Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 5 - Bab 4

Bab 4
Amukan Pedang Iblis


Tidak butuh waktu lama, Leonis segera berganti pakaian ke pakaian renang di ruang ganti yang letaknya berdekatan dengan kolam renang. Pakaian renang yang dia kenakan adalah celana hitam pendek yang dia panggil dari Alam Bayangan, celana yang dulu Riselia belikan untuknya saat gadis itu mengajari Leonis berenang di Hyperion.

Di sekitaran tepi kolam renang, terdapat banyak penonton yang sedang menyaksikan  pertarungan pistol air yang tengah berlangsung di kolam renang tersebut. Sekumpulan anak laki-laki muda, lebih tua dari Leonis, dengan bebas melompati papan apung layaknya itu adalah batu loncatan saat mereka saling menyemprot. Mereka semua sangat atletis; mungkin mereka adalah siswa Akademi Excalibur.

Saat Leonis mengamati pertarungan yang memanas itu, sebuah pikiran aneh terbesit di benaknya.

Padahal baru-baru ini terjadi bencana yang besar, tapi mereka begitu ceria.

Apa yang Leonis maksud tidak hanya terbatas pada kekacauan yang Veira sebabkan tempo hari saja. Baru dua bulan yang lalu, Arakael Degradios memimpid Void Stampede di Assault Garden Ketujuh, dan kerusakan dari serangan itu masihlah terlihat jelas sampai hari ini. Namun demikian, orang-orang di Assault Garden Ketujuh masih tetap dapat bersenang-senang.

Yah, mungkin itu karena harga diri manusia yang keras kepala dalam melalui hal semacam itu.

Sebagian besar tanah layak huni umat manusia telah diambil oleh Void, dan mereka juga berada di ambang kepunahan. Akan tetapi, mereka menolak untuk menyerah pada keputusasaan, melainkan beradaptasi dengan membentuk budaya dan teknologi yang maju di mana mereka dapat mengalihkan perhatian mereka dengan hiburan semacam ini.

Bisa dikatakan, harga diri mungkin memang merupakan sikap keras kepala yang dimiliki umat manusia.

Kurasa itu adalah satu hal yang tidak berubah dalam seribu tahun terakhir ini.

Mereka mungkin memang merupakan spesies yang terlemah, spesies yang tidak bisa menyemburkan api ataupun terbang di langit, tapi mereka memiliki tekad dan kemauan untuk bertahan hidup bahkan saat sedang menghadapi kehancuran. Dan karena Pasukan Penguasa Kegelapan meremehkan kualitas-kualitas seperti itulah, mereka kalah dari manusia.

Samil bersandar pada pohon palem yang ditransplantasikan, Leonis terus tenggelam dalam pikirannya.

“Apa aku membuatmu menunggu, Leo?”

Akhirnya, Veira muncul dengan mengenakan pakaian renang.

“...!”

Leonis sontak menelan ludahnya. Veira menyewa pakaian renang, dan yang dia sewa adalah bikini hitam. Angin yang bertiup di tempat itu membuat rambut merahnya bergoyang-goyang bagaikan api yang berkerlap-kerlip. Payudaranya berukuran sedang, lekukan di perutnya tampak anggun dan menarik, dan kaki putihnya panjang dan indah.

Orang-orang di sekitarnya semua melirik ke wujud sempurna dari sang Ratu Naga.

“Kau kenapa? Apa kau terpesona dengan penampilanku?” tanya Veira, menampilkan senyum nakal di bibirnya.

Mendengar godaan itu membuat Leonis segera membuang muka dan bergumam membelakangi Veira, “Hmph, kau sungguh bodoh untuk berpikir bahwa aku terpesona olehmu.”

“Ooh, kau orangnya cukup bermuka tebal juga, ya?” ucap Veira, merangkul leher Leonis di bawah lengannya.

“A-Apa yang kau lakukan?” teriak Leonis, merasakan payudara lembut Veira menekannya. “Uggh, nnng, l-lepaskan aku... Aku tidak bisa...bernapas...”

“Oh? Apa seorang Raja Undead terengah-engah?” cibir Veira. “Tubuh manusia pasti sangat merepotkan, ya.”

“...Sialan...kau...”

Leonis meronta-ronta, namun upayanya itu tak membuahkan hasil mengingat kekuatan fisiknya yang masih belum matang masihlah terlalu lemah untuk melawan Veira. Tapi kemudian...

“Berhenti membulinya!”

Leonis sontak mendongak terkejut.

“...Selia?”

Tau-tau saja, Riselia dan Regina yang juga dalam balutan bikini muncul di depan mereka. Riselia mengenakan setelan putih yang sederhana, sedangkan Regina mengenakan setelan hijau mint dengan desain yang bergaya.

“Aku tidak akan membiarkanmu membuli Leo lagi!” seru Riselia, memelototi Veira.

Gadis berambut merah itu pun melepaskan Leonis dan menatap balik tatapan Riselia dengan tegas.

“Oh, kau mengkhawatirkannya, ya?” tanya Veira sambil menyeringai. “Kau sungguh pengikut kecil yang lucu.”

