Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 6 - Bab 1

Bab 1
Penguasa Kegelapan Zol Vadis


“Leo..., siapa kamu sebenarnya?”

Mata biru Riselia yang jernih bak permukaan danau menatap Leonis. Waktu saat itu adalah pukul sembilan malam, dan ketika Leonis sedang berbicara dengan Blackas, Riselia datang menemuinya. Di tangan gadis itu, terdapat secarik  kertas, salinan dari prasasti yang ditemukan di sebuah patung di Necrozoa. Riselia telah memecahan kode tulisan itu dan menemukan bahwa seorang bernama Leonis Death Magnus merupakan penguasa wilayah gelap yang telah lama terlupakan itu.

“E-Erm...,” Leonis mengalihkan pandangannya dari Riselia dan merasa gugup.

Bagaimana dia bisa berhasil membaca tulisan mistik kuno?!

Kesal dengan kecerobohannya sendiri, sang Penguasa Kegelapan yang berada dalam tubuh anak berusia sepuluh tahun itu menggertakkan giginya. Harusnya saat itu dia menghancurkan prasasti itu secara diam-diam. Bagaimanapun juga, Leonis tahu betapa tekunnya Riselia pada hal yang berhubungan dengan meneliti reruntuhan kuno. Meski begitu, dia tidak pernah menyangka bahwa Riselia akan berhasil menerjemahkan tulisan itu.

Bukaannya naskah kuno tidak tersedia di buku-buku sejarah?!

Riselia bisa menerjemahkan nama Leonis dengan menggunakan buku yang dia temukan di ruang kerja ayahnya, Duke Crystalia, yang juga merupakan sarjana relik kuno. Meski demikian, tidak bisa disangkal bahwa itu mengejutkan bahwa putrinya dapat menguraikan tulisan itu begitu cepat...

Beberapa bagian dari diri Leonis ingin memuji pengikutnya ini untuk hal tersebut, namun sekarang jelas bukan waktunya untuk melakukan itu.

Sampai saat ini, Leonis berbohong bahwa dia adalah seorang penyihir kuno yang terbangun di zaman ini. Dan jika gadis baik dengan rasa keadilan yang tinggi itu tahu bahwa sebenarnya Leonis adalah Penguasa Kegelapan, entah seperti apa reaksi yang akan dia tunjukkan.

Apa dia akan merespon seperti yang dilakukan manusia dulu...? Tidak, dia...

Leonis mengigigt bibirnya sejenak, kemudian...

“Sepertinya kau berhasil mengungkap identitasku. Baiklah, kalau begitu,” gumamnya, nada suaranya mencemooh dirinya sendiri.

“Leo...?” Mata biru Riselia bergetar cemas.

Maaf, tapi aku harus menghapus ingatanmu tentang ini.

Untungnya, manipulasi ingatan sederhana tidak akan memiliki pengaruh pada kepribadian Riselia. Leonis pun mengulurkan tangannya untuk menyentuh pelipis Riselia.

“Leo—”

Sebelum Penguasa Kegelepan itu bisa melakukan yang dia inginkan, pengikutnya tiba-tiba melingkarkan lengannya di tubuhnya.

“Selia...?”

“Leo, aku adalah walimu, jadi aku ingin tahu segalanya tentang kamu. Tapi jika ada sesuatu yang tidak mau kamu ceritakan padaku, aku tidak akan memaksamu memberitahuku. Bahkan jika kamu tidaklah seperti apa yang aku pikirkan, aku bisa baik-baik saja dengan itu, jadi...!”

Rambut perak Riselia membelai pipi Leonis. Merasa dia memeluknya sangat erat, Leonis menurunkan tangannya, meletakkannya di sekeliling tubuh Riselia.

Aku seharusnya tidak merubah ingatan pengikutku.

Entah untuk alasan apa, sebagian dari dirinya tahu bahwa jika dia mencoba melakukan itu, itu akan mengubah hubungan mereka selamanya.

---

“Itu benar. Aku pernah memerintah kota yang hancur itu, dulu saat kota itu masih disebut Necrozoa,” ucap Leonis, duduk di ranjang di samping Riselia.

Dia memilih untuk mengatakan kebenaran tentangnya dan mengungkap bahwa dia pernah menjadi penguasa kerajaan yang berisi pasukan kerangka dan iblis yang tak terhitung jumlahnya.

“...Jadi kamu benar-benar seorang raja.”

“Yah, begitulah...,” mengangguk malu-malu, Leonis menggaruk pipinya. “Meskipun, tanah itu telah menemui kehancurannya.”

“...Mengapa?”

“Ada banyak alasannya, tapi, yah...,” bahu Leonis merosot. “Singkatnya, kupikir pemerintahanku meninggalkan sesuatu yang diinginkan. Mungkin itulah penyebabnya...”

“Jadi, kamu mencoba membangun kembali kerajaan itu?”

“...Tidak. Kerajaan itu sudah hancur.”

Bukannya Leonis bermaksud mengatakan bahwa dia tidak merasakan perasaan nostalgia untuk Necrozoa, tapi tempat itu hanyalah tempat yang menjadi basis militer untuk Pasukan Penguasa Kegelapan. Rumah Leonis adalah tempat di mana pun dewi Roselia berada.

Selain itu, aku juga sudah memiliki markas baru...

“Apa yang paling penting bagiku saat ini adalah menemukan seseorang yang sangat penting bagiku,” ucap Leonis.

“Maksudmu wanita yang pernah kamu bicarakan sebelumnya?”

