya meladeni Tenma dan dengan kasar menyingkirkannya.

“Ayo pergi, tempatnya gak jauh dari sini kok.”

Sebuah tangan terulur, hendak meraih lengan ramping Reira.

Saat Tenma melihat itu, secara impulsif, tidak, mungkin harus dikatakan bahwa suatu insiden sontak terjadi.

“Oi, hentikan itu!”

Pada saat itu, semua orang tersentak.

Tenma secara tidak sadar mencengkram tangan pria yang merayu Reira dengan kuat, mencegah pria itu menyentuh Reira.

Baiklah, mari kita tegaskan. Dalam keadaan normal, tidak peduli seberapa besar dorongan untuk menyelamatkan seorang gadis cantik, Tenma tidak bisa melakukan ini. Tapi, hal tersebut bisa menjadi mungkin karena keberadaan dari seorang wanita yang tidak ada di sini.

Rinka Sumeragi—ini tidak pada tingkat seperti diberi dukungan atau semacamnya, tapi hampir lebih seperti sebuah obsesi.

“...Kalian pikir barusan kalian mau ngapain?”

“Eh?”

“Aku bertanya barusan kalian mau ngapain?”

Meskipun hanya menerima bentakan dari Tenma yang perbedaan fisiknya dengan mereka mirip seperti anak-anak dan orang dewasa, ketiga pria itu mundur dengan mata yang membelalak. Reaksi yang mereka tunjukkan tampak seperti melihat anjing yang mereka pikir tidak akan pernah menggigit, tapi sekarang anjing itu menunjukkan tarignya yang tajam.

“Dengar, jangan kalian berani-berani menyentuh gadis ini bahkan dengan satu jari pun...”

Beralawanan dengan reaksi orang-orang di sekitarnya, apa yang mendorong Tenma melakukan ini adalah suatu pemikiran yang sederahana, bahwa ini merupakan sesuatu seperti misi baginya. Karena, jika dia mengabaikan situasi yang ada di depannya ini, suatu tragedi pasti akan menimpanya.

“Kalau sampai kalian berani melakukan itu...”

Tenma teringat tentang apa yang Rinka katakan kepadanya sebelumnya.

——Jika ada orang yang membuat gadis itu sedih, aku tidak akan pernah memaafkan orang tersebut.

——Jika ada orang yang menyakitinya, aku akan menenggelamkan orang itu ke Teluk Tokyo.

Mata Rinka tampak sangat serius saat dia mengatakan itu. Itu bukanlah lelucon atau semacamnya. Eskpresinya saat itu adalah ekspresi sehari sebelum dia menikam seseorang. Kalau sampai Rinka tahu bahwa ada pria kurang ajar yang menyentuh kulit bersih Reira, dia pasti tidak akan tinggal diam. Kematian mereka akan langsung dikonfirmasi.

Tapi, jika hanya itu yang terjadi, itu masih bagus (tidak bagus). Orang berikutnya yang akan dituju oleh wanita yang marah itu adalah anak laki-laki yang ada di sana dan tidak melakukan apa-apa. Itu sudah pasti akan terjadi.

Dengan kata lain, jika keadaan terus berlanjut seperti itu, masa depan yang menanti Tenma adalah...

“Kalian akan terbunuh.”

“H-Hah?”

“Kalian akan mati.”

“Ba-Bajingan ini, apa yang kau bicarakan...”

“Di bulan April ini, Teluk Tokyo masih bersuhu dingin.”

“Hiiii.”

Matanya terbuka lebar, tampak memerah. Suaranya terdengar serak, seolah-olah itu adalah suara yang diperas dari kedalaman jurang kegelapan. Tenma yang berada di ambang kematian benar-benar menjadi iblis, dan mereka pasti merasakan rasa takut yang mendalam serta berpikir, orang ini berbahaya, kita tidak boleh terlibat dengan orang seperti dia.

Srrrrrkkkkk~~, suara goresan tanah terdengar saat ketiga pria itu menarik jarak.

“O-Oi..., orang ini berbahaya.”

“K-Kita pergi saja...”

“K-Kau benar!”

Dengan begitu, mereka melarikan diri dengan ekor terselip di antara kedua kaki mereka. Mereka bisa merayu wanita lain kapan pun mereka mau, dan juga ada banyak wanita lain di di dunia ini. Karenanya, mereka berpikir bahwa tidak ada gunanya bagi mereka untuk mencoba terlibat dengan seseorang yang bisa menyebabkan hal buruk pada mereka.