Melihat sikap angkuh yang ditampilkan gadis itu, Riselia tampak meringis sesaat.

Di sisi lain, Leonis yang kini bebas dari kekangan Veira bertanya pada Riselia, “Apa yang kau lakukan di sini, Selia?”

“Kupikir dia menculikmu, Leo,” jelas Riselia, mengerutkan keningnya. “Aku bahkan tidak bisa menghubungimu juga.”

“Maaf soal itu...”

Karena ini dan itu dan terjadi begitu saja, jadi Leonis lupa untuk membawa terminal komunikasinya.

“Jadi, apa kau datang ke sini untuk membawa Leo kembali bersamamu? Yah, maaf saja, tapi saat ini—”

“A-Aku menantangmu berduel!” seru Riselia, menunjuk ke arah Veira.

“Apa?!” seru Leonis, terkejut.

Mendengar pernyataan Riselia membuat Veira menyipitkan matanya ke arah gadis berambut perak itu untuk beberapa saat. “Kau menantangku duel?”

“Ya. Jika aku menang, kau harus melepaskan Leo.”

“...Hmm,” Veira menatap Riselia seolah-olah gadis itu adalah mangsa.

Manusia biasa normalnya akan pingsan menghadapi tekanan menakutkan dari tatapan naga, tapi Riselia berdiri tegak menghadapinya.

“Ayo, ayo, Lady Selia!” sambil bersembunyi di belakang nonanya, Regina membisikkan dukungannya.

“Aku suka keberanianmu, nak. Kau menarik. Aku terima tantanganmu itu,” ucap Veira dengan penuh percaya diri, tangannya bertumpu pada pinggangnya dalam pose yang gigih. “Kalian bertiga bisa datang menyerangku sekaligus!”

“...Apa? Tapi ‘kan...,” seru Leonis, berusaha memprotes.

Ini adalah pertarungan antara Penguasa Kegelapan. Jika Leonis mengandalkan jumlah untuk mengalahkan Veira, itu akan menodai reputasi yang dia miliki.

“Itu akan menjadi rintangan tersendiri bagiku. Bagaimanapun juga, di sini aku punya keuntungan yang luar biasa,” bual Veira.

“Kuh...,” erang Leonis.

Tentunya, gertakan dari Ratu Naga itu bukanlah tanpa alasan. Leonis memiliki tubuh anak laki-laki berusia sepuluh tahun, parahnya lagi, dia tidak terlalu mahir berenang.

“Atau mungkinkah, kau takut pengikutmu akan membebanimu?”

“...Apa katamu?” Leonis sadar kalau Veira sedang memprovokasinya, tapi dia tidak bisa untuk menahan amarahnya. Sebagai tuannya Riselia, Leonis tidak akan mengizinkan hinaan ditujukan kepada pengikut kesayangannya itu. “...Kau akan menyesal karena telah mengucapkan kata-kata itu, Veira,” sumpah Leonis, dengan suara yang pelan.

“Dengan begini semuanya sudah diputuskan,” ucap Veira, menampilkan senyum tak kenal takut ke arah rekannya sesama Penguasa Kegelapan. “Ini akan sangat menyenangkan. Aku akan membuatmu memohon belas kasihku, Leo.”

---

Dengan cepat, Riselia menyelesaikan pendaftaran partisipasi mereka di pertandingan berikutnya dan kembali ke tepi kolam. Setelah mereka yang bermain menyelesaikan giliran mereka, kini Riselia dan yang lainnya bisa menggunakan kolam renang untuk pertempuran mereka.

“Maaf karena membuatmu terjebak dalam sesuatu seperti ini,” ucap Leonis, meminta maaf.

Tapi, Riselia menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu minta maaf. Lagian akulah orang yang menantangnya. Selain itu, bagaimana caramu mengalahkannya ketika kau bahkan tidak bisa berenang?”

“Ucapanmu itu cukup pedas juga,” ucap Leonis. “Tapi kau tahu, ada kalanya dimana seseorang tidak boleh mundur.”

Mengingat kehormatannya sebagai Penguasa Kegelapan, apalagi musuh bebuyutannya terlibat dalam hal ini, melarikan diri tidak akan pernah menjadi pilihan baginya.

“Ya ampun, kalian laki-laki memang selalu seperti itu, ya,” ucap Riselia, tersenyum entah untuk alasan apa sambil menepuk kepala Leonis. “Tapi jangan khawatir, Leo. Aku akan melindungimu.”

“Dan aku akan menjadi penembak jitumu, nak,” tambah Regina, berpose dengan memegang pistol air sewaannya.

“Aku mengandalkanmu, Regina,” ucap Leonis.

“Ngomong-ngomong, aku tahu kau sudah terbiasa menggunakan senapan, tapi bukankah ini pertama kalinya kau menggunakan pistol, Regina?” tanya Riselia.

“Ya, ini sangat berbeda dari Senapan Naga-ku,” jawab Regina.

