[LN] Saijo no Osewa Volume 1 - Bab 2 Bagian 2

Bab 2 Bagian 2
Akademi Kekaisaran


“Ku~ha...”

Berendam di dalam bak mandi, Hinako mengeluarkan suara yang terdengar aneh.

Saat ini, sosoknya dibalutkan oleh pakaian renang jenis bikini berwarna putih.

“...Jadi pakai pakaian renang, ya.”

“Nn, kau barusan bilang apa...?”

“Aku tidak bilang apa-apa.”

Aku terkejut saat tadi dia mengajakku untuk pergi mandi bersamanya, tapi ternyata, itu adalah ajakan dengan kondisi dimana kami mengenakan pakaian renang. Sepertinya sejak awal dia sudah berniat mengajakku, soalnya baju renang untukku sudah disiapkan di ruang ganti.

“Yah..., dengan ukuran kamar mandi yang sebesar ini, aku bisa mengerti mengapa kau ingin memasukinya dengan orang lain.”

Bagaimanapun juga, mandi sendirian di kamar mandi sebesar ini pasti rasanya sepi.

“Hmm..., ini sangat nyaman.” gumam Hinako, sambil dengan ringan meregangkan tubuhnya.

Gerakannya itu terlihat sangat seksi. Wajahnya yang ceria diwarnai dengan warna merah cerah, dan ada air yang menetes-netes dari rambut kuning halusnya.

“...Ada apa, Itsuki?”

Mungkin bingung dengan aku yang hanya diam saja, jadi Hinako membungkuk dan menatap wajahku saat dia duduk.

“...Ti-Tidak ada apa-apa.” jawabku, sambil mengalihkan pandanganku dari penampakan kulit putih bersihnya.

Tenang. —Tenang , Tenang, Tenang.

Aku berusaha sebaik mungkin untuk tidak memandangnya sebagai lawan jenis, tapi meski aku berpikir begitu, Hinako masih tetap anggota lawan jenis yang memiliki rupa sangat cantik. Kalau aku sampai lengah sedikit saja, nafsuku sebagai pria yang sehat akan  menghancurkan pekerjaanku sebagai pengurus.

Untuk mengubah suasana hatiku, aku merogoh kertas-kertas yang telah kusisihkan. Dalam diam, aku membaca dokumen yang kutempatkan di dalam plastik bening supaya itu tidak basah.

“Apa itu?”

“Ini profil dari teman-teman sekelas kita. Shizune-san menyuruhku untuk mengingat semua profil mereka.”

Dokumen-dokumen tersebut berisi profil rinci dari siswa-siswi Kelas 2A. Aku kurang lebih sudah mengetahui profilnya Taisho dan Asahi-san, tapi tampaknya siswa-siswi lain juga merupakan pewaris perusahaan besar dan kerabat politisi terkenal.

“Ngomong-ngomong, Hinako, apa di kelas kau punya orang yang sangat akrab denganmu?”

“Tidak ada.” jawabnya, dengan suara lembut yang biasa.

“Begitukah? Bukannya kau itu dikelilingi oleh berbagai orang di dalam kelas.”

“Memang benar..., tapi tidak ada yang bisa disebut sebagai sahabat.”

Jadi lebih seperti teman, tapi tidak bisa di sebut sebagai sahabat, ya.

Meskipun aku baru satu hari menghadiri akademi, kurang lebih aku mengerti tentang situasi yang dihadapi Hinako. Baik atau buruk, Hinako adalah keberadaan yang mengambang di Akademi Kekaisaran. Saat di dalam kelas, Hinako di ajak bicara oleh banyak orang, tapi jika dilihat dari sudut pandang lain, mereka terkadang lebih seperti teman daripada sahabat.

“Hinako, tidakkah kau punya pemikiran untuk memiliki seorang sahabat?”

“Hmm............” tidak seperti biasanya, Hinako berpikir sedikit lebih lama. “...Dirimu saja sudah cukup kok.”

Yah, akan kuanggap perkataannya itu sebagai suatu kepercayaan yang kuat terhadapku.

Saat aku merasakan sedikit senang, dengan perlahan, Hinako berdiri dari bak mandi. Dia kemudian mendekatiku, lalu duduk membelakangiku.

“Cucikan rambutku.”

“......Hah?” Terrhadap Hinako yang menoleh ke arahku, aku hanya bisa memiringkan kepalaku. “K-Kau ‘kan bisa mencucinya sendiri.”

“...Biasanya Shizune yang akan mencucikan rambutku.”

Justru karena itu, bukankah sekarang lebih baik kau belajar mencucinya sendiri?

Terhadapnya yang seperti itu, aku menghela napas kecil. Yah, lagian Hinako ini memang benar-benar seorang Ojou-sama

“Apa kau punya bintik-bintik gatal?”

“Tidak ada...”

Aku mengoleskan sampo dan kemudian mencuci rambut Hinako. Ini adalah pertama kalinya aku mencuci rambut seorang wanita, jadi ingin tahu, apakah yang kulakukan ini benar seperti ini...?

Ngomong-ngomong, Hinako bilang kalau dia selalu mencuci rambutnya sambil berendam di bak mandi. Dan setelah seelsai, semua air panas dalam jumlah besar yang tertampung di bak mandi akan dibuang begitu saja. Nah, karena aku ini miskin, aku jadi bertanya-tanya bukankah ini adalah pemborosan dalam tagihan air?

“...Mu~” Saat aku mencuci rambutnya, Hinako mengeluarkan desahan kecil. “Rasanya gerah..., Ini menghalangi saja.”

Mengatakan itu, Hinako meraih punggungnya dan kemudian berniat melepas bikininya.

“Ap—!?”

Sontak, tanganku yang mencuci rambutnya langsung berhenti.

“Ka-Kau! Apa yang kau lakukan! Jangan lepasin pakaian renangmu!”

“Habisnya rasanya gerah... Lagian itu ‘kan aneh kalau mandi kok malah pakai pakaian renang...”

“Sejak awal pria dan wanita yang mandi sama-sama itu saja sudah aneh, tau!”

Terlepas dari kata-kata yang kulontarkan itu, Ojou-sama ini masih tetap tidak mau mengerti.

“Selain itu, aku mengenakan pakaian renang karena Shizune terus memaksaku untuk mengenakannya.”

Dengan perasaan yang terkesan seperti merasa kesal, Hinako meraih bagian bawah pakaian renangnya. Tingkahnya yang benar-benar tanpa pertahanan itu sekali lagi mengalihkan pemikiran rasionalku——

“......Eh, tunggu sebentar.” Kayaknya aku baru saja mendengar kalimat yang tidak boleh kulewatkan, “...Apa Shizune-san tahu mengenai kita yang mandi bareng?”

“Mm.” Hinako mengangguk kecil.

Kemudian, aku menyadarinya. Aku bertanya-tanya, mengapa sampai sekarang aku tidak menyadarinya. Saat ini, pintu kamar mandi terbuka sekitar 5 mm. Melalui celah yang kecil itu—tatapan yang dipenuhi dengan niat membunuh tertuju ke arahku.

“Whoa...!?”

Merasakan ketakutan yang luar biasa, tubuhku sontak tersentak.

Itu adalah Shizune-san, sudah sejak kapan dia mengawasi kami?

Saat aku meneteskan keringat dingin akibat merasakan hasrat membunuh yang begitu kuat, pintu kamar mandi terbuka sedikit lagi dan memperlihatkan wajah Shizune-san seutuhnya. Dalam diam, Shizune-san mendesakku untuk terus mencuci rambut Hinako.

“Mmm..., itu geli.”

“Aah, maaf,”

Entah bagaimana, aku berhasil menekan kegelisahanku dan terus mencuci rambut Hinako. Kemudian, aku memanjangkan shower yang ada di samping, lalu membilas sampo yang ada di rambutnya

“A-Aku sudah selesai mencucinya...”

Padahal sekarang aku lagi mandi, tapi seluruh tubuhku bersimbah keringat dingin.

“Terima kasih... aku akan menjadikan ini rutinitas harian kita.”

“Eh.”

“Setiap malam, cucikan rambutku ya.”

Setelah mengatakan itu, Hinako berdiri dan pergi ke ruang ganti.

Tunggu sebentar..., apa itu berarti, mulai sekarang aku harus merasakan kengerian ini setiap malam?

Kemudian, seolah menggantikan Hinako, Shizune–san masuk ke kamar mandi. Tatapannya terlihat sangat dingin.

“Terima kasih atas kerja kerasmu, Itsuki-san.”

“B-Begitu juga denganmu...., Erm, sejak kapan kau mengawasi kami?”

“Sejak awal.”

“Sejak awal, ya...”

Itu artinya, dia melihatku yang merasakan perasaan tidak bermoral saat sedang melihat Hinako.

“Di ruang ganti aku sudah menyiapkan baju ganti untukmu, kau bisa menggunakannya saat kau selesai mandi.”

“Ah, iya. Terima kasih banyak.”

“Dan juga—” mengatakan itu, Shizune meletakkan botol yang berisikan sesuatu seperti obat di sampingku. “Jika kedepannya kau memiliki perasan yang tidak bermoral terhadap Ojou-sama, harap untuk meminum obat ini.”

“Apa ini......?”

“Ini adalah obat yang akan dengan sengaja menyebabkan efek DE, dengan menggunakan efek samping antidepresan dan antikonvulsan. Yah, sederhananya..., ini adalah obat yang akan membuat itu tidak akan bisa berdiri tegak.”

“Hiiiii!?”

Kalau aku sampai meminum sesuatu seperti itu, aku akan menjadi pelayan perempuan.