“Fuuu~...”

Untuk sekadar helaan napas, itu mungkin terlalu berlebihan. Tapi, hal berikutnya yang bocok keluar dari mulut Tenma adalah senyum puas.

Meski prosesnya tidak keren, tapi jika hanya dilihat dari hasilnya, itu adalah sebuah keberhasilan. Dia menyingkirkan orang-orang jahat dan mencegah kemurnian sang malaikat ternodai. Tapi, sekarang setelah dia puas telah mengamankan zona aman..,

“Erm..., Yashiro-kun?”

“Ha?”

Suara Reira terdengar ragu-ragu, mungkin karena dia sedang mencari saat yang tepat untuk berbicara dengan Tenma yang tenggelam dalam rasa bangga diri.

Saat Tenma berbalik dengan kecepatan cahaya, dia melihat Reira yang memiliki ekspresi kompleks. Setengah dari ekspresinya itu tampak terkejut, tapi setengahnya Tenma tidak bisa mengerti. Satu-satunya hal yang pasti saat ini adalah Reira menatap Tenma.

“Tsu..., Tsubaki-san.”

“Y-Ya?”

“......”

Apa kau baik-baik saja? Yang tadi itu benar-benar bencana——Tenma dapat memikirkan kata-kata untuk diucapkan, tapi sayangnya dia tidak bisa melontarkannya.

Alasan untuk itu adalah gadis yang sedang berdiri di depannya. Kulitnya putih, seolah-olah dirinya sudah lama tidak terkena sinar matahari. Matanya yang bersinar layaknya kristal dibingkai oleh bulu mata berpigmen ringan, dan bibirnya yang lembab dan mengkilap tampak kecil namun memiliki kehadiran yang terasa kuat. Jika Tenma menurunkan pandangannya lebih jauh, dia bisa melihat tonjolan mempesona yang menonjol di sekitar dadanya.

Reira, sosok yang dipuja oleh banyak orang secara sepihak, saat ini sedang melihat dirinya. Dia menyimpan tatapan Reira untuk diriya sendiri.

Memikirkan itu saja itu sudah memberinya suatu perasaan bersalah, tapi Tenma tidak membencinya. Malahan, dia senang dan merasa ingin melakukan ini sepanjang waktu, seolah-olah otaknya telah diserang oleh obat-obatan berbahaya. Dia benar-benar dalam keadaaan kepanasan total.

“Ha-ha-ha-ha~...”

“Hm?”

Kepala Tenma yang mendidih akhirnya menarik kesimpulan akhir yang seharusnya tidak dia tarik.

“Hati-hati dalam perjalanan pulang, ya!”

“Aah...”

Segera setelah mengatakan itu, Tenma langung berlari secepat yang dia bisa. Dia melewati gerbang tiket seperti angin kencang, masuk ke kereta yang berhenti di peron tanpa memeriksa tujuan kereta tersebut, dan kemudian pergi dari tempat itu.

Butuh waktu beberapa menit baginya untuk bisa mendapatkan kembali ketenangannya. Di dalam kereta dia menyadari bahwa dia telah menaiki kereta cepat komuter yang harusnya tidak dia naiki, dan hal pertama yang muncul di benaknya adalah rasa malu yang tak tertahankan.

Yah, itu wajar jika dia merasa seperti itu. Meskipun dia sendiri yang mau ikut campur, tapi dia secara tidak normal tampak enggan untuk melakukannya. Kemudian, dia tiba-tiba menjadi panik dan berteriak, hingga pada akhirnya melarikan diri. Dia begitu manik-depresif sampai-sampai dia bahkan takut pada dirinya sendiri. Dia yakin, Reira pasti berpikir bahwa dirinya adalah orang yang aneh.

“Tapi...”

Dia tidak memiliki penyesalan. Bagaimanapun juga, jika tadi dia tidak mengambil tindakan itu, akan ada nyawa yang melayang. Nyawa dari ketiga pria kurang ajar itu, nyawa Tenma, serta nyawa Rinka yang mungkin akan bunuh diri. Secara total, dirinya telah menyelamatkan lima kehidupan.

Dia yakin bahwa perbuatan baiknya ini pasti akan dibalas suatu hari nanti. Dan mungkin, itu dilakukan saat persidangan di dunia bawah tentang keputusan apakah dirinya akan masuk ke surga atau neraka. Untuk saat ini, dia tidak punya pilihan selain memaksa dirinya untuk menjaga mentalnya tetap stabil.