Jangkauan efektif yang dimiliki pistol air itu hanyalah lima meter, dengan demikian seseorang tidak akan bisa menembak jatuh lawannya kecuali lawan mereka berada dalam jarak yang dekat. Tentunya, menembakkan air saja tidak akan bisa untuk mengalahkan Ratu Naga yang perkasa, tapi Veira sudah berjanji bahwa dirinya akan mematuhi aturan pertandingan dan membatasi kekuatannya.

Meskipun Ratu Naga itu angkuh dan kejam, tapi dia bukanlah pengecut ataupun penipu. Dalam pengertian itu, Leonis mempercayai Veira sepenuhnya.

“Apa kau tahu caranya menggunakan pistol air, nak?” tanya Regina pada Leonis.

“Tidak, lagian baru kali ini aku menggunakan senjata seperti ini,” jawab Leonis.

“Baiklah, kalau gitu izinkan kakak yang dapat kau andalkan ini untuk memberikan kebijaksanaannya padamu!”

Sebagai penembak jitu kelompok itu, Regina mengajari Leonis cara menggunakan pistol air. Di buku yang Leonis pernah baca, dikatakan bahwa senjata api baru ada enam puluh empat tahun yang lalu saat manusia pertama kali memperoleh kekuatan Pedang Suci. Pada dasarnya, senjata normal dan pistol air dimodelkan mengikuti Pedang Suci yang bertipe serangan jarak jauh.

Sungguh cerita yang membingungkan.

Entah mengapa Pedang Suci dalam bentuk senjata api telah diberikan kepada manusia sebelum konsep persenjataan semacam itu pernah ada. Jika Pedang Suci adalah perwujudan dari jiwa manusia, lantas mengapa beberapa Pedang Suci mengambil bentuk asing di mata penggunanya?

Apa sebenarnya Pedang Suci itu? Pada akhirnya, Leonis mesti memecahkan misteri itu.

---

“Papan-papan ini membuat pijakan kita jadi cukup goyah.”

Leonis dan yang lainnya berdiri di papan terapung yang tersebar tidak merata di sekitar kolam. Untuk menang mereka mesti menjatuhkan lawan dari pijakan mereka, tapi mereka tidak diperbolehkan untuk menyentuh siapa pun secara langsung. Peserta hanya bisa menjatuhkan lawan dengan menggunakan pistol air mereka, dan menjatuhkan musuh ke dalam air akan memberikan mereka poin. Tampaknya ada bebebrapa aturan penilaian lainnya, tapi Elemental Buatan yang terbang di atas akan mengkalkulasi itu secara otomatis.

“Leo, cobalah menggeser pusat gravitasi badanmu; itu akan membantumu menjaga keseimbanganmu. Coba lihat aku!” ucap Riselia.

Sementara Leonis tampak terhuyung-huyung, Riselia menunjukkan keterampilan atletiknya.

“Hei, Leo, bisakah kau melihat ke sini sebentar?”

“Hm, ada apa?” tanya Leonis, dan ketika dia menoleh ke arah yang Riselia maksud...

Chomp

...dengan lembut, Riselia menggigit daun telinga Leonis.

“Selia?!”

“Aku sedang mengisi manaku,” jelas Riselia, sambil menunjukkan seringai nakal. “Ini adalah pertarungan yang penting, jadi aku harus serius.”

“...K-Kau tidak boleh melakukan ini di depan publik!” tegur Leonis, memegangi daun telinganya yang memerah.

Entah apakah ini cuman perasaanku saja, atau apakah akhir-akhir ini dia memang menjadi semakin agresif ketika menggigitku?

“Apa kau sudah siap, Lady Selia?” tanya Regina.

“Ya...,” angguk Riselia, memelototi Veira yang berdiri di salah satu papan terapung di seberang mereka. “Ayo serang dengan formasi biasa peleton kedelepan belas...”

“Oke.”

“Dimengerti.”

Seperti formasi mereka yang biasanya, Riselia berdiri di barisan depan. Kalau misalnya ini adalah latih tanding, mereka juga akan memiliki Sakuya sebagai kekuatan serangan frontal dan Elfine sebagai analisis data.

Bunyi bip listrik yang panjang memenuhi udara, menandakan dimulainya pertarungan.

Bwoosh!

Riselia menendang papan tempat dia berdiri, melompat menjauh.

Bwoosh, bwoosh, bwoosh, bwoosh...!

Suara beritme dari cipratan air yang ditimbulkan karena lompatannya yang lincah bergema. Dengan menggunakan kekuatan Ratu Vampirnya yang kuat, Riselia dengan cepat memperpendek jaraknya dengan Veira.

“Jadi kau menginginkan pertarungan jarak dekat, ya. Yah, dalam hal ini harus kuakui kau cukup berani,” ucap Veira, sambil menunjukkan seringai ganas.

Sang Ratu Naga itu mulai menarik napas panjang dan dalam. Air di sekitarnya bergetar, mmebuat riak-riak air menyebar di permukaan kolam renang. Melihat itu, siswa-siswi yang menonton dari tepi kolam mulai berbisik gugup satu sama lain.

