Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 6 - Bab 5

Bab 5
Penguasa Kegelapan Jalan-Jalan di Anggrek Sakura


Suatu hari, sembilan tahun yang lalu, bintang merah muncul di langit. Bintang tersebut muncul entah dari mana, tanpa alasan, atau pertanda aneh dari langit. Kekaisaran menyebut itu sebagai Bintang Malapetaka, sedangkan Anggrek Sakura menyebut itu sebagai Bintang Kemalangan.

Ketika bintang itu muncul, langit terbelah menjadi dua, dan Void keluar dari robekan besar di udara. Deru Void-Void yang dahsyat ini menyapu Anggrek Sakura, menghancurkan ibukotanya dan melahap penduduknya.

Di tengah-tengah kekacauan yang terjadi, dua gadis—satu berusia enam tahun, yang satu lagi berusia tiga belas tahun—berlari melintasi jalanan yang terbakar. Dua bersaudari itu terlihat sangat mirip, masing-masing dari mereka memiliki rambut biru yang mencolok.

“Kakak… Aku…, aku sudah tidak kuat untuk berlari!”

Sakuya kecil jatuh, berguling-guling di atas puing-puing.

“Berdiri.” Kakak perempuannya berbalik dan meraih lengannya erat-erat. “Kalau kamu tidak terus bergerak, Void akan membunuhmu.”

“Tapi memangnya ada tempat untuk kita bisa melarikan diri? Ibu dan Ayah, mereka…, mereka sudah… Nnng…”

Sakuya mengepalkan tangannya dan mulai menangis.

“Yang terkuat di tanah kita, Satuan Kenki, masih hidup. Untuk saat ini, kita harus pergi ke tempat Raiou—”

Setsura tiba-tiba menghentikan ucapannya dan melihat sekeliling. Sakuya juga mengikuti pandangan kakaknya itu dan melihat satu sosok pria. Dia adalah seorang pria tinggi, gagah dengan rambut pirang panjang. Sebuah penutup mata menutupi mata kirinya, dan dia mengenakan mantel panjang. Di tangannya, ada pedang bermata satu.

Jelas dari penampilannya itu bahwa dia bukanlah orang dari Anggrek Sakura. Yang lebih aneh lagi adalah meskipun dia berdiri di tengah-tengah pemandangan yang bagaikan neraka, ekspresinya tampak seolah-olah sama sekali tidak mempedulikan apa-apa.

“Jadi, kalian berdua adalah Pendeta Dewa Kembar.”

“…?!”

Orang asing itu mengangkat senjatanya dan mendekati mereka dengan perlahan, miasma berminyak muncul di sekujur tubuhnya. Dia memancarkan aura kehadiran mengerikan yang sama dengan monster-monster itu…

“Sakuya, lari,” teriak Setsura, merentangkan tangannya untuk melindungi adiknya. “Entah apa pun yang terjadi, setidaknya kamu harus—”

“Tidak, kakak…!”

Darah berserakan di udara bagaikan kelopak dedaunan yang jatuh dari pohon yang layu. Tubuh Setsura melayang, dan kemudian menghantam tanah dengan keras.

“Tidak… Tidaaaaaak! Kakaaaaaaaak!”

Genangan air merah terbentuk di atas batu-batu ubin yang hancur. Sakuya bergegas menghampiri kakaknya dan meraih tangannya.

“Saku…ya… Jangan ke sini… La-Lari…”

Saat Sakuya menempel pada Setsura dan terisak-isak, bayangan besar menutupinya.

“Pendeta Dewa Kembar, aku harus melenyapkan semua Elemen Dewi tanpa terkecuali.”

“...?!”

“Kau…” Penglihatan Sakuya, yang dikaburkan oleh air mata, terfokus pada monster yang menguasai dirinya. “Siapa kau? Mengapa? Mengapa kau melakukan ini pada Setsura?!”

“Ketiadaan tidak memiliki nama,” ucap pria bermata satu itu dengan nada yang dingin. “Tapi dulu… Dulu, aku dikenal sebagai Shardark.”

“Shardark…” Sakuya mengucapkan nama pria itu seperti sedang mengutuk. “Itu… Jadi itu namamu…”

Tapi apa yang dia dapatkan dari mengetahui itu? Bagaimanapun juga, hanya dalam beberapa saat lagi ketiadaan dalam bentuk manusia ini akan merenggut nyawanya.

“Jika tidak ada lagi yang ingin kau katakan, pendeta, aku akan memastikan kau mati tanpa rasa sakit.”