Aku gemetaran saat melihat punggung Shizune-san yang meninggalkan obat itu dan keluar dari kamar mandi.

 

Hari kedua kehidupan sekolahku di akademi.

Berganti ke seragam olahraga, kami para siswa berkumpul di gedung olahraga yang besar.

“Hari ini kita akan bermain bulu tangkis.” seru guru wanita yang bertanggung jawab atas pelajaran PJOK.

Di Akademi Kekaisaran, sekolah yang menghasilkan pengusaha dan politisi di masa depan, juga memiliki mata pelajaran PJOK. Sama seperti di SMA yang kuhadiri sebelumnya, mapel ini dilangsungkan kepada dua kelas secara bersamaan dan dibagi antara anak laki-laki dan perempuan. Saat ini, siswa-siswi dari Kelas 2A dan Kelas 2B berkumpul di gedung olahraga.

“Untuk perempuan, kalian bisa menggunakan sisi timur gedung, dan untuk laki-laki, kalian bisa menggunakan sisi barat gedung.”

“Baiklah, anak laki-laki, ayo kita pindah sekarang.”

Mengatakan itu, guru laki-laki yang bertanggung jawab atas pelajaran PJOK membimbing kami siswa laki-laki untuk segera berpindah tempat.

Dibandingkan dengan semua pelajaran yang sampai saat ini kulalui, aku merasa jauh lebih santai. Soalnya, baik itu sekolah swasta yang bergengsi ataupun SMA umum yang biasa-biasa saja, konten pembelajaran dalam mapel PJOK pasti akan hampir sama.

“Tomonari. Seperti yang kuduga, kau memiliki tubuh yang sangat baik.”

“Yah..., soalnya kadang-kadang aku melatih tubuhku.”

Sambil berjalan, aku mengobrol ringan dengan Taisho yang ada di sampingku. Kenyataannya, tubuhku yang seperti ini dilatih oleh pekerjaan sambilan yang membutuhkan kekuatan fisik. Tentunya, sekarang aku sudah keluar dari pekerjaan seperti itu, tapi sekarang, Shizune-san memberikanku pelajaran bela diri. Aku tidak berpikir bahwa aku akan kesulitan dalam hal yang berhubungan dengan olahraga.

“Tapi tetap saja, gedung olahraga ini besar sekali, ya?”

“Yah, karena luasnya sekitaran 3000 meter persegi, kurasa itu memang cukup besar untuk sekadar gedung olahraga.”

Alih-alih gedung olahraga, ini lebih seperti aula besar untuk pengadaan acara atau pesta.

“Setelah selesai melakukan pemanasan, kita akan melakukan reli terlebih dahulu.”

Setelah melakukan pemanasan dan berlari tiga lap di tepi lapangan, latihan bulu tangkis segera dimulai.

Aku tidak tahu ini karena aku baru saja pindah ke akademi ini, tapi tampaknya, latihan bulu tangkis seperti ini sudah beberapa kali diadakan. Latihan segera menjadi lebih seperti pertandingan, lalu aku dan Taisho pergi ke tepi lapangan untuk menunggu giliran kami.

“......Fuuu.”

Berkat pelatihan dari Shizune-san, tubuhku tidak terasa kaku.

Jika itu adalah pelajaran PJOK, kupikir aku akan bisa mengikutinya dengan baik.

Ini adalah kehidupan sekolah yang sangat sulit bagiku dalam berbagai hal, tapi tampaknya, aku tidak perlu khawatir tentang masalah olahraga.

“Halo, Tomonari-kun.”

Tiba-tiba, sebuah suara memanggil namaku dari belakang. Ketika aku berbalik, di sana ada Asahi-san. Sepertinya dia merasa bosan saat menunggu gilirannya bermain bulu tangkis, jadinya, dia datang ke sini untuk menghabiskan waktu.

“Tadi aku melihatmu loh~ kau hebat juga.”

“Yah, aku tidak terlalu buruk dalam bidang olahraga. Sepertinya kau juga cukup jago dalam berolahraga, Asahi-san?”

“Oh, apa kau melihatku? Seperti yang kau katakan Tomonari-kun, aku juga cukup jago dalam bidang olahraga.”

Asahi-san mengatakan itu dengan bangga, dan kemudian Taisho menanggapinya.

“Kau juga jago dalam bermain skater ‘kan, Asahi.”

“Begitulah, bagaimanapun juga aku memiliki kepercayaan diri dalam keseimbanganku. Kau sendiri, Taisho-kun, bidang olahraga apa yang kau kuasai? Golf?”

“Kalau itu mah aku sangat jago. Sejak aku masih kecil aku sering memainkannya dengan Ayahku,” seruTaisho, sambil tertawa.

Saat aku mendengarkan percakapan mereka..., aku segera merasa cemas.

“Erm..., mungkinkah, di akademi ini kita juga akan mempelajari skater dan golf?”

“Ya, kalau sudah kelas 2, kita juga akan belajar olahraga polo.”

“Po-Polo...?”

“Itu semacam olahraga berkuda. Kau nantinya akan menunggang kuda dan kemudian mengontrol bola dengan tongkat.”

[Catatan Penerjemah: Detail mengenai olahraga yang dimaksud bisa di cek di sini.]

Menunggang kuda...? Menaiki kuda saja aku tidak pernah melakukannya dalam hidupku.

Aku terlalu naif.

Kupikir aku akan bisa mengikuti pelajaran PJOK dengan baik..., tapi aku sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam golf, skater, ataupun polo. Sepertinya, aku tidak akan bisa lepas dari pelajaran yang akan diberikan oleh Shizune-san.

Menghela napas, aku melihat ke arah lapangan. Tampaknya, aku masih punya waktu sebelum giliranku tiba.

“Ngomong-ngomong, ternyata Akademi Kekaisaran juga memiliki desain yang sangat rumit untuk seragam olahraga mereka, ya?”

“Oh, tentang ini. Kudengar-dengar ini dirancang oleh salah satu alumni kita.” ucap Asahi-san, sambil menunjuk ke kerahnya.

“Begitukah?”

“Ya. Orang itu sekarang menjadi murid dari seorang perancang busana yang terkenal di dunia. Jadi menurutku, desain ini akan datang dengan harga yang lumayan dalam waktu dekat.”

Whoa, ini dunia yang sangat luar biasa. Aku merasa ingin melarikan diri dari kenyataan. Seperti yang kupikirkan, aku memang tidak pada tempatnya di Akademi Kekaisaran ini.

“Oh, itu Konohana-san.” seru Asahi-san, mengalihkan padangannya ke tengah lapangan.

Di sana, ada Hinako yang sedang memegang raket di tangannya. Saat kok terlempar ke atas, Hinako memukulnya dengan sangat kuat. Kok itu kemudian jatuh ke sudut lapangan, dan Hinako memenangkan pertandingan.

“Konohana-san..., dia tidak hanya pandai dalam belajar, dia juga jago dalam olahraga, ya.”

“Kau benar. Dirinya adalah apa yang kami para gadis juga sangat kagumi.”

Tidak hanya Taisho dan Asahi-san, siswa-siswi lain juga melihat ke arah Hinako dengan perasaan kagum.

Sebelumnya aku telah mendangar bahwa dia memiliki keterampilan yang baik dalam olahraga maupun akademis, dan tentunya, tidak ada keraguan bahwa dia memiliki kemampuan yang membuatnya pantas memiliki reputasi itu.

“Yah, jika itu adalah bidang olahraga, tidak hanya Konohana-san saja yang ahli di dalamnya.”

Mengatakan itu, Taisho mengalihkan pandangannya dari Hinako ke arah siswi lain.

“Kau benar..., Miyakojima-san juga sangat luar biasa.”

Asahi-san mengangguk, lalu memperhatikan siswi itu juga.

Seorang yang ada di ujung pandangan mereka adalah seorang siswi berambut hitam yang diikat dan tergantung sampai ke bagian pahanya.

Dibandingkan dengan Hinako, dia memiliki sosok yang ramping dan tinggi untuk seorang gadis pada umumnya. Mata dan hidungnya sama bagusnya seperti Hinako, dan kecantikannya lebih seperti kecantikan dewasa.

Dengan gerakan kaki yang ringan, gadis itu memukul balik kok dan menjatuhkannya ke lapangan lawan.

“Kau pasti tidak mengenalnya ‘kan, Tomonari-kun? Gadis itu adalah Narika Miyakojima. Meskipun tidak sampai di tingkat yang sama dengan Konohana-san, tapi di Akademi Kekaisaran ini, dia adalah orang yang cukup populer.”

“...Populer?”

“Seperti yang kau lihat, dia sangat jago dalam olahraga. Dan menurutku pribadi, dia itu lebih baik daripada Konohana-san dalam bidang tersebut. Selain itu, dia juga salah wanita yang paling cantik di akademi.”

“Cantik. ya...”

Memang benar, dia adalah wanita yang penampilannya sangat menarik dan bermartabat.

“Tapi, bagian yang paling mencolok darinya adalah...., tuh, coba kau lihat dulu.” gumam Asahi-san.

Pertandingannya selesai dan gadis itu keluar dari lapangan. Pada saat itu, dua siswi yang tadinya menonton pertandingannya menghampiri gadis tersebut.

“E-erm! Miyakojima-san. itu tadi pertandingan yang sangat baik!”

“Kau benar-benar sangat mahir ya dalam berolahraga!”

Dengan suasana yang agak canggung, kedua siswi itu mencoba berbicara dengan gadis itu. Namun, gadis itu menatap kedua siswi itu dengan tatapan yang tajam seperti pisau,

“—Apa?”

“Hiii—?! M-Maaf!”

“Ti-Tidak ada apa-apa!”