Veira berniat melakukan pendekatan brutal...

Mereka sedang melawan Ratu Naga tirani. Dia bukanlah tipe orang yang suka merancang strategi ataupun melakukan trik. Apa yang mendorong dirinya adalah harga diri seekor naga, bentuk kehidupan terhebat yang penah dikenal dunia.

Riselia melompat ke papan apung yang ditempati Veira.
 
“Kau sungguh berani. Kurasa Leo tidaklah pantas mendapatkan pengikut sepertimu,” ucap Veira, sambil dengan santai menodongkan pistol airnya. Semburan air keluar dari pistolnya, namun tembakan itu sangat melesat dari sasarannya.

“Kelihatannya kau tidak terbiasa menggunakan pistol air!” ucap Riselia.

“Itu justru menjadi kesulitan yang bagus untuk memberiku rintangan,” jawab Veira, tampak tidak peduli soal itu.

Riselia kemudian balas menembak dari jarak dekat. Namun, Veira menghindari serangan itu dengan melompat ke papan apung lain.

“Dengan sopan aku memintamu untuk jatuh ke dalam air—Meriam Naga!”

Regina melepaskan rentetat tembakan pistol airnya. Karena dia adalah penembak jitu yang terlatih, salah satu tembakannya itu mengenai kaki Veira.

“...Oh, lumayan juga!” seru Ratu Naga.

Merasa kesal, Regina menggerutu, “Sial, jadi itu tidak bisa menjatuhkannya, ya...”

Serangan yang dia lakukan mengenai sasarannya, tapi Veira masih bisa tetap berdiri.

“Sekarang giliranku!” seru Veira, mengangkat kakinya ke atas dan kemudian menghentakkannya ke bawah. Perbuatannya itu langsung menciptakan gelombang besar yang melonjak ke depan dan menyapu papan apung Regina, membalikkannya.

“Hah, eh... Aaah!”

Sambil mengeluarkan teriakan yang menggemaskan, Regina jatuh ke kolam renang. Segera, Elemental Buatan seperti burung yang terbang di atas mengumumkan bahwa satu poin baru saja dicetak.

“...Beraninya kau melakukan itu pada Regina!” sebagai bentuk balas dendamnya, Riselia melepaskan beberapa tembakan.

“Hahaha, kau menembak ke mana?” ejek Ratu Naga saat dia dengan anggun melompat dari satu papan apung ke papan apung lainnya.

“Jangan lupa kalau aku juga bertarung di sini!” seru Leonis saat dia bergerak mendekati Veira.

“Hah?!”

Anak lelaki itu melakukan covering fire (atau mungkin covering water?) untuk membantu Riselia. Namun, sasarannya berada di luar jangkaun efektif pistol airnya, membuat tembakannya itu hanya menimbulkan cipratan air ke pakaian renang Veira.

[Catatan Penerjemah: Covering fire, dalam militer, itu merupakan penembakkan yang dimaksudkan untuk melindungi individu, atau formasi yang melakukan gerakan dengan memaksa musuh untuk bertahan. Karena di sini Leonis menggunakan senjata air, bukan senjata api, makanya ada kalimat ‘covering water?’.]

“Beraninya kau melakukan itu, Leo!” Veira berteriak kesal, melancarkan serangan baik.

Tapi, Leonis segera melompat menjauh untuk menghindari serangan Veira.

“Lihat kemana kau?!” dengan berani Riselia terjun ke depan, melepaskan serangkaian tembakan dengan cepat.

Mata Veira beriklau emas dan dia melompat mundur. Papan apung itu tenggelam setelah dia mendarat, membuat pilar air memercik dan menelan serangan Riselia.

“...T-Tidak mungkin!”

“Begini bagaimana naga bertarung,”

Saat pilar air menyapu Riselia dan membuatnya kehilangan keseimbangannya, Veira dengan cepat mendekatinya, Dia kemudian menusukkan moncong pistol airnya ke perut Riselia dan menarik pelatuknya, menerbangkan gadis berambut perak itu jatuh ke dalam kolam.

“Ayo, naik kembali ke papan kalian berdua. Aku masih belum puas bermain-main dengan kalian...,” ucap Veira, menatap Riselia sambil berpose dengan tangan bertumpu di pinggangnya.

“...!”

Riselia menendang dasar kolam renang dan melompat ke papan apung terdekat.

“Kau lengah, Veira!” teriak Leonis, menembak ke arah kaki Veira.

Saat Veira menghindari tembakan itu, dia menanggapi Leonis, “Itu tidaklah cukup untuk bisa menyerangku!”

Terhadap itu, Leonis hanya mencibirnya, “Ya, dan itu tidak masalah.”

“...Hah?”

“Akulah yang harus kau khawatirkan! Hyaaaaah!” Regina muncul kembali dan menyerang, melepaskan tembakan ke arah titik tertentu di tubuh Veira.

Serangan yang Leonis lakukan sebelumnya hanya dia maksudkan untuk memancing lawannya ke posisi yang mereka inginkan.

“Pikirmu menembakku dari jarak itu akan—Hah?!”