Dan kemudian, pria itu—monster itu—mengayunkan pedangnya ke leher Sakuya.

---

“Aaah…! Haaah, haaah…!”

Sakuya tersentak bangun di kamarnya di asrama Hraesvelgr. Baju tidurnya menempel di kulitnya yang berkeringat.

Rasanya sudah lama sejak aku memimpikan kejadian di hari itu…

Setelah menyeka dahinya, Sakuya membuka gorden. Di luar masih gelap, namun sinar matahari baru saja mulai merambah langit malam. Sakuya berdiri di depan cermin riasnya dan menanggalkan baju tidurnya.

Memandangi dirinya sendiri melalui cermin, dia merasa kalau dadanya yang sederhana kini telah tumbuh sedikit. Wajahnya yang mirip dengan mendiang kakak perempuannya balas menatapnya dari cermin. Jika Sakuya memanjangkan rambutnya, dia pasti tidak akan bisa dibedakan dari Setsura.

Apa yang harus kulakukan?

Sakuya mengenakan branya, merasakan kalau branya kini sedikit lebih ketat dari biasanya, dan menghela nafas. Satuan Kenki belum menghubunginya sejak pertama kali ia diberi peringatan. Sakuya telah mengirimkan Eika untuk mencari tempat persembunyian mereka, namun sejauh ini gadis itu belum mendapatkan hasil apa-apa.

Tentunya, Sakuya tidak berniat mengikuti rencana Satuan Kenki. Terlepas dari niat yang mereka miliki, dia tidak bisa membiarkan mereka membahayakan penduduk kota ini.

Setelah gagal melindungi Anggrek Sakura, Satuan Kenki menjadi terobsesi untuk membalas dendam.

Dan aku juga tidak ada bedanya dengan mereka, Sakuya mengingatkan dirinya sendiri dengan getir.

Bagaimanapun, tubuhnya adalah sebuah wadah, memiliki kekuatan ketiadaan yang sama dengan yang digunakan oleh monster yang dia telah bersumpah untuk taklukkan.

Andai saja aku bisa meyakinkannya…

Satuan Kenki adalah sekelompok Pengguna Pedang Suci yang kuat. Jika seorang diri saja, Sakuya tidak memiliki peluang untuk melawan mereka. Itulah sebabnya, sungguh sangat disayangkan dia gagal meyakinkan Penguasa Kegelapan untuk memberikan bantuan. Itu dikarenakan Sakuya tidak bisa menerima kondisi yang Penguasa Kegelapan itu berikan. Dia bersedia jika hanya memberikan dirinya kepada Zol Vadis, namun menyerahkan orang-orang dari Anggrek Sakura membuatnya tidak punya pilihan selain menolak.

Mungkin aku harus menganggap kalau diriku beruntung dia tidak membunuhku begitu saja saat itu.

Jika dia mau, Penguasa Kegelapan itu sepertinya bisa melakukan itu dengan mudah.

Meskipun, dia rupanya lebih lembut daripada yang kuharapkan. Atau mungkin saat itu dia sedang memikirkan hal yang lain…

Saat dia memikirkan itu, Sakuya mengenakan pakaian putih dari tanah airnya—kenang-kenangan dari saudarinya.

“Setsura, tolong... Lindungilah Anggrek Sakura.”

---

“Mm… Hwaaaah…”

Pagi-pagi sekali. Setelah mendapatkan waktu tidur yang cukup, Leonis terbangun dan menggosok-gosok matanya yang buram. Ketika dia membuka gorden dan mengintip ke luar, dia melihat Sakuya tengah berlatih dengan pedangnya.

Sudah waktunya aku bangun

Leonis bangun dari tempat tidurnya dan pergi diam-diam dari kamar agar Riselia tidak terbangun.

Yang kemarin benar-benar kecerobohan yang fatal.

Saat dia menuruni tangga, Leonis menghela nafas kecewa. Bukan masalah soal Sakuya yang membuatnya kesal, melainkan masalah soal tubuh penggantinya yang dia tinggalkan di pesta ulang tahun Tessera.

Setelah menyelesaikan masalahnya di kastil, Leonis segera kembali ke panti asuhan untuk membebaskan Dorug. Tapi selama satu jam dia tidak ada di sana, salah satu Juara Rognas itu sukses mengacaukan segalanya dengan cukup spektakuler.