“Ya, Roselia Ishtaris. Menemukan dirinya adalah tujuan—”

“Roselia... Bukankah nama itu...?” sela Riselia. “Aku melihat nama itu di prasasti.”

“Kamu juga berhasil menerjemahkan namanya?!” seru Loenis, terkejut.

“Y-Ya...”

“Be-Begitu ya...,” gumam Leonis, terkesan.

Terbukti, dia masih meremehkan semangat Riselia dalam meneliti sejarah.

“Apa wanita itu juga penyihir sepertimu, Leo?”

“Tidak, dia...” sejenak, Leonis berhenti untuk berpikir. “Dia era saat ini, dia mungkin adalah gadis biasa.”

---

Setelah Riselia meninggalkan kamarnya, Leonis duduk sendirian sejenak—tapi kemudian bayangannya mulai bergerak.

“Yang tadi itu cukup berbahaya, Magnus-dono.”

Serigala hitam besar keluar dari bayangannya. Itu adalah Blackas.

Binatang buas bermartabat itu naik ke ranjang Leonis dan mendengus sedikit.

“Mengapa kau tidak menghapus ingatan gadis itu?”

“Itu tidak perlu. Mengotak-atik pikirannya setiap kali dia mulai mencurigai sesuatu hanya akan menjadi hal yang melelahkan.”

“Hmm,” Blakcas tampak kurang yakin.

“Menulis ulang ingatan pengikutku juga akan menodai martabatku sebagai Penguasa Kegelapan,” ucap Leonis, menghela napas dan mengangkat bahunya.

“Martabatmu, ya. Jika begitu, maka aku tidak berhak mengomentari apa-apa.”

Namun pada akhirnya, Leonis tidak memberi tahu Riselia bahwa dirinya adalah Penguasa Kegelapan. Dia masih belum bisa menceritakan kebenaran itu kepadanya.

Tapi suatu hari nanti, aku akan mengungkapkan segalanya kepadanya.

Sekarang masih belum waktunya untuk itu. Ketika dia telah berhasil menempatkan reinkarnasi Roselia di bawah perlindungannya dan membangun kembali Pasukan Penguasa Kegelapan, dia akan memberitahu Riselia.

Menegakkan tubuhnya, Leonis berdehem. “Lebih penting lagi, ada sesuatu yang membuatku penasaran.”

“Apa itu?” tanya serigala hitam.

“Apa yang membantu Riselia menerjemahkan tulisan dari Necrozoa adalah buku yang dia temukan di ruang kerja ayahnya. Tapi, bagaimana Duke Crystalia yang merupakan manusia dari zaman ini mengetahui teks kuno itu?”

Prasasti pada patung itu sama sekali tidak dijelaskan dalam bahasa mati apa pun. Tulisan itu ditulis dalam huruf suci tingkat lanjut, sebuah naskah yang digunakan secara eksklusif oleh para priest yang paling bijaksana dan paling terhormat.

“Duke Crystalia mempelajari sejarah kuno, tapi apakah dia tahu atau tidak tentang legenda seputar Penguasa Kegelapan masih tidak diketahui. Sungguh disayangkan dia sudah mati...”

Wanita Suci, Tearis Resurrectia, telah dihdupkan kembali di reruntuhan Assault Garden Ketiga sebagai Void Lord, dan mengubah jiwa para ksatria yang mati menjadi roh pengembara. Namun, Leonis tidak menemukan jiwa dari Duke Crystalia ketika dia berada di sana.

Merenung, Raja Undead meletakkan tangannya ke dagunya, “Kalau saja paling tidak aku menemukan mayatnya, aku bisa membangkitkannya sebagai ghoul menggunakan necromancy...”

Satuan militer Akademi Excalibur telah menyelidi reruntuhan Assault Garden Ketiga yang setengah hancur, tapi seperitnya tidak ada mayat yang ditemukan.

“Mengesampingkan hal tersebut...,” ucap Leonis.

Terdapat masalah lain yang membebani pikirannya. Tepatnya, apa yang dilakukan Zemein, staf dari Pasukan Penguasa Kegelapan di Necrozoa?

“Zemein dan Nefakess Reizaad. Anggota Pasukan Penguasa Kegelapan yang lama tampaknya merencenakan sesuatu dari dalam bayang-bayang.”

Saat Leonis melawan Zemein di Kuil Dewi Necrozoa, pria itu berbicara tentang sebuah ramalan.

Ramalan, ya...?

Leonis tahu salah satu ramalan yang dibuat dewi Roselia adalah bahwa dia akan dilahirkan kembali di era ini. Kalau begitu, apakah ada ramalan lain?

“Di Necrozoa, Zemein mencoba membangkitkanku—sang Raja Undead. Dia mungkin berencana untuk menodaiku dengan kekuatan ketiadaan dan mengubahku menjadi Void Lord, sama seperti yang mereka lakukan pada Veira dan Enam Pahlawan.” Seandainya Riselia tidak secara tidak sengaja membuka segel yang menyegel Leonis, rencana Zemein bisa saja berhasil. “Mereka mencoba menggunakan Enam Pahlawan dan Penguasa Kegelapan untuk memenuhi tujuan mereka.”

Siapa dalang dibalik tindakan ini? Leonis menduga bahwa Iblis Dunia Bawah, Azra-Ael, adalah yang menjadi dalang sebenarnya, tapi Zemein menyangkal itu. Namun, tidak diketahui apakah Zemein berbohong atau tidak.

“Meski begitu, kematian Zemein sungguh kehilangan yang tidak menguntungkan,” ucap Leonis.