Awalnya Veira menampilkan senyum percaya diri, tapi kemudian matanya melebar karena terkejut.

Tali atasan pakaian renangnya terlepas dan berkibar-kibar sampai ke kakinya.

“...Tunggu... Eeeeeh?!” dengan wajah yang tampak memerah, Veira buru-buru menutupi payudaranya.

Tembakan Regina mengenai simpul yang menahan atasan Veira dan berhasil melepaskannya. “Berhasil!” soraknya.

“S-Sialan kau... Ugh!” erang Veira, pipinya memerah karena malu.

Rambut merah menyalanya berdiri, dan tiba-tiba, embusan angit bertiup di kolam, membalikkan papan apung di sekitarnya.

“...Whoa... Veira, tunggu...!” Leonis kehilangan kesimbangannya dan tenggelam begitu saja ke dalam air. “Gah... Bwfha, bah...!” Anak lelaki itu meronta-ronta tak berdaya. Air menyumbat tenggorokkannya, menghalangi pernapasannya.

“Leo!”

Segera, Riselia terjun ke kolam renang. Dia kemudian merangkul tubuh Leonis yang tenggelam dan membawa anak lelaki itu kembali ke permukaan.

“Leo, apa kau baik-baik saja?!”

“Pfha...! Aku baik-baik saja... Meskipun, aku sempat menelan sedikit air...” jawab Leonis, masih terbatuk-batuk.

“...Syukurlah,” ucap Riselia, merasa sangat lega. “Jangan terlalu memaksakan dirimu, oke?”

“Hei, yang tadi itu melanggar peraturan!” protes Regina pada Veira.

“Aku minta maaf soal itu... Tapi apa yang kau lakukan sebelumnya juga curang!” Veira balas membentaknnya, wajahnya masih tampak memerah. “...Baiklah, yang itu tidak perlu masuk hitungan. Ayo kita mulai kembali pertarungannya...”

Tidak lama setelah Veira mengulurkan tangannya untuk membantu Riselia keluar dari air, jeritan bergema di pintu masuk kolam renang.

“—temu kau... Akhir ketemu kau, Riseliaaaaaaaaa!”
 

---

Ada apa ini?

Leonis menoleh ke arah sumber teriakan dan melihat ada seseorang yang mendekati mereka. Dia adalah seorang pemuda berambut pirang berseragam Akademi Excalibur. Normalnya pemuda itu memiliki wajah yang cukup tampan, tapi kini berubah dikarenakan kebencian.

Rasanya aku pernah melihat orang itu. Oh, dia ‘kan...?

“Muselle Rhodes...?” Riselia menggumamkan nama dari pemuda itu setelah memperhatikannya dalam keterkejutan sesaat.

Ya, itu namanya.

Dia adalah pria bodoh yang menantang Leonis untuk berduel di hari ketika anak lelaki itu memasuki Akademi Excalibur.

“Patuhi suara dan kehendakku, para budak! Dominion!” teriak Muselle sambil mengayunkan tongkatnya ke atas.

Saat berikutnya, orang-orang yang berada di sekitarnya menjadi kaku..., dan kemudian mereka berbalik menoleh ke arah Leonis dan yang lainnya dengan gerakan mekanis.

“...Apa yang terjadi?” tanya Leonis.

“Itu kekuatan Pedang Sucinya. Pedan Suci itu bisa mengendalikan orang lain...,” jawab Riselia, terdengar risih.

Seperti yang Riselia bilang, Leonis ingat bahwa dulu Muselle mengendalikan beberapa gadis dengan tongkat itu.

“Tapi ‘kan harusnya dia sudah kehilangan Pedang Sucinya setelah kalah darimu, Lady Selia...,” ucap Regina.

“Ya. Apalagi, seharusnya Pedang Sucinya hanya bisa mengendalikan orang-orang yang sudah setuju untuk dikendalikan olehnya.”

“Hmm, aku tidak begitu mengerti apa yang sedang terjadi di sini, tapi... Orang itu punya cukup keberanian untuk menganggu pertarungan antara kita berdua, Leo,” ucap Veira, terdengar merasa geli. Dia kemudian mengangkat jarinya dengan perlahan, membidik ke arah Muselle.

Melihat itu, Leonis buru-buru menghentikannya, “—Tunggu, Veira.”

“Apa sih? Aku cuman mau membereskan sampah itu saja kok.”

“Aku ‘kan sudah bilang padamu untuk jangan melakukan sesuatu yang bisa membuatmu menonjol,” tegur Leonis, merapalkan mantra terbang dan mendarat di atas salah satu papan apung. “Kau berada di kerajaanku. Patuhi aturanku!”

Ratu Naga tirani itu dapat dengan sangat mudah meledakkan orang-orang yang dikendalikan itu menjadi berkeping-keping. Namun, Riselia pasti akan sedih dan marah jika Leonis membiarkan itu terjadi.