Ketika Dorug diberitahu kalau orang-orang akan bernyanyi dan memberikan hadiah pada pesta perayaan ulang tahun, dia membawakan Lagu Kegelapan. Itu adalah sebuah lagu dengan lirik yang memuji Pasukan Penguasa Kegelapan. Lebih buruk lagi, dia membawakan seluruh lagu dengan sangat antusias meskipun suaranya sepenuhnya sumbang.

Hanya mengingat suasana canggung yang Leonis alami ketika dia kembali ke panti membuatnya berharap dia bisa mengubur dirinya sendiri.

“Se-Setiap orang punya sisi buruknya masing-masing kok, Leo!” ucap Riselia, jelas bermaksud untuk menghiburnya.

“Itu benar!” Regina setuju. “Ayo kapan-kapan kita pergi ke karaoke dan berlatih bersama, oke, Leo?”

“A-AKu senang kok kamu bernyanyi untukku, Leo…,” ucap Tessera dengan malu-malu.

Tetapi setiap upaya yang mereka lakukan untuk menghiburnya itu justru semakin menambahkan garam ke atas lukanya

Kebetulan, saat itu terjadi Arle sepertinya menghilang setelah makan beberapa makanan. Mungkin dia takut Riselia dan yang lainnya akan menangkap dan menginterogasinya jika dia tinggal terlalu lama di sana.

Kurasa itu adalah satu-satunya hal yang patut disyukuri dalam hal ini.

Seandainya gadis elf itu masih tetap tinggal di sana dan mendengar Dorug menyanyikan Lagu Kegelapan, itu akan mengungkap identitas Leonis yang sebenarnya.

Bajingan kau, Dorug! Aku akan mengambil kembali Medali Kematian Darah Besi yang kuberikan kepadamu atas jasamu dalam Pengepungan Zaras!

Leonis berjalan ke concourse di luar asrama. Di sana, dia bisa mendengar suara sesuatu yang memotong udara. Sedang berdiri di bawah pohon berdaun lebar buatan, dibuat untuk memurnikan air manis, adalah...

“Haaaaaa!”

Sakuya memegang Raikirimaru. Pedangnya berkelebat beberapa kali, mengiris beberapa daun yang jatuh dari dahan sebelum menyentuh tanah.

Itu cukup biasa, seiring berjalannya pelatihannya.

Namun, setelah melihatnya dengan cermat, daun-daun yang jatuh itu dipotong dengan rumit menjadi bentuk binatang dan kelopak geometris.

…Keterampilan berpedangnnya jauh melampaui Riselia.

“Siapa di sana?” tanya Sakuya, berbalik.

“Selamat pagi, Sakuya.” Leonis mendekatinya dan membungkuk dengan sopan.

“Ada apa, Leo? Tidak biasanya kau bangun sepagi ini.”

“…Ya. Sebenarnya, aku ingin meminta bantuanmu.”

“Bantuanku? Dalam hal ini, itu pasti sesuatu yang ingin kamu rahasiakan itu dari Selia…” Sakuya terdiam dan berpikir sejenak. “Apa mungkin itu sesuatu yang mesum?”

“Tidak,” jawab Leonis seketika.

Ini cewek frustrasi secara seksual atau gimana?

“Bukan, ya? Kurasa aku terlalu cepat mengambil kesimpulan.”

“Itu terlalu cepat. Erm, aku berencana membawa Tessera, temanku dari panti asuhan, ke Festival Anggrek Sakura. Aku ingin kamu memperkenalkanku ke tempat-tempat di Kota Tua, jadi aku bisa mengajaknya berkeliling.”

Ini adalah alasan bagus untuk Leonis. Tujuannya sesungguhnya adalah untuk mengumpulkan informasi tentang dewa yang disembah oleh orang-orang Anggrek Sakura. Dengan sedikit keberuntungan, itu mungkin akan memberikannya petunjuk kepada dewi yang sedang dia cari.

Selain itu, ada juga masalah soal kelompok yang Sakuya sebutkan kemarin. Leonis tidak bisa mengabaikan itu, dan dia berpikir bahwa mungkin akan lebih baik untuk menanyakan masalah itu sebagai dirinya sendiri dan bukan sebagai Penguasa Kegelapan Zol Vadis.

“Oh, jadi kau akan menonton ritual kuil?”

“Ya, kudengar di sana kamu akan tampil sebagai gadis kuil.”

“Yah, begitulah. Meskipun rasanya jadi agak memalukan saat mengatahui kamu akan menontonnya...” Sakuya menggaruk pipinya. “Tapi baiklah, aku akan mengajakmu berkeliling di sana. Lagipula aku juga berencana untuk kembali ke kediaman dan berlatih tarian.”