Saat Leonis sementara menginterogasi Zemein, seorang gadis bertopeng muncul dan menghancurkan pria tua itu. Karena jiwanya telah sepenuhnya dimusnahkan, bahkan untuk Leonis yang menguasai sihir kematian pun tidak bisa memanggil kembali jiwanya. Paling banter, dia bisa memanipulasi mayat Zemein seperti boneka, namun itu tidak akan memberikannya infromasi apa-apa.

Meski begitu, wanita itu mengingatkanku pada seseorang...

“Paduka...”

Bayangan di kaki Leonis mulai berombak-ombak lagi, dan kini seorang gadis dengan gaun pelayan keluar dari sana. Dia adalah Shary, pelayan pembunuh.

“Ya. Ada apa, Shary?”

“Saya datang untuk memberi laporan penting, Paduka,” ucap Shary, mencubit roknya dengan hormat.

“Oh? Apa itu?”

“Para pengikut anda dari Pasukan Serigala Iblis mulai bertindak sendiri lagi.”

“Lah, lagi...?” Leonis menghela napas dan menyentuh pelipisnya.

Pasukan Serigala Iblis adalah kelompok yang terdiri dari sisa-sisa Kedaulatan Wolves, organisasi teroris yang pernah membajak kapal pribadi keluarga kerajaan, Hyperion. Tidak termasuk Riselia yang merupakan pelayan pribadinya, mereka adalah bawahan pertama yang Leonis kumpulkan sejak dia terbangun dari statis.

Banyak beastman di dalam kelompok itu yang cukup haus darah dan impulsif, dan baru beberapa hari yang lalu, mereka menyerang fasilitas penelitian di Assault Garden Keenam, membuat mereka terjebak dalam amukan Veira.

Memang, loyalitas mereka terhadapan tuan Penguasa Kegelapan mereka tinggi, hanya saja mereka selalu menjadi sumber kekesalan bagi Leonis.

“Apa lagi yang mereka lakukan kali ini?”

“Mereka menyusp ke dermaga angkata laut dan berencana mencuri senjata.”

“...”

Tidak perlu dikatakan lagi, Leonis tidak ada memerintahkan mereka untuk melakukan itu.

“...Hadeh, menangani mereka sungguh tidak seperti memerintah undead,” ucap Leonis, menghela napas lagi.

“Apa yang harus kita lakukan, Paduka?” tanya Shary.

“Aku akan menghentikan mereka.” Leonis berdiri, mengeluarkan topeng tengkorak dari udara tipis, kemudian memakainya.

Bayangan menyelimuti seluruh tubuhnya, menyamarkan Leonis sebagai iblis tinggi yang mengenakan jubah panjang. Saat dia akan bertemu dengan Pasukan Serigala Iblis, dia akan mengambil wujud dari Penguasa Kegelapan Zol Vadis ini.

Anak lelaki berusia sepuluh tahun yang sekolah di Akademi Excalibur tidak lain hanyalah front publik Leonis. Persona bertopeng ini adalah master kegelapan yang mengendalikan Assault Garden Ketujuh dari balik layar.

---

“Kapal baru saja berlabuh di pelabuhan. Bagaimana situasi di tempatmu?”

“Tidak ada masalah. Aku sudah melumpuhkan para prajurit yang berjaga.”

“Roger. Baiklah, kita akan masuk ke gudang.”

Lena, seorang gadis dark elf, mematikan perangkat komunikasinya. Dia dan yang lainnya berada di area dermaga militer Assault Garden Ketujuh di Pelabuhan 04. Gudang senjata yang besar ini menyimpan sejumlah besar senjata dan amunisi anti-Void.

Langit cukup mendung, menutupi bulan. Namun, awan yang menggantung rendah memantulkan cahaya dari banyaknya lampu sorot, menerangi banyak hal.

Dengan senyap, beberapa bayangan yang menempel di atap turun ke tanah.

Mereka mengenakan tudung yang menutupi mata mereka dan topeng yang menutupi wajah mereka saat mereka berlari di bawah selubung kegelapan.

Mereka adalah sisa-sisa anggota dari Kedaulatan Wolves, kelompok teroris anti-kekaisaran yang sebagian besar anggotanya terdiri dari beastmen. Saat ini, mereka adalah unit operasi dari Pasukan Serigala Iblis, sebuah organisasi yang bekerja melayani Zol Vadis.

Saat mereka mendapatkan informasi bahwa sebuah kapal yang sarat dengan peralatan militer akan berlabuh, mereka berencana untuk menjarah gudang untuk memperoleh senjata dan amunisi.

Ugh, padahal aku ini pahlawan, tapi mengapa saat ini aku sembunyi-sembunyi seperti pencuri?

Berjongkok di sebelah Lena, seorang gadis berambut hijau menggembungkan pipinya karena merasa tidak senang. Dia adalah gadis muda yang cantik, dengan mata yang berwarna biru mistis. Meskipun penampilannya tampak tidak lebih tua dari anak berusia tiga belas atau empat belas tahun, suasana di sekitarnya memberikan kesan pisau yang tajam dan terasah.

Arle Kirlesio adalah pahlawan elf yang dikirim oleh Pohon Penatua. Misinya adalah untuk mengalahkan Dewi Pemberontak yang harusnya akan kembali di era ini, serta para Penguasa Kegelapan yang melayaninya

Namun selama pertarungan saat Arle dikejar oleh penjaga setempat, dia selamatkan oleh para teroris ini. Dan saat dia tinggal bersama mereka, dia mengetahui bahwa pemimin dari para teroris ini menyebut dirinya sebagai Penguasa Kegelapan.

Zol Vadis.