Diintimidasi oleh suara yang menakutkan, kedua siswi itu segera melarikan diri dengan wajah yang pucat pasi.

Melihat adegan itu, Asahi-san menghela napas kecil.

“Aku sebenarnya tidak ingin mengatakan ini, tapi... Miyakojima-san itu agak menakutkan. Pada dasarnya, sepanjang waktu dia akan diam dan menampilkan ekspresi yang sangat kaku.”

“Ada banyak sekali rumor tentang dia, bukan? Seperti misalnya, di balik layar dia adalah anggota dari geng motor, atau juga bahwa keluarganya adalah yakuza.” ujar Taisho.
 
“Yah, itu hanyalah rumor, dan itu sama sekali tidak perlu dipercaya... Cuman ya itu tadi, dia seperti orang yang memiliki tembok yang mengelilingnya. Sebelumnya aku sudah beberapa kali memberanikan diri untuk mencoba berbicara dengannya, tapi dia selalu menghindar dengan mengatakan [Aku punya sesuatu yang mau kulakukan.]”

“...Jadi begitu ya.”

Akademi Kekaisaran adalah sekolah dimana hanya siswa-siswi terbaik yang bisa menghadirinya. Sesuatu seperti pembulian dan diskriminasi tidak ada di akademi ini. Namun meski begitu, tampaknya masih ada beberapa orang yang terasingkan seperti gadis itu.

“Tomonari, sudah saatnya giliran kita.”

Diberitahu begitu oleh Taisho, aku menuju ke lapangan.

Dan seperti itu, pelajaran PJOK berlangsung tanpa hambatan.

 

Setelah mengganti seragam olahragaku ke seragam normal, sekarang aku dalam perjalanan kembali ke ruang kelas.

Untuk berjaga-jaga, aku menyempatkan diriku untuk mengecek situasinya Hinako. Saat ini, dia sedang berjalan sambil ditemani oleh beberapa siswi lain. Bagi dirinya, adalah suatu kewajaran untuk dikerumuni seperti itu.

Yah, kurasa selain istirahat panjang seperti istirahat makan siang, menurutku aku tidak perlu terlalu khawatir dengannya saat jeda singkat antar mapel seperti ini.

“...Ah.”

“Ada apa, Tomonari?”

“Maaf, sepertinya sepatu olahragaku ketinggalan di ruang ganti, aku mau mengambilnya dulu.”

Berpisah dari Taisho, aku kembali ke ruang ganti. Aku terlalu mengkhawatirkan Hinako sampai-sampai aku menjadi tidak peduli pada diriku sendiri.

“Oh, itu dia.”

Begitu aku membuka pintu ruang ganti, aku segera menemukan sepatu olahragaku yang terletak di atas meja. 

Nah, sekarang aku harus cepat-cepat kembali ke kelas sebelum pelajaran berikutnya dimulai.

Saat aku bergegas pergi dari ruang ganti dan keluar dari pintu——

“~?!”

“...~?!”

——Aku hampir menabrak seorang gadis.

Merasa sedikit terkejut, kami saling memandang untuk sejenak.

“Apa kau baik-baik saja?”

“Iya, maaf ya...”

Sambil meminta maaf seperti itu, aku melihat wajah gadis itu, dan—ekspresiku segera menjadi kaku.

Gadis yang berdiri di sana adalah gadis yang sebelumnya menjadi topik pembicaran, Narika Miyakojima.

“B-Baiklah, aku permisi dulu...”

Berusaha sebaik mungkin untuk bersikap secara alami, aku berbalik memunggunginya.

Aku mencoba untuk kembali ke kelasku secepat mungkin, tapi kemudian, gadis itu meraih lengan bajuku dan menahanku.

“Hei.” Aku bisa mendengar suara gadis itu. “Jangan-jangan..., kau adalah..., Itsuki?”

Rasa dingin dengan segera merambat di punggungku. Dengan takut-takut, aku menanggapi gadis itu.

“Ka-Kau salah orang.”

“Tidak, tidak, tidak, tidak! Kau pasti Itsuki! Aku yakin aku tidak salah, kau pasti Itsuki!”

Wajahnya tersenyum dan nada suaranya meninggi saat gadis itu menatapku dengan mata yang berbinar.

“Uuuuaaaaa..., Itsuki~!!”

Dengan air mata di sudut matanya, gadis itu mendekatiku dengan tangan yang terentang.

“Aku sangat merindukanmu~, Itsuki~!!”

“Guhe!?”

Dia memelukku dengan sangat erat.
 

 

Nah, baiklah, mari kita berbicara sedikit tentang masa lalu.

Dulu, aku pernah dirawat oleh keluarga Miyakojima.

Keuangan keluarga Tomonari selalu membara sepanjang tahunnya, dan nyatanya, orang tuaku pernah mecoba untuk bercerai. Tampaknya orang yang tidak berguna akan merasa nyaman saat bersama dengan orang yang tidak berguna, dan meskipun mereka menjalani kehidupan yang tidak berguna bersama-sama, mereka tampaknya hidup rukun satu sama lain.

Namun, saat aku berumur sepuluh tahun, pernah terjadi kekacauan masalah perceraian.

Sesuatu memicu Ayah dan Ibuku untuk mencoba mendorong alasan kemiskinan kami pada pihak lain. Kekacauan tersebut kemudian menjadi semakin parah, hingga pada tingkat yang tidak biasa bagi keluarga Tomonari. Alhasil, Ibuku memutuskan untuk pergi dari rumah, dan aku dibawa secara paksa oleh beliau.

Meskipun dia pergi dari rumah, karena Ibuku sudah tidak lagi diakui oleh keluarganya, beliau tidak memiliki tempat tujuan. Oleh karena itu, kendati mengunjungi rumah orang tuanya, Ibuku mengunjungi rumah kerabatnya.

Dan kerabat itu adalah—keluarga Miyakojima.

Aku kemudian mengetahui bahwa Nenek dari pihak Ibuku adalah putri dari keluarga Miyakojima. Namun, sama seperti Ibuku, Nenekku menjalani kehidupan yang tidak berguna dan tidak pernah mengambil alih keluarga Miyakojima, dan akhirnya, dia menjadi tidak diakui.

Namun, Ibuku beriskeras mengatakan “Yang tidak diakui adalah Ibuku, bukan aku!!” dan dengan paksa menyatakan diri sebagai kerabat dari keluarga Miyakojima, Anehnya, rencananya itu berhasil dengan sempurna.

Dengan demikian, saat aku berumur sepuluh tahun, aku tiba-tiba dibawa ke sebuah rumah mewah bergaya Jepang dan disambut sebagai tamu keluarga Miyakojima.

Namun, kami adalah adalah tamu yang tak diundang. Keluarga Miyakojima dengan jelas melihat ibuku sebagai pengganggu, begitu pula denganku yang merupakan putranya. Aku masih ingat dengan jelas tatapan dingin yang kuterima pada saat itu.

Dan di hari kedua aku tinggal di rumah Keluarga Miyakojima, aku bertemu dengan Narika Miyakojima.

“Si-Siapa kau?!”

Di dalam dojo, gadis itu tengah mengayunkan pedang bambu. Aku sangat penasaran untuk melihatnya, jadinya secara refleks aku mendekatinya. Tapi, gadis itu segera membentakku.

“E-Erm, aku Itsuki Tomonari. Sudah sejak kemarin aku menginap di sini dan merepotkan kalian.”

Aku tidak tahu apa-apa tentang etiket, tapi aku melakukan yang terbaik untuk bersikap sopan dengan caraku sendiri.

Namun, gadis itu menajamkan tatapan matanya.

“Dengarkan aku, Itsuki! Aku membenci orang yang tidak berguna!”

“Iya.”

“Aku sudah mendengar banyak hal tentang kalian dari para pelayan! Di rumah ini, kalian tidak melakukan apa-apa dan taunya cuman makan saja!”

“......Iya.”

Aku terkejut dikatai seperti itu oleh lawan jenis yang seusia denganku. Tapi meski begitu, memang seperti itulah kenyataannya.

“Untuk itu, aku akan memberimu pekerjaan! Mulai sekarang, kau akan menjadi pengurusku!”

“......Eh?”

Terhadap gadis yang mengatakan itu dengan penuh rasa bangga, aku memiringkan kepalaku. Aku tidak tahu aku harus mengurus apa, tapi..., pada intinya, aku adalah orang yang numpang di rumah orang lain. Jika aku diberi pekerjaan, aku tidak punya pilihan selain menerimanya.

Sejak saat itu, aku hampir selalu bersama gadis itu selama aku tinggal di keluarga Miyakojima. Setiap harinya, ada lebih dari sepuluh kali gadis itu akan memanggilku.

“Uwaaa?! Itsukiiiii! Di kamarku ada serangga!?”

“Ya, ya, aku akan mengusirnya sekarang.”

Atas perintah dari gadis itu, aku mengusir sesuatu yang berwarna hitam dan bisa terbang itu keluar dari kamar.

“Uwaaaaaa! Istsukiiii?! Ayahku marahin aku?!”

“Ya, ya, itu pasti sulit  ya.”

Aku mengelus-ngelus kepala gadis yang menangis itu untuk menenangkannya.

Ayah gadis itu kemudian memelototiku dengan sangat tajam, dan sebenarnya, saat itu aku ingin menangis lebih keras daripada gadis itu.

“Itsuki..., kau ini lebih kuat daripadaku ya.”

“Begitukah?”

"Ya. Soalnya, tidak sepertiku, kau tidak menangis ketika melihat serangga, dan kau tidak merasa takut ketika orang dewasa memarahimu."

Ada hari-hari ketika itu sangat berisik, dan ada hari-hari ketika gadis itu mengeluarkan suara lembut.

