[LN] Saijo no Osewa Volume 3 - Bonus

Bonus
Kekalahan Hinako Konohana


“Kau ingin mengalahkan Narika?”

“Mm.”

Beberapa hari telah berlalu sejak porseni selesai.

Sore hari di hari libur, Hinako tiba-tiba menggumamkan itu padaku, yang membuatku langsung memiringkan kepalaku dan bertanya, “Apa kau masih tertanggu dengan kekalahanmu saat berlatih tenis sebelumnya?”, namun Hinako menggelengkan kepalanya.

“Narika itu tangguh loh.”

“Aku tahu... Tapi, aku ingin menang darinya,” jawab Hinako, sambil berbaring di ranjangku.

Di sisi lain, Shizune-san yang sedang menunggu di ujung ruangan tampak terkejut saat melihat Hinako yang seperti itu.

“Jarang-jarang Ojou-sama sekompetitif ini?”

“Eh, begitukah?”

Aku balik bertanya, dan Shizune-san mengangguk.

“Pada dasarnya, nilainya Ojou-sama sangat bagus, tapi itu hanya karena dia mengikuti kebijakan Keluarga Konohana, jadi jarang dia benar-benar ambisius.”

Memang sih, sifat aslinya Hinako itu sembrono seperti yang terlihat saat ini. Karenanya, sikapnya kali ini mungkin memang hal yang tidak biasa.

“Mungkinkah ada sesuatu yang membuatnya mengubah pikirannya?”

“...Yah, kurang lebih aku bisa menebaknya,” ucap Shizune-san, menatapku.

Hm, kenapa dia menatapku begitu? ...Aku tidak mengerti.

Terus terang, akan sulit bagi Hinako untuk mengalahkan Narika kecuali dia berlatih keras. Namun, Hinako yang hampir sepanjang waktu mengerjakan pekerjaan keluarga tidak memiliki banyak waktu untuk berlatih.

Meski begitu, jika memang ada peluang baginya untuk menang..., maka itu harus menjadi olahraga yang tidak dikuasai Narika.

Tapi di tempat pertama, memangnya ada olahraga yang tidak dikuasai Narika?

Yah, akan kutanyakan itu padanya lain aku bertemu dengannya.

---

Keesokan harinya.

Di akademi, aku segera memanggil Narika.

“Jadi begitulah, Narika, apa ada olahraga yang tidak kamu kuasai?”

“Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud dengan ‘jadi begitulah’..., tapi yah, ada.”

Jawaban Narika membuat mataku membelalak.

Meskipun aneh kalau aku yang mengatakan ini, tapi aku tidak berpikir kalau ada olahraga yang tidak Narika kuasai. Soalnya, aku punya kesan kalau Narika serba bisa dalam olahraga.

“Olahraga apa itu?”

“Dodgeball.”

“Dodgeball? Itu olahraga yang cukup sederhana.”

Aku tidak pernah bermain dodgeball dengan cukup serius untuk mendeskripsikannya sebagai olahraga. Seingatku, terakhir kali aku bermain dodgeball adalah ketika porseni di SMP. Namun saat masih SD, aku sering memainkannya. Itu adalah olahraga di mana kami dibagi menjadi dua tim dan melempar bola seukuran bola voli ke arah lawan kami.

Kalau dipikir-pikir, dodgeball adalah olahraga yang dirancang dengan baik. Jika outfielder merobohkan infielder, mereka bisa kembali ke lapangan, dan bahkan ada juga bentuk dodge Amerika tanpa outfielder... Saat masih kecil, aku bermain dengan polos tanpa memikirkan hal-hal seperti itu, tapi tampaknya ada aturan yang tepat untuk bisa menikmati olahraga itu dengan normal.

“Di dodgeball, kau harus melempar bola ke lawanmu, kan?  Aku tidak suka kalau ada yang melihatku dengan ekspresi yang tampak kesakitan...”

“...Begitu ya.”

Kurang lebih aku mengerti.

Dan kalau kupikir-pikir, dia ada benarnya. Dodgebal itu menyakitkan saat kau kalah. Bagaimanapun juga, itu adalah olahraga di mana kau dilempari bola oleh lawan. Apalagi, Narika memiliki kemampuan atletik yang luar biasa bahkan dari sudut pandang anak laki-laki sepertiku. Dia pasti enggan melempar bola dengan sekuat tenaga pada seorang gadis, dan kenyataannya, Narika pasti pernah ditatapi dengan ekspresi yang merasa kesakitan sebelumnya. Ekspresi pahit yang Narika tampilkan saat ini menyiratkan kisah itu secara tidak langsung.

“Narika. Sebenarnya, Konohana-san bilang ingin bertanding denganmu lagi——”

Aku segera memberitahu Narika tentang situasinya, yang Narika tanggapi dengan menganggukkan kepalanya sambil menggumamkan, “Hm, hm.”

“Tapi, dodgebal adalah olahraga yang dilakukan dengan kelompok besar. Tidak seperti tenis, agak sulit untuk melakukannya dengan hanya kita bertiga.”