Itu adalah nama dari Penguasa Kegelapan yang pernah memerintah hampir seluruh dunia sebelum kemunculan Dewi Pemberontak. Setelah Dewi Pemberontak muncul, Zol Vadis dibunuh oleh pahlawan yang bernama Leonis Shealto. Arle memutuskan untuk tetap tinggal bersama Pasukan Serigala Iblis untuk menemukan identitas asli dari tuan mereka, tapi sayangnya, dia masih belum naik ke pangkat yang dapat membuatnya memiliki izin untuk bertemu dengannya.

Jadi, untuk tujuannya itu, dia harus membuktikan kekuatannya dan masuk ke lingkaran dalam organisasi.

“Rencana ini adalah idemu sendiri, kan?” tanyanya pada Lena. “Penguasa Kegelapan—maksudku, Yang Mulia—beliau tidak memerintahkanmu untuk melakukan ini, kan?”

“Ya, ini ideku.” Angguk Lena, entah mengapa dia merasa bangga “Yang Mulia pernah bilang, ‘Aku menginginkan loyalitas dari bawahanku, tetapi bukan jenis loyalitas yang sama seperti sekeleton atau zombie miliki.’ Dengan kata lain, Yang Mulia ingin kita untuk berpikir dan bertindak sendiri.”

Sambil mengacungkan jari telunjuknya, Lena menjelaskan itu dengan bangga.

“Itulah sebabnya kita melakukan ini, gadis elf,” tambah salah satu beastmen.

Kelihatannya, semua anggota Pasukan Serigala Iblis benar-benar setia pada Penguasa Kegelapan ini.

Arle menundukkan kepalanya dan diam-diam merapal mantra penglihatan malam. Dia bisa melihat kendaraan yang mengangkut peti kemas besar ke dalam gudang.

Boom, boom, boooooooooooom!

Tiba-tiba, serangkaian ledakan yang bergemuruh mengguncang udara. Itu adalah distraksi yang disebabkan oleh detasemen lain dari Pasukan Serigala Iblis.

“Ayo pergi, Arle!” Ucap Lena, antusias.

“…Ya, baiklah,” jawab Arle dengan lesu, sambil meletakkan tangannya pada pedang Arc Seven yang dia bawa.

Di bawah selubung malam, lima bayangan melompat dari satu atap ke atap berikutnya.

Stamina para beastmen sangat mengesankan.

Seribu tahun yang lalu, mayoritas beastmen bersatu di bawah perintah salah satu Penguasa Kegelapan, Gazoth Grand Beast. Para beastmen pada zaman itu bertarung dengan fisik yang kuat dan cakar yang tajam, menimbulkan ketakutan pada sekutu kerajaan. Dan sepertinya, kemampuan fisik mereka yang luar biasa masih terus bertahan hingga zaman ini.

Arle menendang pijakannya dan melompat di depan para beastmen.

“Mundur. Aku akan mengurus para penjaga.”

“Hah?! Hei, pemula, apa kau bernat memonopoli semua pujian?” salah satu beastman berkepala singa raksasa menggeram padanya.

“Tidak, aku sama sekali tidak ada niatan begitu.”

“Sudah cukup, biarkan saja dia,” ucap Lena dengan tenang, meredakan kemarahan beastman itu. “Ini kesempatan yang bagus untuk melihat kemampuannya.”

“...Baiklah kalau kau bilang begitu,” ucap beastmen berkepala singa itu.

“Sekarang cukup bicaranya. Arle, tunjukkan pada kami apa yang bisa dilakukan oleh pendekar pedang elf.”

“Baiklah,” jawab Arle, menghunus pedangnya dan turun dari atap gudang.

Seorang penjaga yang mengenakan kacamata penglihatan malam berbalik menghadapnya, mengarahkan senapan anti-Voidnya ke arahnya.

“A-Apa?! Siapa kau?!”

Namun sayang, Arle sudah selesai merapal mantranya. “Wahai para roh tidur, bisikkanlah lagu pengantar tidur kalian—Tidur!”

Uap mana menutupi area itu, melumpuhkan semua penjaga di depannya.

“Penyusup…, minta—”

Beberapa dari mereka yang berpatroli mampu menolak mantra tidur dan mencoba meminta bantuan, namun pedang Arle sudah melesat sebelum mereka sempat melakukan itu. Pedangnya melesat di udara dengan kecepatan yang lebih cepat daripada suara para penjaga, menebas mereka satu per satu. Tentunya, Arle hanya menggunakan sisi tumpul dari senjatanya. Dia mendaratkan pukulan kering yang membuat para penjaga pingsan.

Sebelumnya Arle telah merapalkan mantra penumpul pedang di Arc Seven-nya, untuk memastikan bahwa dia bisa mengakhiri ini tanpa harus menimbulkan pertumpahan darah yang tidak perlu.

Tapi tetap saja, ini bukan sesuatu yang harusnya dilakukan seorang pahlawan, pikirnya, dengan hati yang penuh rasa bersalah dan membenci diri sendiri.

Apa yang akan Pohon Penatuan pikirkan di kampung halamannya jika mengetahui hal ini? Dan yang lebih penting, apa yang gurunya, Pendekar Pedang dari Enam Pahlawan, akan pikirkan?

“Aku terkejut.” Lena mendarat di belakangnya dan bersiul terkesan. “Kamu benar-benar mengatasi mereka semua sendiran.”

“Apakah dengan ini sekarang aku akan diterima sebagai bawahan dekatnya Yang Mulia?”

“Masih belum,” ucap Lena, menggelengkan kepalanya,

Melihat itu, Arle hanya mengangkat bahunya.