Sekarang setelah aku memikirkannya, aku yakin gadis itu pasti menginginkan seseorang untuk dapat terus berada di sisinya. Sebagai satu-satunya putri dari keluarga Miyakojima, dia tidak memiliki siapapun yang dapat dia curahkan segala hal tentang kelemahannya.

Dia adalah gadis yang kuat, namun, itu hanya kuat dalam artian fisik, tidak dalam artian mental. Misalnya, pada usia sepuluh tahun, dia sudah menguasai kendo seperti orang dewasa lainnya. Namun, kondisi mentalnya kurang dari anak-anak seusianya.

“Hei, Itsuki. Kau tahu, sebagai wanita dari keluarga Miyakojima..., aku harus menjadi orang yang kuat.” Dengan ekspresi yang muram, gadis itu berbicara kepadaku. “Tapi, aku tidak memiliki keberanian.”

“Keberanian?”

“Iya, padahal aku sudah berusia sepuluh tahun..., tapi aku tidak berani utnuk pergi keluar rumah sendirian.”

Aku mendengar bahwa gadis itu terpaksa menjalani kehidupan yang terlalu protektif sebagai putri dari keluarga Miyakojima. Sejak usia dini, dia telah diajari bahwa segala sesuatu yang ada di luar rumah itu berbahaya, dan akibatnya dia menjadi takut akan keadaan di luar rumah. Namun, saat dia pergi ke sekolah dengan naik mobil, dia melihat teman sekelasnya pergi ke sekolah sendirian, yang membuatnya jadi merasa iri kepada temannya itu.

“Kalau begitu, apa kau ingin mencoba untuk pergi keluar bersamaku?”

“......Eh?”

“Kupikir kalau cuman di sekitaran sini saja tidak akan apa-apa.”

Bagiku yang dibesarkan di keluarga yang biasa-biasa saja, dunia luar sudah tidak asing lagi bagiku. Dengan pemikiran itu, aku meraih tangan gadis itu dan pergi keluar dari mansion.

“Luar biasa!”

Gadis itu menjadi bersemangat. Sepertinya, ini adalah pertama kalinya dia berada di luar rumah tanpa adanya orang dewasa.

“Luar biasa! Luar biasa, luar biasa, luar biasa! Aku bebas!”

Meskipun itu hanyalah jalanan biasa, gadis itu berjalan dengan tangan yang terentang seolah-olah dia sedang berada di taman bunga.

“Hei, Itsuki! Itu apa?!

“Itu toko jajanan. Apa kau ingin masuk ke dalamnya?”

“Iya!”

Untungnya, aku punya sedikit uang receh, jadi aku membelikan gadis itu beberapa jajanan murah.

Sejujurnya, selama berada di mansion, aku merasa tidak nyaman karena tiap harinya terus menerima tatapan dingin dari pelayan. Karenanya, aku juga merasa sangat senang bisa berada di luar seperti ini.

“Itsuki, ini apa!?”

“Itu Umaibo.”

“Ini enak sekali!”

“Yah, namanya juga umaibo.”

Gadis itu memakan jajanan berbentuk tongkat dengan ekspresi penasaran di wajahnya.

[Catatan Penerjemah: Enak (Umai), dan yang dimakan adalah Umaibo [Umai (enak) + bo (tongkat), jadinya Tongkat yang Enak. Ups, mikirnya jangan kemana-mana ya tod!]

Aku yang membawa gadis itu untuk pergi keluar dari rumah berlanjut selama beberapa hari. Dia bilang Ayahnya akan marah jika beliau tahu kalau dia keluar tanpa izin, jadinya, kami terus menyelinap keluar dari mansion tanpa ditemukan oleh para pelayan dan menghabiskan waktu dengan sebentar di luar agar tidak terlihat mencurigakan.

Tapi—tidak butuh waktu yang lama, kami yang bermain-main di luar rumah itu segera ketahuan.

Aku dimarahi dengan kasar oleh Ayah gadis itu.

“Bagaimana kau akan bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada Narika!! Meskipun kau itu masih anak-anak, aku tidak akan memaafkanmu kalau kau sampai merayu putriku!! Keluar dari sini sekarang juga!”

Saat itu, aku tidak bisa memahaminya, tapi aku tahu bahwa aku seharusnya tidak membawa putri dari keluarga Miyakojima keluar rumah begitu saja. Alhasil, aku dan Ibuku diusir dari kediaman Miyakojima karena aku bertanggung jawab membahayakan gadis itu.

Sejak awal, mereka memang sudah bermaksud untuk mengusir kami dalam waktu dekat. Para pelayan dengan cepat mengemasi barang-barang kami, dan aku serta Ibuku dengan mudah diusir dari mansion.

“Itsukiiii!!”

Saat aku pergi, gadis itu meneriakkan namaku sambil menangis.

“Aku, Aku pasti akan menjadi lebih kuat!”

Itulah kata-kata terakhir yang kudengar dari gadis itu.

 

Dan saat ini, gadis itu adalah siswi yang sekarang berdiri di depanku, Narika Miyakojima.

Dengan kata lain, aku dan Narika Miyakojima adalah sepupu dua kali.

“Itsuki! Itsuki, Itsuki, Itsuki! Aku sangat merindukanmu!!”

“...Ya, ya.”

Sambil mengelus kepala Narika yang memelukku, aku dengan tenang melihat ke sekeliling. Untungnya, di koridor ini tidak ada orang lain lagi selain kami. Kalau sampai ada yang melihat adegan ini, segala sesuatunya pasti akan berakhir dengan aku dituduh melakukan pelecehan seksual pada hari kedua aku pindah di akademi ini.

“Narika, untuk sekarang tenanglah dulu. Bagaimana jika ada orang yang melihat kita seperti ini?”

“Uuuuuhh..., Pinggangku keram...”

“Apa?”

“Aku terlalu senang sampai-sampai pinggangku rasanya keram...!”

[Catatan Penerjemah: 腰が抜けた (Koshi ga Nuketa), simpelnya, orang Jepang biasanya menggunakan kalimat ini ketika dalam keadaan yang sangat-sangat terkejut atau senang. Gua sebenarnya agak bingung soal nerjemahin apa yang sebenarnya di alami Narika, tapi simpelnya, kalau di game, yang dialami Narika mirip-mirip kayak kena efek paralyze.]

Dengan air mata mengalir di pipinya, Narika berjongkok di tempat.

Dia ini..., sama sekali tidak menjadi lebih kuat.

 

Karena pinggangnya Narika berada dalam kondisi keram, aku buru-buru membawanya ke UKS.

“Apa guru UKS-nya lagi tidak ada...?”

Tampaknya, guru UKS sedang ada urusan lain di suatu tempat.

Karenanya, aku berinisiatif mendekati tempat tidur dan mendudukkan Narika di sana.

Setelah itu, karena tidak ada lagi yang bisa kulakukan di sini, ajdi aku mencoba untuk kembali ke kelasku, tapi...

“Ughh, tunggu..., jangan tinggalkan aku sendirian...”

“...Ya, ya.”

Dia memohon padaku dengan berlinang air mata, jadinya, aku tidak punya pilihan lain selain membolos dan menemani Narika.

Sambil berpikir, aku meletakkan tanganku di dahiku. Untungnya, sekarang adalah proses pembelajaran, dengan kata lain, saat ini Hinako harusnya sedang berada di ruang kelas. Saat dia berada di dalam kelas, Hinako akan berakting sebagai Ojou-sama yang sempurna, jadi tidak akan masalah sekalipun aku tidak berada di dekatnya.

“Itsuki, apa yang terjadi padamu setelah kau diusir dari rumahku?”

Ditanyai oleh Narika yang duduk di tempat tidur, aku menjawabnya.

“Orang tua berbaikan dan semua kekacauan di selesaikan.”

“Begitu ya, baguslah kalau begitu... Tapi setidaknya kau bisa menghubungiku ‘kan. Aku sangat khawatir tentang apa yang terjadi padamu setelah itu, tau?”

“Soal itu..., maafkan aku. Tapi meski kau bilang begitu, aku tidak mengetahui informasi kontak keluarga Miyakojima.”

“......Kau ada benarnya.”

Dan sekalipun aku bisa menghubunginya, akan sulit untuk bisa berbicara dengan Narika. Dan karena aku dan Ibuku dikucilkan oleh keluarga Miyakojima, kecil kemungkinan kalau mereka akan mau melakukan kontak dengan kami.

“Mungkin sudah terlambat untuk mengatakan ini, tapi aku mau minta maaf tentang apa yang terjadi saat kita masih kecil. Maafkan aku karena sudah membawamu keluar dari rumah begitu saja...”

“U-Untuk apa kau meminta maaf!” seru Narika, dengan nada yang tedengar panik. “Justru aku harus berterima kasih padamu, Itsuki! Jika saja saat itu kau tidak mengajakku untuk pergi keluar rumah..., aku yakin kalau aku akan tetap menjadi seorang yang lemah.”

Saat dia mengatakan itu, aku merasa sedikit bahagia.

“Bukankah sekarang kau masih lemah?”

“Ugj..., tidak, itu..., aku ‘kan masih dalam masa pelatihan...”

Narika dengan canggung memilih kata-katanya. Jika dia menjadi wanita yang kuat seperti yang dia nyatakan saat kami masih kecil, dia tidak akan dibawa ke UKS karena alasan pinggang yang keram seperti ini.

“Yah, bagaimanapun juga ayahmu adalah orang yang sangat ketat. Dia pasti tidak memberimu banyak kebebasan, bukan?”

“...Tidak, aku telah menang dari Ayahku.” seru Narika dengan singkat.