“Oh iya... Kau benar juga.”

Dodgeball satu lawan satu hanya akan terasa seperti lempar tangkap. Selain itu, kemampuan atletisnya Hinako juga tidak buruk. Karenanya, pasti akan sulit untuk menyelesaikan permainannya kalau hanya satu lawan satu.

Kurasa aku harus memikrikan ide lain, atau itulah yang kupikirkan, tapi——

---

Periode keempat, pelarajan PJOK.

“Hari ini kita akan bermain dodgeball,” ucap guru PJOK, sambil memegang bola di satu tangan.

Rupanya, di Akademi Kekaisaran pun mereka juga bermain dodgeball.

Para siswa pun dibagi antara pria dan wanita dan memasuki lapangan.

Dan seolah-olah sudah diatur sebelumnya, Hinako dan Narika berada di tim yang berbeda dan saling berhadapan.

Hinako vs. Narika——percikap api yang tersebar di antara mereka berdua menarik perhatian siswa-siswi di sekitar mereka.

Kemudian, pertandingan pun dimulai.

“Haa!”

“Mm, itu lemparan yang bagus.”

Narika menangkap bola yang dilempar Hinako.

“Selanjutnya—giliranku.”

Kali ini Narika yang melempar bola, namun Hinako merunduk dengan gerakan yang lincah.

“Pergerakan itu..., aku sudah menduganya.”

“Fuun, tapi aku masih belum serius loh.”

Narika menampilkan senyum tak kenal takut pada Hinako yang percaya diri.

Melihat pertukaran sengit antara kedua gadis itu, para siswa di sekitar mereka melirik  mereka dengan penuh hormat.

...Entah mengapa ini jadi terlihat seperti manga pertempuran.

Sejak kapan tempat ini menjadi dunia manga shonen?

“Kyaa?!”

Pada saat itu, aku mendengar jeritan kecil di lapangan lain.

Saat aku menoleh ke arah jeritan itu, aku melihat Asahi-san terjatuh di tepi lapangan. Sepertinya bola yang dilempar mengenai wajahnya, soalnya dia mengusap-ngusap pipinya dan tampak kesakitan.

Kebetulan, aku berada di dekatnya, jadi aku langsung bergegas menghampirinya.

“Kau baik-baik saja, Asahi-san?”

“Ya. Aku baik-baik saja...”

Asahi-san tertawa dan berkata begitu, tapi kemudian cairan merah menetes dari hidungnya.

“Waduh... Aku mimisan.”

“Ayo pergi ke UKS.”

Aku melihat ke arah guru yang ada di dekatku, dan dia menanggukkan kepalanya. Sepertinya, tidak ada kesalahan dalam keputusanku untuk membawanya ke UKS, jadi aku memegang tangannya Asahi-san dan menariknya berdiri.

“Kau baik sekali, Tomonari-kun.”

“Ini normal.”

“Kalau kau bilang begitu, itu mengartikan kau memang sangat baik... Makasih ya.”

Asahi-san yang biasanya selalu energik mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan cara yang tidak biasa dan rendah hati. Hal itu entah mengapa membuatnya terlihat imut, yang membuatku secara tidak sadar memalingkan mukaku darinya.

“Eh? Eh? Mungkinkah, kau malu, Tomonari-kun?”

“Aku tidak malu.”

“Bohong~? Barusan, kau memalingkan mukamu, kan? Ya ‘kan, ya ‘kan?” tanya Asahi-san, menusuk-nusukku dari samping.

Asahi-san orangnya ramah pada semua orang, tapi..., di saat-saat seperti ini, aku perlu sedikit berhati-hati dengan jarak di antara kami. Jika jarak kami sedekat ini, bahkan jika itu bukan aku, anak laki-laki sehat mana pun pastinya akan merasa malu.

Aku pun membawa Asahi-san ke UKS.

Dalam perjalanan, aku merasa adanya tatapan yang tajam dari belakangku. Penasaran, aku melihat ke belakangku——

“Hiii!”

Hinako dan Narika menatap ke arahku dengan sorot mata dingin yang mengerikan. Mengapa, ya...?

---

Setelah istirahat makan siang.

“Eh? Seri?”

“Mm.”

Pada saat aku kembali ke gedung olahraga setelah membawa Asahi-san ke UKS, pertandingan antara tim Hinako dan Narika sudah berakhir. Dan ketika aku bertanya siapa yang menang dan kalah, rupanya hasilnya seri.

“Pemenangnya adalah... Asahi-san.”

Aku memiringkan kepalaku ke arah Hinako, yang memberitahuku itu dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.

=====

 

Catatan Penerjemah:

Volume 3 udah selesai. Makasih buat yang udah support saya melalui komen maupun donasi, jadi saya bisa selesain Volume 3 novel ini.

Berhubung saya belum punya Volume 4 nya, jadi Volume 4 akan saya terjemahkan secepatnya setelah saya beli novelnya.

Support saya di trakteer biar updatenya lebih cepat.



5 Comments

Previous Post Next Post