“Tampaknya tak satu pun dari para penjaga ini menggunakan Pedang Suci.”

“Mereka tidak memiliki elit tempur anti-Void yang menjaga gudang,” jawab Lena.

Arle kemudian berdiri di depan sekat khusus gudang besar.

“Membuka ini adalah bagianku.” Lenak melangkah maju dan meretas terminal. “Aku akan membuka kunci pintunya.”

“Itu tidak perlu,” ucap Arle.

“Hah?”

Pedang Arle melesat, dan sekat kokoh di depannya terbelah dua dan jatuh.

“...Apa?!” Lena terkejut tak percaya. Yang lainnya pun juga sama terkejutnya sepertinya. “Mustahil. Ini adalah pintu baja mithril khusus kelas militer loh! Ini pintu yang dibuat untuk menahan serangan Void!”

“Orichalcum pun dapat ditembus dengan mudah oleh pedang ini,” gumam Arle singkat, kemudian dia melangkah masuk ke dalam gudang. “Ayo pergi.”

Kontainer barang yang tak terhitung jumlahnya membentuk barisan tinggi di dalamnya. Tempat itu gelap, namun penglihatan malam para beastmen kemungkinan akan membuat tugas pemuatan berjalan dengan lancar.

“Kontainer mana yang ada senjatanya?” tanya Arle. “Kita tidak bisa mengambil semuanya.”

“Kami tidak tahu. Untuk saat ini, kita hanya harus membukanya satu-satu dan mencarinya,” jawab Lena.

Mendengar jawaban itu, Arle memberikan tatapan putus asa.

“Raaaaaa!” Seorang manusia beruang kekar mengayunkan cakarnya, merobek sisi kontainer hingga terbuka.

“Hehehe, sekarang ayo kita lihat harta apa yang kita miliki di peti ini…,” ucap manusia beruang saat merobek dinding kontainer. “Hah? Tunggu… Apa ini?”

“Ada apa, Bertuma?” tanya Lena, sambil mendekat.

“…Tunggu!” Seru Arle. Terkejut oleh perasaan yang tidak menyenangkan, dia segera meraih bahu Lena dan menarik dark elf itu mundur. Tidak lama setelah dia melakukan itu, suara memekakkan, layaknya buah yang dihancurkan, memenuhi gudang.

“…?!”

Kepala manusia beruang muda itu menghilang. Anggota tubuhnya menjuntai lemas saat tubuhnya yang tak bernyawa terlempar tinggi ke udara.

“Apa… Bertuma…!”

R-riiiiiiiiiiip!

Dinding kontainer robek dari dalam, dan suara yang mengerikan bergema. Sesuatu yang muncul dari dalamnya adalah humanoid. Siluet hitam dari sesuatu itu memiliki anggota tubuh yang memanjang.

A-Apa ini…?!

Menurut penilaian Arle, itu menyerupai seorang ksatria dengan armor lengkap. Mata merah tampak bercahaya dari dalam helmnya, dan miasma hitam keluar dari sela-sela armornya.

“Bukankah itu salah satu pakaian pelindung tempur anti-Void yang digunakan di daerah kutub?” seru Lena saat dia mengambil posisi bertarung.

“Nyonya bos, apa itu salah satu senjata yang harus kita curi?” tanya seorang beastman saat dia juga mengambil posisi bertarung.

“Jadi ada seseorang di dalam benda itu?” tanya beastmen lain.

“Itu tidak penting lagi, tidak setelah dia membunuh Bertuma,” ucap beastman berkepala singa, mengayunkan cakarnya ke atas. “Bunuh dia!”

“Shaz, berhenti!” seru Lena, tapi beastmen itu sudah menerkam musuh berlapis baja itu.

Vaaaaaaaaaaaah...!

Armor itu meledak dari dalam, dan sejumlah besar uap minyak dimuntahkan dari dalamnya. Sesuatu muncul dalam kegelapan, dan setelah melihat sekilas dari bentuknya—

“A-Apa...?!”

“He-Hei, bukankah itu...?!”

—Suara para beastmen yang ada di situ sontak diwarnai rasa takut. Seekor monster merayap keluar dari dalam armor. Kepalanya bengkak secara tidak wajar, dan gigi yang tak terhitung jumlahnya menonjol di seluruh anggota tubuhnya.

Saat monster itu berdiri, miasma berputar di sekitar tubuhnya.

“…Void.” Arle menyipitkan matanya.

Void adalah musuh umat manusia, bahkan mungkin seluruh planet. Mereka tiba-tiba muncul beberapa dekade yang lalu, hampir seribu tahun setelah waktu dari mana pahlawan elf itu berasal. Makhluk itu bukanlah monster dari Pasukan Penguasa Kegelapan, juga bukan iblis. Void adalah makhluk tak dikenal yang tidak pernah ada di dunia lama.

“Hei, apa yang sebenarnya terjadi di sini?! Apa mereka menyelundupkan Void ke kota ini ?!“

“Itu tidak mungkin—”

Para beastmen itu bingung.

Seorang manusia harimau yang tidak sabaran menembakkan senapan mesinnya. “Bajingan, aku akan meledakkanmu!”

Sayangnya, kulit yang seperti armor dari Void itu menangkis peluru dengan mudah.

“Ini buruk, itu sama sekali tidak melukainya!”

“Senjata konvensional tidak berguna melawan Void!” tegur Lena.

Void itu mengayunkan lengannya, memberika kejutan pukulan yang cukup kuat untuk membelah manusia harimau yang menyerangnya menjadi dua.

“…!”