“Menang?”

“Ya. Kendo, judo, aikido, karate, dan segala macam seni bela diri, aku telah menang melawannya. Itu adalah syarat agar aku bisa lepas dari pengawasan keluarga Miyakojima... Berkat itu, aku kurang lebih telah bebas sekarang.”

“Be-Begitu ya.”

Seperti biasa, dia adalah gadis yang sangat kuat secara fisik.

“Tapi, biarpun aku telah bebas dan bisa pergi keluar rumah semauku, aku tetap merasa kesepian jika tidak ada orang yang menemaniku di sisiku...”

Narika segera kehilangan energinya dan bergumam pada dirinya sendiri.

“Ngomong-ngomong, sepertinya di akademi ini kau telah disalahpahami dalam banyak hal ya, Narika.”

Aku teringat tentang apa yang dikatakan Taisho dan Asahi-san. Mereka mengatakan bahwa ada rumor yang menyebutkan kalau dia adalah anggota dari geng motor atau dia berasal dari keluarga yakuza. Tapi yah, Narika tidak akan mungkin melakukan sesuatu seperti itu.

“Itu benar..., semua itu adalah kesalahpahaman.”

“Kenapa hal seperti itu bisa sampai terjadi?”

Saat aku bertanya, Narika menghela nafas dalam-dalam.

“...Moto keluarga Miyakojima adalah [Jiwa yang sehat bersemayam dalam tubuh yang sehat]. Untuk alasan itu, aku telah dilatih oleh semua jenis seni bela diri sejak aku masih kecil.”

“...Kalau tidak salah, saat kita pertama kali bertemu, saat itu kau sedang berlatih kendo, kan?”

“Ya. Bisa dibilang bahwa keluarga Miyakojima adalah keluarga seni bela diri.”

Keluarga seni bela diri ya..., itu sungguh keluarga yang sangat unik.

Namun, karena aku pernah tinggal di rumah keluarga Miyakojima, aku tahu bahwa sebutan itu tidaklah berlebihan. Keluarga Miyakojima tidak hanya mendirikan dojo pribadi di mansion mereka, tapi mereka juga menjalankan dojo di samping mansion. Aku ingat bahwa aku sering mendengar teriakan murid-murid mereka saat aku masih tinggal di sana.

“Mungkin karena aku berasal dari keluarga seperti itu, aku jadi sering dianggap cukup bar-bar. Ditambah lagi, ermm, aku akan memberitahu ini karena pihak lainnya adalah kamu..., aku ini orang yang tidak pandai dalam berteman. Saat aku berdiri di depan orang lain, aku merasa gugup dan wajahku menjadi tegang. Akibatnya, aku sering disalahpahami sebagai orang yang menakutkan.”

Saat wajah Narika sedang berada pada tampilan cantik yang biasanya, tatapan matanya memang sudah terlihat tajam. Dan ketika wajahnya menjadi tegang, tatapan matanya akan terasa seperti kau sedang dipelototi dengan sinis.

“Yah..., lagipula kau memang selalu seperti itu. Meskipun sikapmu biasanya keras, tapi saat kau bermain bersama orang lain, kau selalu mudah menangis dan penakut tentang segala hal.”

“K-Kau masih mengingat sesuatu seperti..., aku jadi sedikit terluka.”

“Tapi kenyataannya memang seperti itu, kan?”

“Uggh..., kau benar.” Narika menghela napas. “P-Pada awalnya aku ingin membentuk pertemanan dan menjalani kehidupan sekolah yang menyenangkan. Cuman masalahnya aku terlalu gugup sehingga aku tidak bisa berbicara dengan baik, dan ketika aku mencoba melakukan kontak mata dengan seseorang, mereka jadi salah paham kalau aku sedang memelototi mereka..., Ta-tau-tau, aku mendapati diriku memiliki berbagai rumor yang aneh-aneh seperti aku adalah aggota gang atau yakuza..., uuugghh!!”

Itu sungguh malang. Rasanya seperti mengalami nasib buruk di antara yang terburuk dari terburuknya yang terburuk.

“Itsuki..., Apa yang harus kulakukan..., kumohon, tolong aku~...!!”

Dengan air mata berlinang, Narika memohon kepadaku. Dari apa yang kudengar sejauh ini, dia adalah gadis yang sungguh malang. Kalau aku bisa membantunya, maka aku akan melakukannya..., tapi saat itu, aku menyadari bahwa ponsel yang kuletakkan di kantong celanaku bergetar.

“M-Maaf, aku mau angkat telepon dulu sebentar.”

Aku keluar dari UKS dan mengeluarkan ponselku. Pihak lainnya adalah orang yang sudah kudaga, yaitu Shizune-san.

[Itsuki-sama, sekarang anda sedang berada dimana?]

“...Maaf. Ada murid yang sedang sakit, jadi aku membawanya ke ruang UKS.”

[Jadi begitu. Saya bertanya-tanya apa yang terjadi pada anda karena informasi lokasi anda dan Ojou-sama tidak sinkron meskipun saat ini kalian tengah dalam proses pembelajaran... Jika demikian, saya tidak akan mempermasalahkan ini.]

“Terima kasih banyak.”

[Harap kembali ke ruang kelas anda secepat mungkin. Menolong orang lain memang suatu hal yang baik, tapi harap jangan melaupakan pekerjaan anda sebagai pengurus.]

“Aku mengerti.”

Kupikir aku akan kena teguran, tapi itu adalah pertukaran yang sedikit antiklimaks. Tapi yang terpenting..., apa aku juga memiliki pemancar?

Ahhh, terserahlah..., untuk sekarang, ayo kembali ke ruang kelas seperti yang diperintahkan.

Tapi sebelum itu, aku akan mengecek kondisi Narika untuk yang terakhir kalinya.

Saat aku membuka pintu UKS, Narika menoleh ke arahku.

“Hei, Itsuki.”

“Ada apa?”

“Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di akademi ini?”

......Nah sekarang, bagaimana aku harus menipunya?

Saat ini, posisiku di atur sebagai ‘pewaris perusahaan menengah’ dan hubunganku dengan Hinako adalah ‘kenalan melalui hubungan antara orang tua.’

Tapi..., kebohongan seperti itu tidak akan bisa memperdaya Narika. Bagaimanapun juga, dia mengetahui identitas asliku.

Sebagai pengurus, aku harus melindungi reputasi Hinako sebagai ‘Ojou-sama yang sempurna’..., jadi di sini aku harus menjawabnya dengan hati-hati.

“...Dulu aku pernah memberitahumu kalau Ibuku suka bermain judi, kan?”

“Iya, aku juga pernah mendengar banyak cerita mengerikan tentang Ibumu.”

Narika bersimpati.

“Ibuku menang besar dalam perjudian dan memperoleh cukup banyak uang. Berkat itu, aku bisa menghadiri Akademi Kekaisaran ini.”

Itu suatu kebohongan yang lumayan meskipun dipikirkan secara mendadak. Aku punya perasaan yang baik tentang itu, tapi...,

“...Kau berbohong.” ucap Narika, sambil menyipitkan matanya. “Akademi Kekaisaran bukanlah akademi yaang bisa kau masuki asalkan kau punya uang saja. Sebelum kau bisa memasuki akademi ini, akan ada pemeriksaan latar belakang yang sangat ketat. Aset yang diperoleh melalui perjudian tidak seharusnya dievaluasi.”

Begitukah... Terus bagaimana keluarga Konohana mendaftarkanku di akademi ini? Aku ingin tahu, apakah ada pintu belakang yang unik bagi mereka yang berkuasa?

“Itsuki..., kenapa kau berbohong padaku seperti itu. Apa kau memiliki suatu keadaan dimana kau tidak bisa menjelaskannya...?”

Saat suatu kebohongan terungkap, sudah sewajarnya kalau yang muncul setelahnya adalah kecurigaan.

Saat aku bersimbah keringat dingin dan merasa panik, ponsel yang kuletakkan di kantong celanaku kembali bergetar menandakan adanya panggilan masuk.

Mungkin itu adalah Shizune-san. Menilai dari jeda waktu saat dia meneleponku sebelumnya, sangat mungkin kalau dia memiliki urusan yang mendesak.

“M-Maaf..., Aku mau mengangkat telepon lagi sebentar...”

Saat aku megatakan itu dan mencoba untuk pergi.

“Tu-tunggu dulu!” Narika meraih lenganku. “Kau..., tidak akan pergi dan hilang dariku lagi, kan...?”

Dengan suara yang bergetar, Narika menanyakan itu padaku.

Saat aku melihat ekspresi sedih di wajahnya, aku merenungkan situasinya.

Begitu ya.

Aku telah membuat Narika merasa tidak nyaman. Enam tahun yang lalu, aku tiba-tiba menghilang dari kehidupan Narika. Awalnya, aku juga merasa sedih tentang hari itu..., tapi tanpa kusadari, ingatan tentang itu telah memudar di benakku dan aku berhenti mengingatnya.

Tapi Narika berbeda. Sebelum dia bertemu denganku, dia tidak pernah pergi keluar untuk bermain dengan anak-anak seusianya. Itu sebabnya, tidak sepertiku, Narika selalu mengingat hari itu, kecemasan yang dia rasakan hari itu.

“Jangan khawatir, kita akan bertemu lagi.”

“Sungguh......?”

“Ya, sungguh.”

Aku sudah menduga kalau aku akan  bisa bertemu Narika lagi di sini, tapi sejujurnya, aku senang bisa bertemu dengannya lagi. Hanya karena aku memiliki pekerjaan sebagai pengurus, bukan berarti itu mengharuskan aku untuk menghindarinya.