Mendengar hal tersebut membuat Veira tidak senang untuk sesaat, tapi kemudian dia mengikuti aturan Leonis. “Baiklah. Maka ayo bereskan ini dengan caramu.” Dia mengangkat bahunya dan meletakkan tangannya di pinggangnya.

“Hahaha, Hahahaha, bunuh mereka yang menertawakanku, bunuh merekaaaaa!” Muselle terkekeh saat dia mengayunkan tongkatnya ke bawah. Menanggapi ucapannya itu, sekumpulan orang bermata kosong itu mulai menerjang Riselia dan yang lainnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi di sini, Lady Selia? Apa dia dendam?” teriak Regina.

“...Kelihatannya dia sudah gila!” Riselia menendang sekelompok pria yang menerjangnya, menjatuhkan mereka ke dalam kolam renang.

“Ada lebih banyak lagi dari mereka yang datang!” seru Regina, memberi peringatan.

“Leo, kita tidak boleh melukai mereka; mereka warga sipil..!” terak Riselia.

“Ya, aku tahu itu. Mesta Mord!” jawab Leonis, meringis.

Tangan-tangan hitam keluar dari bayangan Leonis, menarik tangan orang-orang yang menyerangnya ke dalam kolam. Hal tersebut membuat beberapa percikan besar yang mengguncang papan apung.

Untungnya kami sedang berada di kolam renang, jadi kami bisa menjatuhkan mereka dengan aman. Cuman masalahnya adalah...

Leonis melirik curiga ke arah pria yang sedang mengayunkan tongkatnya di dekat pintu masuk kolam renang. Fakta bahwa pria itu menggunakan warga sipil adalah hal yang merepotkan, namun demikian lawan yang lemah seperti mereka tidaklah menimbulkan ancaman bagi Leonis, atau bahkan Riselia sendiri.

Tapi kemudian...,

“Hihihi, hahahaha, hahahaha! Bunuh, bunuh. Bunuh wanita dan bocah itu, bunuh merekaaaaa!!!”

“...Apa?”

Krak... krak... krak...

Dominion mulai tumbuh dan memanjang, layaknya cabang-cabang pohon yang tumbuh dengan sangat cepat. Saking cepatnya, ujung Dominion tak lama lagi sudah akan mencapai langit-langit.

“Pedang Sucinya berevolusi...?” gumam Leonis, merasa tak percaya dengan apa yang dia liat.

“—Tidak, itu bukan evolusi. Pedang Suci itu menjadi tak terkendali dan mengamuk.”

Mendengar ada suara baru, Leonis mendongakkan pandangannya. Jauh di atas kepalanya, dia bisa melihat ada bola bercahaya yang melayang. Itu adalah Pedang Suci Elfine, Mata Penyihir.

“...Fine? Mengapa kau bisa tah—?” seru Riselia.

“Bicaranya nanti saja,” ucap Regina padanya. “Pertama, kita harus menghentikannya.”

“K-Kau benar. Pedang Suci—Aktifkan!” Setelah menyerukan itu, Riselia mewujudkan Pedang Darah di tangannya.  Di sisi lain, Regina memanggil Senapan Naga-nya.

“Ooh... Ooooh...!”

“Ugh, aaagh...!”

“Aaah...”

Orang-orang yang dijatuhkan ke air muncul kembali dan menempel di papan apung.

“Leo, kuserahkan orang-orang yang dikendalikan padamu!” seru Riselia. “Aku akan pergi mengurus Muselle!”

“Dimengerti.”

Dengan cepat, Riselia melompat ke depan dari papan apung tempat dia berada. Sebagai Ratu Vampir, dia memiliki kemampuan untuk menggunakan cadangan mananya yang besar untuk meningkatkan kekuatan fisiknya. Rambut keperakkannya bersinar dengan cahaya mana, meninggalkan jejak cemeralang di belakangnya.

“Aka akan melindungimu, Lady Selia!”

Saat orang-orang yang dikendalikan mencoba menerjang Riselia, Regina dengan akurat menembak jatuh mereka. Kekuatan tembakannya dia tekan sebisa mungkin, namun terkana tembakannya itu tetap akan memberikan rasa sakit. Mereka yang tertembak pun pingsan dan jatuh ke kolam renang, dan Leonis segera mengerahkan tangan bayangannya untuk menyeret mereka keluar dari air.

Di sisi lain, Riselia melesat melintasi kolam layaknya kilatan petir merah.

“Riseliaaaaaaaaaaa!” teriak Muselle Rhodes penuh kegembiraan. Dia mengayunkan Pedang Sucinya yang kini menyerupai pohon, namun Riselia tampak sama sekali tidak gentar.

“Haaaah!”

Riselia membuat sayatan dangkal di lengannya sendiri saat dia berlari ke depan. Darah yang mengalir keluar dari lengannya berubah menadi bilah pedang merah tua yang memotong cabang-cabang senjata Muselle yang menyerangnya.

“...Salahmu! Ini semua salahmu, aku, aku, aaaaaaaah!” Muselle melolong, mengayunkan tongkatnya yang kini menjadi sangat besar.

“Muselle, tenanglah! Dengarkan aku...!” Riselia mati-matian menenangkannya, tapi usahanya itu tak membuahkan hasil.

