Because I Like You Bab 143

Bab 143
Kau pasti bisa, Yuya-kun


Keluar dari lapangan, aku mencoba mengatur napasku. Babak pertama telah berakhir dengan skor imbang 1-1, dan jujur saja, aku merasa lega karena di babak pertama tadi kami tidak kalah.

“Tadi itu permainan yang bagus, Yuya-kun. Apa kau baik-baik saja?”

“Fuuu... Ya, terima kasih, Kaede-san.”

Nih, minuman untukmu, mengatakan itu, Kaede-san memberikanku minuman olahraga, dan aku langsung meminumnya dan kemudian kembali mengatur napasku. Duduk di sampingku, Shinji juga meminum minuman olahraga yang diberikan oleh Otsuki-san kepadanya. Di sisi lain, Mogi dan teman-teman yang lainnya menatap ke arahku dengan tatapan penuh dendam dan amarah, tapi aku memutuskan untuk berpura-pura tidak memperhatikan mereka.

“Kerja bagus dalam babak pertama tadi, Yoshizumi. Tampaknya anak kelas 3 memang benar-benar lawan yang kuat, ya. Apa kalian akan baik-baik saja di babak kedua nanti? Apa kalian bisa menang?”

Dengan nada suara yang terdengar khawatir, Nikaido menanyakan itu. Di sisi lain, Yui-chan tampak kelelahan, dia kenapa ya? Tapi yah, pertama-tama aku harus menjawab pertanyaannya Nikaido.

“Yah..., harus kukatakan kalau babak pertama tadi berjalan sesuai yang kami rencanakan tapi juga berjalan secara tidak terduga. Di awal-awal alur permainnya berjalan dengan baik hingga kami mampu memimpin, tapi aku tidak menyangka kalau setelah itu kami harus dipaksa bermain bertahan.”

“Yah, bahkan sebagai seorang yang amatir dalam sepak bola, aku bisa melihat bahwa kau dan Higure tidak bisa bergerak dengan bebas. Kalau keadaannya seperti ini, itu artinya...”

“Jangan ngomong ngelantur, aku, Shinji, dan teman-teman yang lain, kami semua tidak ada yang menyerah.”

Dengan nada yang keras, aku mengatakan itu pada Nikaido yang menundukan kepalanya dan membayangkan masa depan yang pesimis, lalu kemudian menepuk kepalanya dengan kasar. Apa yang kulakukan ini membuat Nikaido hendak memberikan protes kepadaku, tapi dengan tetap menjaga suaraku terdengarmceria, aku kembali berbicara:

“Yah, lihat saja nanti, kami pasti akan menampilkan permainan yang gemilang dan  menang. Jadi, jangan terlihat seperti akan menangis seperti itu.”

“Hah?! K-Kau ini ngomong apaan sih, Yoshizumi? Aku gak terlihat seperti akan menangis!!”

“Ya, ya, terserah apa katamu aja lah!  Untuk sekarang, aku mau cuci muka dan kembali menghimpun semangatku.”

Berdiri dari kursiku, aku pergi ke tempat cuci tangan di tepi lapangan sendirian. Aku tidak yakin apakah orang-orang akan berpikir aku sengaja mau pergi dari situ atau tidak, tapi tetap saja, aku tidak bisa membiarkan teman-teman yang lain melihat ekspresiku.

Tadi aku mengatakan pada Nikaido bahwa kami pasti akan menang, tapi jujur saja, peluang kami untuk bisa menang hanyalah sedikit. Awalnya aku bisa mencetak gol dengan cepat berkat bantuan Shinji, tapi setelah itu, bahkan Shinji tidak bisa menyentuh bola dengan benar, sampai pada titik dimana bola akan direbut darinya sebelum dia bisa menyentuh bola. Dan dengan dia yang tidak bisa mendapatkan bola, itu sudah sama saja dengan akhir dari serangan kami.

Di lain sisi, pihak lawan terus-menerus meluncurkan gelombang serangan, sampai-sampai mereka mencurahkan cukup banyak pemain untuk menyerang. Kami tidak menyerah untuk mencoba melakukan serangan balik, tapi na’asnya, bertahan agar tidak ditelan oleh ombak serangan yang datang bergulung-gulung saja kami sudah harus berusaha mati-matian. Sampai seserius itulah bagaimana Sugitani-senpai dan teman-temannya dalam menghadapi kami.

Sial, aku tidak boleh seperti ini. Aku tidak boleh pesimis. Aku harus menguatkan tekadku. Bahkan Kaede-san dan Nikaido tidak menyerah saat mereka menghadapi kesulitan, bukan? Itu sebabnya, aku tidak boleh menjadi pesimis karena situasi ini.