“K-Kalau begitu..., Elus-elus kepalaku...”

“Hah?”

“Ka-Kalau begitu..., Elus-elus kepalaku...”

“Hah?”

“P-Pas dulu kau biasa melakukan itu padaku, kan! Seperti saat aku dimarahi oleh ayahku dan di kesempatan yang lainnya...”
                        
Kalau dipikir-pikir, dulu aku memang sering mengelus kepala Narika.

Aku khawatir dengan ponselku yang telah bergetar sejak beberapa waktu yang lalu. Tapi yah, kurasa aku hanya harus melakukan apa yang dia mau dengan cepat.

“......Ya, ya.”

Saat aku mengelus kepalanya, Narika menunjukkan senyuman lembut.

“Aa..., ini rasanya benar-benar melegakan.”

“Kupikir seorang siswi Kelas 2 SMA tidak harus merasa lega saat kepalanya dielus seperti ini?”

“A-Aku tahu kok! Hanya saja, ini..., adalah kenangan yang sangat penting bagiku.... Sejujurnya, kupikir aku tidak akan bisa bertemu denganmu lagi, Itsuki.”

Seperti di masa lalu, kata-kata Narika jujur ​​dan terus terang.

Sambil merasa tidak enak terhadapnya, aku terus mengelus kepalanya.

“Maafkan aku..., telah menghilang begitu saja.”

“...Tidak apa-apa kok, lagipula sekarang kita sudah bertemu lagi seperti ini.”

Terlihat sangat lega, Narika tersenyum kepadaku.

Saat itulah, pintu ruang UKS terbuka.

“—Apa yang sedang kalian lakukan?”

Saat aku mendengar suara itu, aku berhenti mengelus kepala Narika.

Seseorang yang muncul dari bailik pintu adalah..., Hinako.

“Hina—”

“――Ko-Konohana-san!?”

Suara Narika bergema seolah-olah menenggelamkan suara yang bocor dari bibirku.

“Ke-Kenapa kau datang ke sini Konohana-san...?”

“Aku merasa tidak enak badan, jadinya aku izin untuk absen dari kelas.”

Hinako, yang berperan sebagai Ojou-sama yang sempurna, menjawab dengan acuh tak acuh. Di saat yang sama, ponselku yang sejak tadi terus bergetar sekarang telah berhenti bergetar.

Mungkinkan, tadi Shizune-san mencoba menyampaikan tentang ini?

“Kalian sendiri sedang apa di sini, Tomonari-kun, Miyakojima-san?” tanya Hinako.

Aku melirik ke arah Narika, dia benar-benar terlihtat gugup dan memiliki ekspresi yang tegang di wajahnya. ...Kurasa ini alasan mengapa orang-orang merasa takut terhadapnya. Dilihat dari sudut pandang lain, ini seperti Narika memeloti Hinako dengan tatapan yang tajam. Tapi, Hinako sepertinya tidak peduli dengan itu.

Di sini aku harus menjadi pihak yang menjawab.

“Errm..., tadi di koridor aku melihat Narika terjatuh, jadi aku membawanya ke ruang UKS.”

“Oh, jadi begitu ya..., Apa itu berarti Miyakojima-san mengalami cedera di kepalanya?”

“Kepala? Tidak, tidak ada cedera kok...”

“Begitukah? Kupikir ada cedera karena tadi kau mengelus-ngelus kepalanya.”

Nadanya terdengar sama seperti seperti biasanya, tapi aku bisa merasakan kalau ada sedikit kilatan cahaya yang tajam di matanya.

Jadi dia melihatnya, ya...

“De-Dengar dulu, Konohana-san! Aku dan Itsuki sudah saling kenal sejak lama!” seru Narika, dengan nada suara yang terkesan gugup.

“Sejak lama...?”

“Ya! Saat kami masih berumur sepuluh tahun, Itsuki pernah tinggal di rumahku...”

“......Tinggal?”

Sekilas, kupikir Hinako sempat mengerutkan keningnya. Namun, Narika sepertinya tidak menyadari itu dan memberi penegasan dengan suara keras.

“Iya! Saat itu, Itsuki selalu mengurusku!”

“Mengurusmu?”

Terjadap penjelasan Narika, Hinako mengerutkan keningnya dengan jelas. Yah, daripada disebut mengurusunya, aku hanya terus berada di sisinya, jadi aku menganggapnya lebih seperti teman bermain, tapi...,

“Aku telah banyak merepotkan Itsuki saat kami masih kecil, jadi bisa dibilang, dia adalah dermawanku. Itu sebabnya, aku senang bisa bertemu dengannya lagi seperti ini.”

“...Jadi begitu ya.” seru Hinako, memahami situasinya.

Untuk sesaat, aku merasa Hinako memiliki ekspresi yang rumit di wajahnya.

“Oh iya, Itsuki. Apa kau ingin berkunjung ke rumahku? Kau bisa datang untuk bermain kok... D-Dan juga, kalau kau mau..., aku akan senang jika kita bisa memiliki hubungan sama seperti dulu...” 

Narika mengatakan itu saat dia menatapku. Tapi, karena sekarang aku adalah pegurusnya Hinako, itu adakah sesuatu yang tidak dapat kulakukan.

“Narika, soal itu—”

“――Itu tidak mungkin, Miyakojima-san.” Sebelum aku bisa berbicara, Hinako sudah berbicara lebih dulu. “Karena, sekarang Tomonari-kun bekerja di rumahku.”

“...Eh?”

Hinako mengungkapkan itu dengan mudah.

Mataku terbuka lebar karena terkejut, sedangkan di sisi lain, Narika membuat suara-suara yang terdengar aneh.

“Hina—Konohana-san. B-Bukankah itu...,”

“Ada apa, Tomonari-kun? Kenyataannya memang seperti itu, kan?”

Itu memang benar, tapi..., bukankah itu harus dirahasiakan?

Untungnya, penjelasan mengenai aku yang bekerja untuk Keluarga Konohana tidak akan bisa mengarah pada sifat asli Hinako yang sebenarnya. Namun, jika memungkinkan, aku ingin menyembunyikan hubungan antara aku dan Hinako secara menyeluruh. Jika Narika sampai menyebutkan informasi ini, aku dan Hinako akan menjadi fokus perhatian dari semua siswa-siswi yang ada di akademi. Ini akan menjadi penghalang untuk pekerjaanku sebagai pengurus.

“A-A-Apa maksudya itu, Itsuki?! Saat ini kau bekerja di rumahnya Konohana-san...?!”

“Tidak, itu...”

Aku kebingungan dan melirik wajah Hinako. Sekalipun di sini aku menyangkalnya, itu tidak ada gunanya jika Hinako menegaskannya.

“...Yah, b-begitulah. Lebih seperti..., aku menjaganya.”

Saat aku menjawab begitu, mata Narika terbuka lebar.

“......Tidak adil.” dengan ekspresi yang kesal, Narika memeloti Hinako. “Itu tidak adil! A-Aku ‘kan juga.......! Lagipula sejak awal, Itsuki itu adalah milik—!!”

“Aku tidak tahu tentang hubungan kalian berdua di masa lalu, tapi saat ini tempat Tomonari-kun bekerja adalah rumahku.” kata Hinako, sambil menunjukkan senyum di wajahnya. “Tomonari-kun, sepertinya Miyakojima-san sudah baik-baik saja, jadi bukankah lebih baik kau kembali ke kelas sekarang juga?”

“Y-Ya..., kau benar.”

Saat ini, mungkin aku memiliki ekspresi yang sangat gugup di wajahku. Hinako kemudian melihat ke arah Narika untuk terakhir kalianya dan menundukkan kepalanya.

“Kurasa aku juga sudah merasa agak baikan sekarang, jadi aku permisi dulu.”

Hinako menutup pintu ruang UKS dengan senyum lembut khas Ojou-sama. Dari sisi lain pintu, aku bisa mendengar Narika yang mengerang, ‘Uuuuuuu...!!’

Maaf, Narika.

Sekarang, aku adalah pengurusnya Hinako. Pada dasarnya, aku tidak bisa melawan Hinako. Selain itu, ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Hinako secara pribadi.

“...Apa kau datang ke UKS untuk menemuiku?”

“Mm..., tapi karena aku akan tersesat kalau pergi sendirian, jadi aku bilang di kelas kalau aku tidak enak badan, kemudian aku diantar sampai sudah mau dekat.”

Hinako, yang berhenti berakting sebagai Ojou-sama, menganggukkan kepalanya.

“Erm, maaf. Padahal aku adalah pengurusmu, tapi aku justru tidak berada di dekatmu... Hanya saja, mengapa kau membeberkan hubungan kita tadi? Bukankah Shizune-san sudah mengatakan pada kita untuk merahasiakannnya?”

Sejujurnya, aku tidak berpikir kalau Narika akan membuat rumor untuk bersenang-senang, tapi tetap saja, ada kemungkinan seperti itu.

Berjalan di sampingku, Hinako kemudian menjawabku dengan suara yang pelan.

“...Karena aku berpikir...,”

“Eh?”

“Karena aku berpikir..., kalau aku harus memukul paku yang menonjol keluar.”

Itu jawaban yang tidak masuk akal bagiku.

Mungkinkah..., dia merasa cemburu?

...Yah, itu tidak mungkin.

Aku teringatkan akan jarak yang sampai sejauh ini kurasakan dari Hinako. Aku tidak berpikir kalau Hinako memiliki emosi yang berkembang seperti itu.

“......Itsuki” terhadapku yang memiringkan kepalaku, Hinako bertanya. “Kau..., pengurusnya siapa?”

“Itu..., tentu saja kamu, Hinako.”