“Monster itu berbahaya! Lari!” Memegang Pedang Suci Crozax  di tangannya, Arle melangkah maju.

Dia sudah pernah melawan monster yang seperti ini di kota yang hancur. Spesimen yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda, namun manusia dan beastmen tidak berdaya melawan bahkan yang terkecil dari mereka.

Void meraung dan mengangkat lengannya lagi.

“Angin yang tidak menyenangkan…!”

Sebuah penghalang udara yang kuat menyelimuti Arle saat dia melangkah maju, pedangnya berkilauan saat melengkung, memotong lengan Void. Miasma gelap berhamburan ke kegelapan di sekitarnya seperti darah.

“Arle!” teriak Lena mengejar rekan sesama elfnya.

“Aku akan menangani ini,” jawab Arle sambil menebas monster itu lagi. “Kamu pimpinlah semua orang keluar dari sini.”

“Para dark elf di Darkwood tidak akan pernah meninggalkan rekan mereka!” seru Lena.

“Maaf karena harus mengatakan ini, tapi yang akan kau lakukan hanya akan menghalangiku. Aku tidak akan bisa bertarung kalau aku harus khawatir melindungimu,” ucap Arle dengan singkat. “Tapi sebagai gantinya, jika aku bisa keluar dari sini, lantik aku ke dalam lingkaran dalam Yang Mulia!”

Menggigit bibirnya, Lena menganggukkan kepalanya. “Tch, baiklah! Hanya saja, jangan lakukan sesuatu yang gila. Semuaya, kita mundur! Arle akan menahan musuh!”

“Y-Ya...”

Dengan para beastmen mengikut di belakangnya, Lena menuju pintu keluar gudang.

Aku benar-benar terlalu berhati lembut untuk kebaikanku sendiri. Pahlawan elf itu menghela napas saat dia menebas Void yang menyerangnya.

Dia tidak lah memiliki kewajiban untuk menyelamatkan bawahan dari Penguasa Kegelapan, namun...,

Aku sedikit memiliki hutang padang mereka.

Secara khusus, Arle merasa berhutang pada Lena. Kalau saja dulu gadis dark elf itu tidak datang membantunya, Arle mungkin akan mati kelaparan di gang belakang. Seribu tahun yang lalu, elf dan dark elf adalah musuh yang tidak dapat didamaikan, jadi fakta bahwa dark elf membantunya terasa tidak biasa hingga hampir mustahil untuk dipercaya.

“Maju sini, monster,” Arle mengejek musuhnya, mengangkat Pedang Pemotong Iblis, Crozax. “Kau akan merasakan teknik pedang yang diturunkan langsung kepadaku oleh Pendekar Pedang dari Enam Pahlawan!”

Dengan teriakan itu, dia memotong Void di hadapannya hingga bersih. Namun, tidak lama setelah dia melakukan itu, telinganya yang panjang menangkap suara berfrekuensi tinggi yang melengking.

Teriakan Perang.

Itu adalah kemampuan Void yang memungkinkan mereka untuk memaksa sisa-sisa dari Sarang mereka untuk menetas.

Itu merupakan pengetetahuan dasar tentang Void, dan setiap siswa Akademi Excalibur pasi mengetahuinya. Namun, Arle, yang baru saja terbangun di era ini, tidak mengetahui arti dari suara tersebut.

“A-Apa?!”

Dan saat berikutnya...

Krak, krak, krak, krak...!

Semua kontainer pecah sekaligus, dan lebih banyak Void muncul dari dalamnya.

“I-Ini buruk...!’

Sekali lagi dipenuhi dengan rasa takut yang luar biasa, Arle berbalik untuk melihat sejumlah monster merayap dari peti-peti yang ditumpuk di dekat pintu masuk.

Jumlah mereka terlalu banyak!

Tatapan mata merah yang tak terhitung jumlahnya bersinar di malam hari bagaikan will-o’-the-wisp..., dan menyerangnya sekaligus.

[Catatan Penerjemah: Will-o’-the-wisp adalah cahaya yang menyerupai hantu yang kadang terlihat pada malam hari atau saat senja di atas rawa-rawa.]

Vaaaaaaaaah!

Arle mengayungkan Pedang Pemotong Iblis, memotong kepala Void pertama yang mendekatinya. Void-Void lain tidak terganggu sedikit pun dengan hal itu, dan terus lanjut menerjang Arle.

“Ini tidak mungkin..., aku...!”

Pada saat itu, dari suatu tempat yang tak terlihat, kilatan petir menembus kegelapan—

Eh?

—dan tengkorak Void terbang ke udara. Kilatan petir putih melesat di lantai, meninggalkan aroma samar ozon di belakangnya. Sesesok kecil pun kemudian mendarat di lantai dengan ketukan lembut dari sepatunya. Dia berdiri mengenakan pakaian putih yang indah, dengan rambut berwarna biru yang menggertakkan.

Dia adalah gadis ramping yang memegang katana yang berselimutkan petir.

---

“Apa ini? Kupikir aku merasakan kehadiran Void di sini…,” ucap gadis itu, mengerutkan alisnya yang indah.

Dia ‘kan…! Mata Arle terbelalak kaget.

Elf itu kenal dengan orang yang menyelamatkannya. Dia adalah salah satu siswi Akademi Excalibur yang pernah bertarung bersama Arle di kota yang hancur. Arle memiliki penilaian yang sangat tinggi tentang gadis muda itu, soalnya mereka berdua telah saling bersilangan pedang dalam pertempuran. Dia tidak bisa mengingat nama belakangnya, tetapi nama depannya adalah...