Dengan pemikiran tersebut, aku mencuci mukaku dan menghimpun semangatku, tapi sesaat setelahnya, aku teringat kalau aku tidak punya handuk untuk mengelap mukaku.

“——Nih, handuk untukmu.”

“T-Terima kasih..., eh, Kaede-san? Kok kamu ada di sini?”

Aku menerima handuk itu secara setengah tidak sadar, tapi aku tidak menyangka kalau yang memberikannya adalah Kaede-san. Aku senang dia membawakanku handuk kemari, tapi sebenarnya aku tidak mau dia datang ke sini. Bagaimanapun juga, aku tidak ingin membuat dia melihat sisi diriku yang lemah——

“Gak apa-apa. Hanya untuk saat ini, kau bisa menunjukkan sisi lemahmu padaku.”

“...Eh?”

Buset dah!! Kupikir aku telah menyembunyikannya dengan sempurna, tapi aku tidak menyangka kalau Kaede-san menyadarinya.

“Apa kau pikir aku tidak akan sadar kalau kau memaksakan dirimu untuk bersikap ceria? Kalau kau memang berpikir begitu, maka itu artinya kau meremehkanku, Yuya-kun. Jadi, kau harus dihukum!”

“D-Dihukum? Erm... bisakah kau mengampuniku?”

“Tidak! Kau harus dihukum karena meskipun kau kewalahan, tapi kau mencoba menyembunyikan segala sesuatunya seorang diri! Sekarang, cepat tundukkan kepalamu!”
 
Didesak oleh Kaede-san, dengan enggan aku menundukkan kepalaku, layaknya seorang ksatria yang membungkuk kepada Ratu. Tapi kemudian, saat aku merasa gugup tentang apa yang akan dia lakukan kepadaku, dengan lembut, dia mengelus kepalaku dengan tangannya yang hangat.

“Kau pasti bisa, Yuya-kun. Aku telah melihat kau berlatih keras setiap hari, jadi aku yakin kau pasti bisa. Percayalah pada dirimu sendiri, dan kau harus tahu..., bahwa kau tidaklah sendirian.”

Dengan nada yang menegur serta menghibur, Kaede-san terus membelai kepalaku saat dia masih lanjut berbicara.

“Aku, Ai-chan, Akiho-chan, Yui-chan, kami semua mendukung kalian. Higure-kun, Mogi-kun, dan teman-teman yang lain juga semuanya belum menyerah. Karenanya, aku percaya, kau pasti akan bisa memberikan yang terbaik.”

“Kaede-san...”

“Itu sebabnya, jangan jadi pesimis, kau pasti bisa. Tapi kalau kau masih punya kecemasan di dalam hatimu, maka..., yah, kurasa aku harus menggantung wortel?”

Menggantung wortel? Apa maksudnya? Tapi saat aku hendak bertanya balik padanya, Kaede-san mendekatkan wajahnya ke telingaku dan berbisik manis.

“Kalau kau menang..., aku akan menyembuhkanmu sampai pada titik dimana tubuh dan pikiranmu menjadi rusak.”

“K-Kaede-san..., hal itu..., erm..., kau serius?”

“Fufufu, ya, aku serius. Makanya, Yuya-kun..., lakukanlah yang terbaik.”

Saat Kaede-san menjauhi telingaku setelah dia mengatakan itu, kulihat wajahnya merah cerah sampai ke bagian telinganya. Astaga~, dia yang berpikir telah berhasil merayuku dengan suaranya yang menggoda tapi sebenarnya dia merasa malu dan memaksakan dirinya itu benar-benar imut. Aku sampai merasa ingin memeluknya sekarang juga, tapi untuk saat ini aku menahan diri.

“Terima kasih, Kaede-san. Terlepas dari hadiah yang kau janjikan, tapi kata-katamu telah memberiku semangat dan keberanian.”

“Baguslah kalau begitu. Baiklah, sekarang ayo cepat kembali. Babak kedua akan dimulai sebentar lagi loh?”

“Kau benar. Baiklah!!! Sekarang aku sudah merasa seperti aku bisa melakukan apa saja!”

Bagiku, aku ini orangnya simpel, selama aku mendapatkan dukungan dan dorongan dari Kaede-san, apalagi kalau ada janji diberikan hadiah jika menang, maka aku akan langsung memiliki energi seratus kali lebih banyak. Dan tentunya, sekalipun hadiah yang dia katakan itu adalah candaan semata untuk menghiburku, hasilnya masih tetap akan sama.

“Aku tidak bercanda, tau? Aku benar-benar serius akan memberikanmu hadiah kalau kamu memang.”

Dan dengan begitu, babak kedua pertempuran yang dimana aku tidak boleh sampai kalah pun dimulai.



close

6 Comments

Previous Post Next Post