“Mm..., aku senang,”

Mengatakan itu, Hinako berhenti di jalurnya dan menatapku dengan senyum puas.

“Ayo sama-sama dimarahi oleh Shizune.”

“.....Ya,” 

Aku mengangguk dan menghela nafas panjang. Kalau sudah seperti ini, omelan dari Shizune-san tidak akan bisa dihindari.

Duh, gimana nih kalau aku sampai dipecat...

 

“Kau tidak akan dipecat kok.”

Sepulang sekolah di hari aku bertemu kembali dengan Narika.

Shizune-san mengatakan itu padaku saat aku menjelaskan situasinya kepadanya di dalam perjanalan kami kembali ke mansion.

“Sejauh yang kudengar dari cerita itu, yang salah di sini tidak hanya dirimu, Itsuki-san, tapi Ojou-sama juga demikian. Faktanya, jika saja Ojou-sama tidak mengatakan sesuatu yang tidak perlu, sangat mungkin bagimu untuk dapat mengelabui gadis itu.”

“...Tapi sejak awal, ini semua gara-gara aku melakukan kontak dengan Narika.”

“Tadi Miyakojima-sama terjatuh di koridor, kan? Jika demikian, wajar saja kalau kau jadi harus melakukan kontak dengannya.”

Dari lubuk hatiku yang terdalam, aku sangat berterima kasih kepada Shizune-san. Dia adalah orang yang sangat tegas, tapi juga merupakan orang yang pengertian. Dia tidak sebegitu kejam sampai bahkan melarangku memberikan bantuan sekecil apapun hanya karena aku adalah seorang pengurus.

“Kurang lebih aku mengetahui hubungan antara dirimu dan keluarga Miyakojima, tapi kurasa..., penyeldikanku kurang teliti.”

“...Kau mengetahuinya?”

“Aku sudah tahu kalau Itsuki-san dan Miyakojima-sama adalah sepupu dua kali, tapi aku tidak tahu kalau kalian itu saling kenal... Kemungkinkan, keluarga Miyakojima sengaja menghilangkan informasi tersebut. Karena orang tua Itsuki-san diasingkan dari keluarga Miyakojima, kupikir itu untuk menghindari kesalahpahaman yang tidak perlu.”

Sebelumnya Kagen-san sempat membuat pernyataan yang seolah-olah dia tahu perihal hubungan antara keluarga Tomonari dan keluarga Miyakojima. Tampkanya informasi yang mereka dapatkan hanyalah hubungan antara keluarga kami.

“Oleh karena itu, dalam masalah kali ini aku juga harus disalahkan... Dan karena situasinya telah menjadi seperti ini, kupikir akan lebih baik untuk menjelaskan situasinya kepada Miyakojima-sama sampai batas tertentu. Pertama, jelaskan bahwa kau bekerja untuk keluarga Konohana, kemudian buat kesepatakan dengannya agar dia mau tutup mulut.”

“Aku mengerti... Kupikir tidak diberitahupun dia akan tutup mulut tentang ini, tapi aku akan tetap memberitahunya.”

Karena kepribadian yang Narika miliki, dia tidak akan menjadi orang yang menyebarkan rumor kepada orang lain. Selain itu..., Narika juga sepertinya tidak punya teman untuk diajak bicara.

“Karena pelayan tidak diperkenankan untuk menghadiri Akademi Kekaisaran, status Itsuki-san akan tetap diatur menjadi pewaris dari perusahaan menengah. Dan dengan itu, ayo kita atur bahwa perusahaan itu mengabdi kepada Keluarga Konohana... Itu melegakan bahwa sifat aslinya Ojou-sama tidak ketahuan, tapi sejujurnya, aku tidak ingin dia tahu bahwa Itsuki-san bekerja untuk keluarga Konohana. Ini bisa menjadi penghalang bagi Ojou-sama untuk menemukan seseorang yang pantas dinikahi.”

“Penghalang?”

“Ada teman sekelas yang merupakan lawan jenis tinggal dan bekerja di rumahnya. Itu bukanlah kesan yang baik bagi seorang pria.”

“...Jadi begitu.”

Sederhananya sih, itu akan mengaburkan citranya sebagai seorang wanita.

“Akademi Kekaisaran juga merupakan tempat pertemuan sosial. Jadi untuk kedepannya, mohon untuk lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan orang lain.”

Aku mengangguk ‘ya’ terhadap kata-kata Shizune-san.

“Erm..., Shizune-san. Aku ingin bertanya tentang masalah lain padamu...”

“Ada apa?”

“Erm..., boleh tidak aku pergi keluar untuk nongkrong dengan teman sekelasku?”

“Nongkrong?” tanya Shizune-san, sambil menyipitkan matanya.

“Tidak, bukan berarti aku mau bebas berkeliaran. Hanya saja, beberapa hari yang lalu ada teman sekelasku yang mengajakku untuk pergi nonkgrong bareng..., kalau aku terus-terusan menolak ajakan dari mereka, aku akan merasa tidak enak dengan mereka. Dan aku juga akan merasa buruk jika aku sama sekali tidak melakukan hubungan sosialisasi...”  

“......Kau ada benarnya.” tampak mengerti akan situasiku, Shizune-san merenung sejenak. “Baiklah, aku mengerti. Asalkan kau memberitahu kami jadwalnya lebih dulu, maka kami akan memberikan dukungan sebisa mungkin.”

“Terima kasih banyak.”

Aku tidak bermaksud meninggalkan pekerjaanku sebagai pengurus, tapi akan lebih baik untuk bersosialisai sejauh itu tidak terlalu berlebihan.

“Dan juga, aku tidak bermaksud untuk bersikap sewenang-wenang, tapi... Aku ingin agar baik Itsuki-san dan Ojou-sama merenungkan masalah ini.”

Aku langsung menganggukkan kepalaku pada kata-kata Shizune-san, tapi..., Hinako yang duduk di sampingku tidak menunjukkan respon apa-apa.

“Apa Ojou-sama tertidur?”

Mengatakan itu, Shizune-san berbalik melihat ke kursi belakang.

“Dia tidak tidur sih, cuman..., dia memelukku seperti koala.” jawabku, sambil menampilkan senyum masam.

Sejak aku masuk ke dalam mobil, Hinako sudah mencengkram tangan kananku dan menariknya ke dadanya.

“......Elus.” Hinako, yang membenamkan wajahnya di lenganku, mengatakan itu dengan suara pelan. “Elus, kepalaku...”

“......Ya, ya.”

Seperti yang dia minta, aku mulai megelus kepala Hinako.

Shizune-san menghela nafas dan kemudian berbalik melihat ke depan lagi.

 

Sesampainya di mansion, aku menerima pelajaran dari Shizune-san, mandi bersama Hinako, dan akhirnya aku menyelesaikan pekerjaanku di hari itu.

Menyeka rambutku yang sedikit basah dengan handuk, aku kembali ke kamarku.

Saat aku membuatku pintu kamar, Hinako, yang sejak beberapa waktu ini telah mengikutiku di belakangku, masuk ke kamarku dan menukik ke ranjangku.

“Setelah mandi, ranjang adalah tempat yang menyenangkan...”

“Tidak, aku mengerti perasaanmu, tapi...”

Mengapa kau malah tidur di kamarku?

“Kalau kau tidur di sini, nanti aku terpaksa harus membangunkanmu saat tengah malam loh?”

“Muu~...”

Saat aku berseru kepadanya, Hinako berguling. Rupanya, dia sudah tidur.

“...Sungguh, dia suka sekali tidur.”

Saat setelah pulang sekolah tadi dia juga tidur, dan jika dia tidur dari jam ini sampai besok pagi, itu artinya dia akan tidur selama lebih dari 12 jam. Kalau cuman kadang-kadang sih normalnya gak masalah, tapi Hinako selalu seperti ini setiap hari.

Aku meletakkan selimut di atas Hinako yang tidur di ranjangku, kemudian aku belajar sendiri sedikit lagi.

Setelah beberapa jam, aku melihat jam menunjukkan pukul 1 am, jadi aku meregangkan tubuhku dengan ringan.

“Hinako, aku juga ingin segera tidur sekarang, jadi kembalilah ke kamarmu.”

“Mm...”

Saat dia berbalik, Hinako yang sedang berbaring di ranjang menatapku.

“...Kau sudah bangun?”

“...Aku tidak bisa tidur.” ucapnya, dengan wajah tidak puas. “...Kayaknya aku sudah kebanyakan tidur.”

Sudah kuduga, bahkan seorang dirinya pun tidak akan bisa terus tidur tanpa batas.

“...Apa yang harus kulakukan?”

“Sekalipun kau menyakan itu padaku, aku sendiri gak tau?”

Dengan tangan di dahiku, aku kemudian menyingkirkan buku teks yang ada di meja belajarku ke tepi dan mengambil suatu buku tertentu.

“Di saat seperti ini, apa yang akan disarankan pada manual adalah...”

Aku membaca manual yang merincikan tentang cara untuk menangani Hinako, dan di sana, tertulis tentang apa yang harus dilakukan jika Hinako tidak bisa tidur, tapi...

“[Menyerah dan temani dia sampai subuh]..., lah? masalahnya besok aku juga harus pergi sekolah.”

Membertimbangkan nilai yang kumiliki, aku tidak ingin melewatkan pelajaran. Untuk alasan itu, sebisa mungkin aku ingin menghindari situasi dimana aku kurang tidur. Bagaimanapun juga, sulit untuk bisa mengikuti pembelajaran yang diberikan di Akdemi Kekaisaran sambil menahan kantuk.

“Entah mengapa... rasanya aku ingin mengamuk...”

“Jangan cuk.”