“Ahahaha, ahahahaha, tidak ada yang bisa menghentikanku! Aku telah dipilih! Aku adalah orang yang dipilih oleh sang dewi!”

“...Dewi?”

Untuk sesaat, kata itu mengalihkan perhatian Riselia... Dan dalam waktu sepersekian detik itu, Muselle mencoba menyerangnya dengan  menggunakan Dominion-nya. Akan tetapi, usahanya itu gagal.

Farga!”

Booom!

Leonis melepaskan mantra yang membuat Pedang Suci Muselle hancur menjadi serpihan.

“Leo...!”

“Selia, dia benar-benar menggila sekarang. Jangan buang-buang tenagamu untuk mencoba  menenangkannya!”

“...! Aku mengerti!” Riselia mengangguk tegas, kemudian mengangkat Pedang Darah-nya ke atas. Senjata itu mulai bersinar layaknya bunga mawar yang sedang mekar, dan rambut perak Riselia bercahaya redup dengan mana.

“Hihihi, hahahaha!” Muselle Rhodes terkekeh, dan dalam sekejap mata, Pedang Sucinya beregenerasi dan kini diselimuti oleh miasma yang tebal.

Krak, krak, krak, krak...!

Cabang-cabang besar yang tumbuh dari Dominion saling bertautan, menimbulkan suara menjengkelkan yang mengingatkan seseorang pada suara kertakan gigi. Cabang tongkat itu kemudian menyelimuti seluruh tubuh Muselle, tumbuh dengan kecepatan yang luar biasa.

“...A-Apa itu... Itu hampir seperti... Void!” seru Elfine.

Cabang-cabang itu berubah menjadi tombak tajam yang menusuk ke depan, mencoba untuk menusuk Riselia. Meski demikian, Riselia tetap tidak mundur—dia justru menendang tanah, menghadapi serangan itu.

“Potong dan berenang-senanglah, darah yang mengamuk—Badai Darah!”                                                                                               

Mata biru es Riselia berubah menadi merah terang yang bersinar. Bilah-bilah darah itu berputar-putar dan menebas bagaikan tornado, memotong Pedang Suci Muselle. Dengan melepaskan mana di kakinya, Riselia dengan cepat mendorong dirinya ke depan dan mendekati lawannya.

“Haaah!”

Ujung pedangnya menembus cabang-cabang yang bertautan.

“Aaah, darah, darah, aaah... Sakit, itu sakit, sakit, sakiiiiiiittt!”

Mendapati bahwa bahunya telah ditebas, Muselle menjerit dan meronta-ronta. Riselia membentuk kembali posisinya dan kemudian menebas cabang-cabang yang ada, membersihkan mereka.

“Muselle Rhodes. Serahkan dirimu dengan patuh—”

“Kauuuuuuuuu, beraninya kau, Pedang Sucikuuuuuuuuuuu...!”

Dengan diliputi oleh kemarahan, Muselle menerjang Riselia, mungkin berniat untuk mencekiknya dengan tangan kosong.

Bang!

Riselia mendaratkan tendangan yang kuat ke kepala Muselle.

“Ah... Ggh... Ah... Nng...”

Muselle jatuh ke kolam renang, dan matanya berputar terbalik ke dalam rongganya. Beberapa saat kemudian, Pedang Sucinya yang mengamuk meledak dan menjadi partikel cahaya, menghilang ke udara tipis. Setelah memastikan bahwa Muselle tidak lagi menjadi ancaman, Riselia berbalik.                                                         

“Fine, bisakah kau menghubungi bangsal rumah sakit akademi?” tanya Riselia.

“Ya, aku sudah melakukannya,” terdengar suara Elfine dari bola yang melayang di atas.

“...Apa yang sebenarnya terjadi padanya?” tanya Riselia sambil menatap tubuh Muselle.

“...Pedang Iblis,” bisik Elfine, seolah-olah menjawab pertanyaan gadis itu.

Sementara itu, di tepi lain kolam, dua Penguasa Kegelapan mengamati pertarungan Riselia.

“Hmm, pengikutmu hebat juga, Leo,” ucap Veira, tampak terkesan.

Medengar itu, Leonis mengangguk bangga. “Hmph. Tentu saja dia hebat.”

---

“Sepertinya Veira sang Ratu Naga telah dikonsumsi oleh Void dan dihancurkan.”

“Itu artinya, beliau bukanlah wadah yang cocok untuk sang dewi.”

Tawa seorang pria tua berkeriput bergema di katedral. Api di lilin yang dipasang di sepanjang dinding bergetar aneh, membentuk bayangan di atas meja bundar yang terbuat dari kristal hitam.

Itu adalah sebuah ruangan di Kastil Dunia Lain, tempat yang berada di celah antara dunia.

“Sejujurnya, itu sama sekali tak terduga bahwa manusia menemukan Verira Greater Dragon.” Seorang pria muda berambut putih, berperawakan bagus dan mengenakan pakaian pendeta, duduk di seberang pria itua itu. Dengan ekspresi yang tampak kesal, dia menggelengkan kepalanya. “Kalau saja beliau bangkit dalam bentuk yang sempurna, beliau mungkin bisa menjadi wadah yang cocok.”