Aku yakin, dia Sakuya...

Wanita muda dengan pedang petir itu juga sepertinya mengenali Arle.

“Kamu ‘kan..., elf yang kami temui di Assault Garden Ketiga? Kamu ngapain di sini?”

“E-Erm...”

Tidak mungkin Arle bisa mengatakan bahwa dia di sini untuk membantu teroris menjarah senjata.

“A-Ayo kalahkan monster-monster ini terlebih dahulu!” serunya, mengarahkan pedangnya ke Void yang mengelilingi mereka.

Sakuya mengangkat bahunya. “Kau benar,” jawabnya, mengangkat senjatanya dan pindah ke sisi Arle. “Void humanoid sangat cerdas. Jangan lengah.”

“...Aku mengerti.”

Arle hanya pernah sekali bertarung bersama dengan Sakuya sebelumnya, namun dia tahu bahwa gadis berambut biru itu sangat berbakat dan terampil. Jike mereka bekerja sama, mereka memiliki kesempatan untuk bertahan hidup. Sakuya dan Arle pun menyelaraskan napas mereka dan bergerak bersamaan.

“Aaaaaaah!”

“Ayo, Raikirimaru!”

Begitu Sakuya maju selangkah, percikan petir beterbangan. Dia berlari ke depan, menyerbu ke jantung formasi Void. Melihat aksi Sakuya dari sudut matanya, Arle menunjukkan ekspresi terkejut.

Dia tidak bisa mengikuti gerakannya. Apa yang bisa Arle lihat hanyalah kilatan listrik yang melintasi kegelapan.

Apa ini kekuatannya yang sesungguhnya?!

Menyelubungi pedangnya dengan petir hanyalah efek sampingan dari kekuatan Sakuya. Kemampuan sesungguhnya dari Pedang Sucinya adalah akselerasi yang terus-menerus.

“Angin, dengarkan panggilanku dan lepaskan kekuatanmu—Winde Rotso!”

Angin yang setajam silet membelah ruangan. Manta sihir fae tingkat kedua itu memotong lengan Void.

“Hyaaa!”

Arle kemudian mengayunkan Pedang Pemotong Iblis-nya ke bawah, mengisi pedangnya dengan mana. Crozax adalah salah satu dari Arc Seven, senjata yang dibuat oleh Kekuatan Cahaya untuk membunuh Para Penguasa Kegelapan. Karenanya, saat bertarung dengan musuh yang lain, bilahnya hanya setajam pedang-pedang lainnya. Itulah sebabnya Arle mengisikan mana ke dalam pedangnya.

Teriakan kematian Void bergema di gudang.

“Aku akan membuka jalan keluar. Ikuti aku!” teriak Arle pada Sakuya.

“Oh. kalau begitu kau bisa pergi sendiri. Aku akan tinggal di sini dan memusnahkan Void-Void ini.”

“…?! Apa yang kamu katakan?! Jumlah mereka terlalu banyak!”

“Aku adalah pendekar pedang dari Anggrek Sakura. Aku tidak akan pernah melarikan diri dari Void.”

“…Hah?!”

Perasaan haus darah yang tajam dan berbahaya memancar dari tubuh Sakuya saat dia membunuh Void lainnya.

“Kamu serius mau  tinggal?!”

“Kau lebih baik pergi. Setiap kali aku melawan Void, aku biasanya kehilangan pandangan tentang apa yang ada di sekitarku.”

Katana Sakuya melesat bak petir dari langit, merobek kontainer logam. Saat dia bergerak, pakaian putihnya berkibar-kibar, membuatnya tampak seperti prajurit iblis yang gila.

Apa-Apaan dengan gadis ini…? Apa dia semacam orang bar-bar?!

Namun demikian, Arle hanya punya sedikit waktu untuk merenungkan gagasan itu. Telinga sensitifnya berkedut. Semacam monster raksasa merayap keluar dari kontainer yang telah dihancurkan Sakuya.

Vwooooooooooohm!

Monster itu meledakkan atap dari gudang besar.

Grrrrrrrrrrrr…!”

Void bipedal raksasa berdiri di hadapan kedua gadis itu.

“Void juga ada yang sebesar itu...?!” Syok terlihat jelas di wajah Arle.
 
“Itu Void kelas Ogre.” Sakuya berbalik menghadap ke elf muda itu. “Kalau monster itu mencapi daerah perkotaan, itu akan menjadi bencana besar.”

“Kamu berniat mengalahkan monster itu?”

“Harus kuakui melawannya sendirian akan sulit,” jawab Sakuya dengan seringai gigih sambil mengangkat Raikirimaru. “Namun, yang perlu kulakukan hanyalah mengulur waktu sampai satu militer anti-Void akademi tiba.”

Mendengar itu, Arle menganggukkan kepalanya. “...Aku mengerti.” Sebagai pahlawan, dia tidak bisa membiarkan monster itu mencapai warga sipil.

JIka kami hanya harus mengulur waktu, kami seharusnya bisa...

Tapi kemudian, sesuatu yang tidak Arle duga terjadi.

“Siapa yang memberimu izin untuk membuat kekacauan di wilayahku? Mati lah, monster rendahan.”

Vrooooooooooooooooom!

Bola api yang mengamuk menghujani Void raksasa. Pilar api merah meletus sehingga tidak ada hal lain di sekitarnya yang terlihat.

“Apa…?!”

“…?!”

Arle dan Sakuya sama-sama menjadi kaku saat melihat adegan itu.

“Apa-apan yang barusan itu... ?!”

Mereka berdua mendongak, dan di sana mereka melihat sesuatu.