“Oi, Yashiro-kun.”

“......”

Keesokan paginya. Tenma yang kelelahan karena banyak hal yang terjadi padanya langsung menempelkan wajahnya ke atas meja begitu dia sampai di ruang kelas.  Pening, atau mungkin depresi adalah deskripsi yang lebih tepat untuk menggambarkan keadaannya saat ini.

“Apa kau masih hidup?”

“...Aku sudah mati.”

“Oh, jadi mayat bisa berbicara, ya. Kelihatannya kau sangat lelah..., cup, cup, cup.”

Sambil mengatakan itu, seorang anak laki-laki mengusap bahu Tenma. Hanya dari suaranya saja, Tenma bisa tahu bahwa dia adalah Souta. Mendapati dirinya menerima hiburan yang gratis dari temannya itu, Tenma tidak punya pilihan selain mengangkat wajahnya.

“Terima kasih, sahabat sejatiku.”

“Jarang-jarang kau terlihat lelah seperti ini.”

“Seperti ini?”

“Kau itu orang yang biasanya hemat energi, atau lebih tepatnya, kau memiliki lebih banyak energi daripada yang biasanya kau hemat, dan itulah nilai jualmu.”

“...Kedengarannya kau sangat mengenali aku.”

Souta adalah satu-satunya orang yang mau menganlisis siswa bayangan seperti Tenma dengan sangat akruat. Dia adalah tipe orang yang sekalipun memiliki karakter lemah yang sama sekali tidak berguna, dia pasti akan menaikannya ke level 100.

“Kemarin aku benar-benar melalui hal yang buruk.”

‘Oh, maksudmu saat kau dibawa pergi oleh Sumeragi-san.”

“Bukan itu. Tidak, itu juga termasuk buruk sih. Tapi sebenarnya, saat sepulang sekolah kemarin, Tsubaki-san...”

“Lagi-lagi ada nama besar yang muncul...”

Souta terdengar sangat ingin mendengarnya, tapi Tenma tidak memiliki kepercayaan diri dengan kemampuannya untuk menceritakannya karena cerita itu jauh dari cerita kepahlawanan. Saat Tenma sedang berpikir seberapa jauh dia bisa mendramatisir ceritanya...

“Oh, baru saja dibicarakan.”

Orang yang dibicarakan muncul. Bahkan tanpa diberitahu oleh Souta pun, perubahan suasana di kelas langsung terasa. Mesipun sudah lebih dari seminggu setelah hari pertama sekolah, tapi kelas masih dipenuhi dengan kegembiraan saat gadis itu muncul.

“Selamat pagi, Tsubaki-san!” Seorang siswa dari klub bisbol adalah orang pertama yang menyapanya dengan riang. Beberapa gadis yang merupakan temannya sontak berlari ke arahnya dan mengajaknya mengobrol. Itu benar-benar suatu pemandangan yang indah. Aku tidak berpikir aku bisa bergabung dengan mereka, saat Tenma berpikir begitu ketika melihat adegan itu...,

“Aah,” saat itu, tiba-tiba matanya bertemu dengan mata Reira. Karena Tenma merasa sangat canggung dengan apa yang terjadi kemarin, jadi dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela.

“...Erm, hei, Yashiro-kun. Bolehkah aku menanyakan satu pertanyaan padamu?” 

“Maaf, Souta. Kita lanjutkan pembicaaran kita nanti saja.”

“Tidak, bukan itu maksudku..., coba lihat itu...”

“Hm?”

“Mengapa Tsubaki-san melambaikan tangannya sambil tersenyum ke arahmu?”

“Itu ditujukan kepadamu, bukan aku...”

“Tidak, itu ditujukan kepadamu. Selain itu, dia juga mendekatimu dengan cepat..., uwaaa.”

“Selamat pagi, Yashiro-kun.”

“Ya!”

Mendengar namanya dipanggil dari jarak dekat, Tenma secara refleks berdiri tegak. Sebelum dia sempat menyadarinya, tau-tau saja Reira sudah berdiri di sampingnya, menggantikan Souta. Untuk beberapa alasan, Reira tersenyum, dan sepertinya dia menunggu kata-kata dari Tenma.

“T-Tsubaki-san. Yang kemarin itu..., benar-benar sulit ya, ahahaha.”