“Bisa dikatakan, itu benar-benar situasi yang irregular, Tuan Nefakess,” pria itu setuju. Untuk beberapa alasan, kepala botaknya anehnya memanjang. Dia adalah Zemein Vairel. Seribu tahun yang lalu, di adalah penyihir undead yang melayani Raja Undead. “Berdasarkan dari prediksi sang dewi, ada lima Penguasa Kegelapan lagi yang harus dibangkitkan kembali,” ucap Zemein. “Kita harus mencari mereka dan kitalah yang harus membangkitkan mereka sebelum umat manusia melakukannya.”

“Kau benar, cuman masalahnya lebih dari setengah dari mereka kita masih belum tahu ada di mana. Apalagi, Penguasa Laut berada di dasar palung besar, dan Penguasa Amarah dikonsumsi oleh Pendekar Pedang dari Enam Pahlawan.”

“Maka, yang harus kita bangkitkan kembali ada tuanku yang tertidur di Necrozoa,” simpul Zemein, tawa serak yang gelap keluar dari mulutnya. “Pahlawan gugur yang menjadi Penguasa Kegelapan terhebat—Leonis Death Magnus.”

“Raja Undead, ya. Kau benar, beliau harusnya bisa menjadi wadah yang sempurna. Beliau adalah salah satu dari sedikit orang yang bisa menandingi tuanku, Azra-Ael, dalam kasih sayangnya yang mendalam kepada sang dewi. Tapi...” Nefakess meletakkan salah satu jarinya yang elegan di atas bibirnya. “Kita akan membutuhkan banyak sekali Pedang Iblis untuk bisa membangkitkan Raja Undead.”

Pengorbanan yang dibutuhkan untuk membangkitkan Penguasa Kegelapan adalah kumpulan Pedang Iblis, Pedang Suci yang diubah, namun mengumpulkan mereka tidaklah mudah. Rencana mereka untuk mengumpulkan Pedang Iblis menggunakan Hyperion telah gagal, dan parahnya lagi, mereka sudah menyia-nyiakan banyak Pedang Iblis untuk membangkitkan kembali Wanita Suci dari Enam Pahlawan.

“Mungkin aku punya sesuatu yang bisa membantu kita dalam masalah itu,” Zemein mengguncang keliman jubahnya. Sesaat kemudian, bayangan hitam berbentuk seperti peri muncul di tangannya.

“Apa itu?” tanya Nefakess.

“Elemental Buatan yang aku buat.”

Peri itu berputar dan menari-nari di atas telapak tangan Zemein.

“Elemental Buatan... Teknologi sihir yang sangat canggih yang dewi berikan kepada umat manusia, ya?” tanya Nefakess.

“Ya, dan yang ini adalah Seraphim, Elemental Buatan yang berhasil ditanamkan fragmen dewi di dalamnya. Dengan menggunakan Astral Garden, itu untuk sesaat akan membuat kontak dengan Pengguna Pedang Suci dan menghubungkan mereka dengan suara dewi serta pandangan masa depan.”

“Begitu ya. Kemudian, itu akan menyebabkan Pedang Suci berubah,” angguk Nefakkes, puas dengan penjelasannya.

“Bukan cuman itu saja, aku bahkan sudah membuat rencana untuk memproduki Pedang Iblis dalam jumlah yang besar,” ucap Zemein. “Setauku, kota manusia yang penuh dengan Pedang Suci untuk diubah sedang berlabuh di dekat Necrozoa, tempat Paduka Leonis tertidur.”

“Assault Garden Ketujuh? Apa yang kau rencanakan?”

“Anda hanya perlu menunggu dan melihat seperti apa skemaku berjalan, Tuan Nefakess,” jawab Zemein, menampilkan senyum ganas. “Aku tidak akan tersandung pada halangan sepertimu dalam kasus Wanita Suci dan Ratu Naga.”

“Aku menantikan keberhasilanmu, Tuan Zemein,” ucap Nefakess, sambil menampilkan seringai tenang. Kemudian, dia menjetikkan jarinya, “Datang ke hadapanku, Setsura.”

“Ya.”

Setelah Nefakess mengatakan itu, bayangan kecil melangkah keluar dari kegelapan. Itu adalah seorang gadis, berpakaian Anggrek Sakura dan menuputi wajahnya dengan topeng gading. Dia memiliki rambut panjang berwarna biru yang tergerai hingga ke pinggangnya.

“Tuan Zeimen ingin pergi ke Necrozoa. Kawal dia,” perintah Nefakess.

“Sesuai keinginanmu.”

“Aku tidak butuh pengawal,” protes Zemein sambil mengangkat bahunya.

“Tidak, seseorang tidak akan pernah bisa untuk benar-benar berhati-hati,” cibir Nefakess, cahaya gelap bersinar di matanya.



Post a Comment

Previous Post Next Post