Iblis, mengenakan jubah hitam pekat, sedang menatap ke bawah dengan penuh keangkuhan.

---

Api merah menerangi malam saat suara sirene meraung melintasi dermaga. Mantra tingkat kelima Leonis, Gelombang Neraka, adalah sihir api dengan area efek yang luas, mampu mereduksi tulang troll menjadi abu.

Mengapa ada Void di sini? Leonis mengangkat alisnya di balik topeng Penguasa Kegelapannya.

Karena laporan yang Shary berikan, dia datang ke sini untuk menghentikan Pasukan Serigala Iblis dari operasi mereka yang sembrono dan tidak dibawah perintahnya. Namun, dia justru menemukan Void mengamuk di tempat ini.

Untuk saat ini, dia memutuskan untuk menghilangkan makhluk-makhluk yang merusak pemandangan itu.

Tapi mengesampingkan soal itu, kedua orang ini...

Leonis mendeteksi adanya dua sosok yang tidak asing di antara reruntuhan. Salah satunya adalah Arle Kirlesio, pahlawan elf. Kehadiran pahlawan elf itu di sini bukanlah sesuatu yang begitu mengejutkan bagi Leonis. Bagaimanapun juga, dia sudah tahu bahwa, untuk entah alasan apa, gadis itu saat ini adalah bagian dari Pasukan Serigala Iblis. Besar kemungkinkan tujuannya adalah untuk membunuh Penguasa Kegelapan yang memimpin mereka.

Kehadiran sosok lain lah yang lebih membuatnya penasaran.

Apa yang Sakuya lakukan di sini?

Mencengkeram pedang suci di tangannya, Sakuya memelototi Leonis. Dan saat anak lelaki itu menatap balik Sakuya dengan ekspresi bingung yang terlindungi oleh topengnya...

“Siapa kamu?” tanya Sakuya dengan nada yang meski terdengar tentang, namun mengguncang udara karena ada rasa permusuhan yang terkandung di dalamnya.

Dia tidak terlihat seperti dirinya yang biasanya. Matanya penuh dengan rasa dingin yang menakutkan.

A-apa yang harus kulakukan sekarang? Mencoba menemukan solusi yang tepat di situasi ini, Leonis dengan panik bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tidak, aku harus tenang, toh mereka tidak tahu aku siapa.

Saat ini, Leonis tidak terlihat seperti seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun, tetapi makhluk gelap yang memimpin kota ini secara rahasia—Penguasa Kegelapan Zol Vadis. Jubah Ilusi yang dia curi dari iblis kuno memungkinkannya untuk mengubah penampilannya dan membingungkan bagaimana orang lain memandangnya. Penyamarannya tidak akan mudah diketahui.

Dalam hal ini…

“Aku adalah Penguasa Kegelapan Zol Vadis,” seru Leonis kepada kedua gadis itu saat jubahnya berkibar. “Sosok yang memerintah kota ini dari bayang-bayang!”

“…A…Apa?!” teriak Arle, telinganya berkedut dalam keterkejutan. “Kau adalah…, Penguasa Kegelapan…?”

“Kau memerintah kota ini dari bayang-bayang ?!” ulang Sakuya, suaranya penuh dengan kemarahan yang anggun.

“Ya. Assault Garden Ketujuh telah menjadi wilayahku,” ucap Leonis dan mengacungkan tangannya dengan megah.

Dia tidak keberatan untuk menyatakan tetang dirinya sebanyak itu. Lagipula menyebutkan nama Penguasa Kegelapan bukanlah pemikiran yang buruk baginya.

“…Jadi itu kamu? Orang yang menyelundupkan Void-Void ini ke kota?”

“Apa yang kau bicarakan?” Leonis merengut.

Menyelundupkan adalah cara yang menarik untuk mengatakan bahwa itulah alasan mengapa Void-Void ini muncul. Leonis tadinya berpikir bahwa Void-Void ini muncul dari retakan di udara.

“Apa kau menyiratkan bahwa aku memanggil Void-Void ini untuk melenyapkannya sendiri?” tanya Leonis.

Mendengar itu, Sakuya sedikit goyah. “Urgh…”

“Makhluk-makhluk tercela ini tidak lain adalah musuhku,” jelas Leonis, memerintah kedua gadis itu dari atas. “Assault Garden Ketujuh adalah milikku dan pasukanku. Aku tidak akan membiarkan monster berongga ini melakukan apa pun yang mereka inginkan di wilayahku.”

Arle berniat meraih Pedang Pemotong Iblis-nya, tapi kemudian dia menghentikan dirinya sendiri. Dia sadar bahwa menantang Penguasa Kegelapan di sini hanya akan menjadi kekalahan sepihak untuknya. Di sisi lain, Sakuya, terus menjaga matanya tertuju pada Leonis dengan Raikirimaru yang siap di tangannya.

Untungnya, deru langkah kaki yang mendekat memecah kebuntuan suasana di tempat itu.

“Sepertinya pasukan Akademi Excalibur sudah dekat…,” ucap Sakuya.

“Kuucapkan selamat tinggal pada kalian malam ini,” ucap Leonis. “Aku memiliki masalah mendesak yang harus kutangani.”

Dengan lambaian jumbahnya, Leonis pergi. Lagipula, dia punya PR yang harus dia kumpulkan besok.

“Tu-Tunggu…!” Suara Sakuya menggema di sepanjang malam, tapi Penguasa Kegelapan Zol Vadis sudah pergi.



Sebelumnya || Daftar Bab || Selanjutnya

1 Comments

Previous Post Next Post