Dengan cepat aku melontarkan itu pada Hinako yang gatal untuk menggerakkan tubuhnya.

“Aku tidak ingin kau mengamuk, tapi..., mungkin lebih baik kau menggerakkan tubuhmu dengan ringan. Kalau kau lelah, kau mungkin akan mengantuk lagi.”

Untungnya, di kamarnya Hinako ada kamar mandi, jadi tidak akan menjadi masalah kalau dia berkeringat.

“Cuman yang jadi pertanyaannya kau harus ngapain...”

Bagaimanapun juga, akan merepotkan kalau dia sampai mengamuk,  pikirku, dan kemudian Hinako menarik ujung bajuku.

“Yuk jalan-jalan...?”

 

Meskipun Hinako ngajak jalan-jalan, tapi kami tidak bisa keluar tanpa izin, dan tentunya, Hinako juga tahu soal itu. Itulah sebabnya, apa yang Hinako sarankan adalah——

“Jadi jalan-jalan di sekitar mansion, ya? Yah, dengan ukuran yang seluas ini, kurasa itu cukup untuk memanaskan tubuh.”

“...Ya.” angguk Hinako, sambil menarik lengan bajuku.

“Tapi ngomong-ngomong..., suasana di sini cukup terasa juga, ya.”

Mansion di tengan malam dipenuhi dengan suasana yang unik. Rasanya seperti suasana di film horror, membuatku merasa seperti kami sedang melakukan uji nyali. Kendati mendapatkan keringat karena olahraga, tampaknya di sini kami akan berkeringat dingin karena rasa takut.

Tapi lebih daripada itu, pikiranku saat ini dipenuhi dengan suatu perasaan tertentu.

Ngantuk.

Tidak seperti Hinako, tadi aku berencana untuk segera tidur. Jadi jujur saja, aku terlalu malas untuk berjalan.

Tapi di sisi lain, Hinako tampaknya benar-benar terjaga dan berjalan menyusuri mansion sambil memegang lengan bajuku.

“Yang di sana itu..., mungkin ruang makan.”

“Begitukah?”

Yang di sana itu ruang kerja.

“Yang di sana itu..., ruang tamu.”

“Begitukah?”

Yang di sana itu ruang belajar.

Hinako dengan kepribadian aslinya adalah orang yang sebisa mungkin tidak ingin menggunakan kepalanya, jadi dia sering salah arah. Tapi sayangnya, saat ini aku tidak punya tenaga untuk melontarkan tsukkomi itu satu per satu.

“Issh..., Itsuki, apa kau mendengarku?”

Berhenti berjalan, Hinako menatapku,

“Maaf, aku ngantuk banget soalnya...”

“...Padahal aku sudah repot-repot mau mengajamu berkeliling loh.”

Saat dia mengatakan itu, aku merasa tidak enak kepadanya.

Kalau saja bukan karena waktu, aku akan dengan senang hati mengikutinya, tapi..., kalau kupikir-pikir lagi lagi, toh jadwalku hari ini hampir penuh sampai malam. Karenanya, kesempatan untuk berjalan-jalan di sekitar mansion berduaan dengan Hinako mungkin sangat berharga.

“Apa kau punya tempat favorit atau semacamnya?”

Sambil menanyakan itu pada Hinako, aku menggosok-gosok mataku untuk menghilangkan rasa kantukku.

“...Tempat favorit?”

“Kau tidak tinggal di kamarmu sepanjag waktu, bukan? Misalnya, saat aku menerima pelajaran dari Shizune-san, kau akan berada di mana selain di kamarmu?”

Ketika aku mengatakan itu, Hinako mengangguk kecil seolah-olah dia mengerti yang kumaksud.

“...Aku akan membawamu ke sana.”

Mengatakan itu, Hinako menarik tanganku dan kami mulai berjalan.

Sepuluh menit kemudian, setelah melalui banyak belokan, akhirnya kami sampai di tempat yang dimaksud, yaitu...

Pintu kecil di ujung koridor.

“Ini tempat favoritmu?”

“Ya..., pintu keluar mansion.”

“Lah?”

Mengapa tempat seperti ini yang menjadi tempat favoritnya...?

“Kadang-kadang..., aku menyelinap keluar dari sini dan pergi ke taman.”

“Buset dah.”

Dari kelihatannya, pintu kecil ini berada di titik buta dari bagian mansion lainnya. Itu juga jauh dari tempat para pelayan biasanya bekerja, jadi mereka jarang datang untuk bolak-balik di sektiar sini. Dan karena gerbang keluar properti terlalu jatuh, jadi cuman bisa pergi ke taman saja, dan yah, kurasa ini memang tempat yang bagus untuk menyelinap masuk dan keluar.

“Apa kau yakin memberitahukan ini padaku? Aku mungkin akan memberitahukan soal ini pada Shizune-san loh?”

“Kau bukan orang yang akan melakukan sesuatu seperti itu... Itu sebabnya, karena ini kamu, jadi aku berani memberitahukannya.” ucap Hinako, sambil tersenyum.

Kalau dia mempercayaiku sampai sejauh itu, maka sudah menjadi sifat alami dari manusia untuk menanggapi keperycaannya itu.

“Fuwa~..., aku mulai ngantuk.”

Meletakkan tangannya di mulutnya, Hinako menguap.

“Kalau gitu ayo kembali ke kamar.”

“Mm.”

Sepertinya, aktivitas fisik telah mengembalikan rasa kantuknya.

Karenanya, segera setelah Hinako memasuki kamarnya, dia segera bebaring ke ranjangnya.

“Baiklah..., sekarang aku juga harus kembali ke kamarku dan tidur.”

Menutup pintu kamar Hinako dengan pelan, aku mencoba kembali ke kamarku, tapi saat itu——

“Apa yang kau lakukan?”

“Whoa?!”

Tiba-tiba, ada seseorang yang berbicara padaku dari belakang, membuat tubuhku tersentak seketika.

Saat aku berbalik,  di sana ada Shizune-san yang memelotiku dengan tajam.

“Aku jadi merasa tidak enak kalau kau sampai seterkejut barusan.”

“M-Maaf...”

Suasana yang hening di tengah malam dan tidak adanya tanda-tanda orang di sekitar membuatku terkejut.

Cahaya bulan yang bersinar menysup masuk melalui jendela menyinari Shizune-san, dan saat aku melihat sosoknya itu, untuk beberapa saaat, aku kehilangan kata-kata.

“Ada apa?”

“Tidak, erm..., aku hanya merasa kalau ini pertama kalinya aku melihatmu tidak berbalutkan seragam pelayan, Shizune-san...”

Mode manusia super yang sempurna Shizuen tidak aktif, dan saat ini, dia mengenakan  gaun tidur dengan rambut yang tergerai.

“Apa penampilanku ini aneh?”

“Daripada di sebut aneh, penampilanmu itu terasa menyegarkan..., kau terlihat lebih kekanak-kanakan daripada biasanya...”

“Oh, jadi intinya di sini kau ngajak gelud, ya?”

“Lah, maaf, bukan begitu maksudku!”

Kurasa harusnya tadi aku mengatakan dia terlihat lebih muda. Eh tidak deh, kata-kata itu sendiri juga tidak sopan. Ah sial, gara-gara ngantuk aku tidak bisa berpikiran jernih.

“Lagian, gini-gini aku juga masih seorang mahasiswi, tau!”

“Eh, begitukah?”

“Ya. Itu sebabnya, sebut aku terlihat lebih seperti seusiamu.”

Sejak awal aku memang berpikir kalau usia Shizune-san masih muda, tapi aku tidak menyangka kalau dia masih seorang mahasiswi.

“Terus, bagaimana kabar perkuliahaanmu? Sejauh ini kulihat kau selalu bekerja di mansion.”

“Aku cuti kuliah.”

Oh begitu toh, jadi bisa ya mengambil cuti secara inisiatif di universitas.

Dalam hal ini, mungkin saja, Shizune-san sebenarnya sudah ditawari pekerjaan tertentu oleh Keluarga Konohana.

“Jadi, apa yang kau lakukan di sini di jam segini?”

“Yah, itu bukan sesuatu yang besar....”

Aku mulai menjelaskan kepadanya bahwa Hinako tidak bisa tidur dan kami habis berjalan-jalan di sekitar mansion.

“Oh, jadi begitu toh.”

“Yah, karena Hinako itu sering sekali tidur..., jadi kurasa hal semacam ini pasti sering terjadi, bukan?”

“TIdak, justru ini pertama kalinya terjadi.”

Terhadap jawaban itu, aku terkejut.

“Loh? Tapi di manual ada di sebutkan cara untuk mengatasi kasus seperti ini?”

“Sepertinya kau membaca manual yang kuberikan dengan baik. Tapi, yang disebutkan di manual itu adalah kasus ketika Ojou-sama ingin begadang. Itu bukan cara untuk mengatasi kasus ketika dia tidak bisa tidur.”

Jadi begitu, ya.

Sepertinya, siklus hidup normal Hinako tidak terlalu kacau juga.

“Jangan khawatir, kau pasti lelah, kan?”

Dengan suara yang kecil, Shizune-san bergumam.

“Sejak kau datang ke sini, dalam artian yang baik maupun buruk, Ojou-sama jadi cukup berubah.”

“...Maaf.”

“Yah, secara umum aku tidak bisa mengatakan kalau itu adalah perubahan yang buruk, jadi aku tidak berniat menyalahkanmu. Hanya saja...”

Dengan penuh pemikiran, Shizune-san kemudian kembali bergumam.

“...Kuharap Kagen-sama tidak merasa keberatan dengan ini.” gumam Shizune-san, dengan wajah yang merenung.



4 Comments

Previous Post Next Post