Sebisa mungkin Tenma mencoba untuk tersenyum ramah, tapi cara matanya bergerak-gera sambil merasa berkeringat dingin itu justru tampak seperti perilaku mencurigakan.

Tapi, Reira sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda merasa tidak senang. Matanya berkilau lebih cemerlang daripada permata, dan pipi putihnya yang fantasis memiliki semburat kemerahan. Ekspersinya itu tampak seolah-seolah dia sedang dipertemukan kembali dengan pangeran yang dia dambakan.

Eh, aku ini tolol apa?! Apa sih yang kutafsirkan seenaknya sendiri?!

Tenma mencoba menghadapi kenyataan, tapi saat berikutnya, sebuah peristiwa yang terlalu jauh dari kenyataan terjadi.

“Terima kasih banyak!”

“?!”

Tenma bukan satu-satunya orang terkejut, tapi seluruh kelas juga merasa terkejut.

Bagaimana juga, dengan rambut pirang layaknya heroine dalam dongeng, Reira menundukan kepalanya dalam-dalam.

“Maaf, kemarin aku tidak sempat mengucapkan terima kasih dengan benar. Kau benar-benar telah menyelamatkanku.”

Reira mendongak setelah lima detik, tapi perilakunya yang tampak aneh masih berlanjut.

“Kau tahu..., bagiku..., erm...”

Reira tampak gelisah dan menggosokkan pahanya yang berbalutkan stocking hitam, seolah-olah sedang menulis dengan kakinya. Itu adalah tampilan seksi yang Reira tidak sadari sedang tunjukkan, dan pipinya tampak menjadi lebih merah daripada sebelumnya.

Penampilannya tampak seperti bukanlah demam yang ringan yang tak bisa diabaikan, dan karena suhu tubuh Tenma yang berhadapan dengan gadis cantik seperti Reira juga meningkat, jadi sepertinya diperlukan perawatan medis untuk dua orang.

“Kau..., sangat keren.”

“Apa?”

“Kau muncul dengan gagah dan menyelamatkanku..., tapi meski begitu, sambil memunggungi kau mengatakan aku tidak perlu berterima kasih dan kemudian berjalan pergi. Kau benar-benar jantan.”

“......”

Tenma tidak ingat dia ada mengatakan sesuatu seperti itu. Dia berpikir bahwa dirinya seharusnya tidak gagah, keren, ataupun jantan. Ketika Tenma hanya bisa terdiam karena terkejut, di sekitarnya, terdengar suara-suara bising seperti, “Apakah dia monster?”, atau, “Berapa banyak kebajikan yang dia kumpulkan di kehidupannya sebelumnya?”. Tapi, meskipun itu saja sudah cukup membuat situasi jadi kacau...,

“Aku tidak tahu kalau kau itu orang yang sangat baik, Yashiro-kun.”

Segenggam akal sehat yang Tenma pertahankan menghilang dengan satu kalimat dari Reira yang tidak terpengaruh oleh kebisingingan di sekitarnya.

“Boleh, kan? Kalau aku ingin tahu lebih banyak tentang dirimu?”

Tenma diserap oleh senyuman mekar di depannya.

Dia tidak bisa melihat apa-apa lagi, dia tidak bisa memikirkan apa-apa lagi.

Suara dunia telah berhenti, dan hanya suara Reira yang bergema berulang kali di telinga Tenma.

Apa-apaan ini? Berhenti. Jika kau menatapku seperti itu, jika kau mengatakan sesuatu seperti itu...

Bisa-bisa aku akan jatuh cinta padamu.

Buukk, mendengar suesuatu yang jatuh, Tenma sontak kembali ke akal sehatnya.

Seorang wanita dengan rambut hitam panjang berdiri bersandar di pintu kelas yang terbuka. Di kakinya, ada tas yang sepertinya terlepas dari tangannya. Wajahnya tampak pucat, seolah-olah dia sedang mengalami mimpi buruk. Dia berdiri dengan kaki yang menyilang, dan sepertinya tidak bisa berdiri kecuali dia memegang sesuatu sebagai topangan. Perasaan keputusasaannya yang mendalam sangat terasa. Dia pasti sudah mendengar keseluruhuan cerita, tentang apa yang baru saja wanita yang dia cintai katakan.

Kemarin, Tenma mungkin memang berhasil menghindari ranjau darat. Tapi, dia tidak tahu bahwa didepannya, ada ranjau darat lain yang terkubur.



11 Comments

Previous Post Next Post