---

Dan begitulah, Leonis memutuskan bahwa dia dan Sakuya akan bertemu setelah sesi belajar paginya, supaya nanti Riselia tidak memarahinya.

Karena Sakuya tidak punya SIM, jadi kedua orang itu harus naik shuttle bus ke Kota Tua. Mereka turun di Stasiun Area II, kemdiian berjalan sepanjang sisa perjalanan ke sana.

“Tidakkah Selia akan mengkhawatirkanmu?”

“Tidak apa-apa. Terminalku memiliki fungsi wali yang terpasang di dalamnya, jadi dia bisa melacak keberadaanku.”

“…Begitu ya. Selia orangnya agak terlalu protektif, bukan?”

“Sangat,” jawab Leonis.

“Paduka, Paduka—” sebuah suara tiba-tiba memanggil Leonis dalam benaknya.

Dari suatu tempat, Shary sedang mengawasi Leonis. Melihat sekeliling, anak lelaki itu melihat seorang gadis dalam pakaian pelayan berdiri di atas gedung di dekatnya. Itu adalah tempat yang mencolok, namun karena Shary telah menyembunyikan hawa keberadaannya, jadi kebanyakan orang tidak akan memperhatikannya.

“Ada apa, Shary?”

“Tidak ada apa-apa, hanya saja jika anda ingin menyelidiki daerah ini, saya bisa melakukann itu untuk anda.”

...Sepertinya Shary merasa tidak nyaman mengetahui bahwa Leonis sendiri yang datang ke sini. Bahkan dari jaraknya saat ini, dia bisa melihat gadis itu membusungkan pipinya dengan cemberut tapi menggemaskan.

“Aku tidak meragukan kemampuanmu. Aku hanya berpikir bahwa ada beberapa hal yang hanya bisa aku pahami dengan melihat tempat ini sendiri,” jelas Leonis.

“…Begitu ya. Anda bijaksana seperti biasanya, Paduka,” jawab Shary dengan bijak dan membungkuk dari tempat bertenggernya di atap. “Jadi, anda ingin menemukan toko kue terbaik berdasarkan selera pribadi anda, ya.”

“Tidak, bukan itu,” Leonis tidak sengaja menjawab itu dengan keras melalui mulutnya.

“Apanya yang bukan, Leo?” Sakuya, yang berjalan di samping Leonis, menatapnya dengan ekspresi bingung.

“Oh, tidak, bukan apa-apa,” ucap Leonis, mencoba mengelak.

Tak lama, mereka sampai di gerbang menuju Kota Tua. Suasana di dalam sana terasa seperti dunia yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Memang masih ada beberapa gedung pencakar langit, namun ada lebih banyak bangunan kayu di sepanjang jalan.

“Setelah kamu masuk, kamu akan berada di area pemerintahan otonomi Anggrek Sakura,” ucap Sakuya.

Dia dan Leonis mengangkat kartu identitas mereka dan masuk.

“Apa bangunan-bangunan ini dipindahkan dari Anggrek Sakura?” tanya Leonis.

“Tidak, mereka semua dibangun di sini,” jawab Sakuya, sedih. “Ibukota Anggrek Sakura sudah benar-benar dihancurkan oleh Stampede sembilan tahun lalu. Hanya kuil dan batu pemujaan yang diselamatkan.”

Leonis menundukkan kepalanya. “…Maaf. Sudah menanyakan pertanyaan yang sensitif.”

“Ah, jangan khawatir. Untuk seorang anak yang masih kecil, kamu sangat perhatian.” Sakuya terkikik, tampak terhibur. “Sekarang, ayo pergi. Oh dan jangan lupa hati-hati, ada banyak kendaraan yang lalu-lalang…”

Sakuya meraih tangan Leonis dan menariknya.

“Sa-Sakuya, kau tidak perlu memegang tanganku.”

“Fufufu. Apa, jangan-jangan kamu malu bergandengan tangan dengan seorang gadis?”

“…Ya,” jawab Leonis, pipinya agak merah.

“Yah, kau akan segera terbiasa. Sekarang, ayo pergi.”

“Eh, tunggu—Sakuya!”

---

“Jalan utama mengarah langsung ke kuil,” ucap Sakuya sambil memandu Leonis menyusuri jalan.

Awalnya, anak lelaki itu malu tangannya di pegang oleh Sakuya di depan umum, tapi seperti yang gadis itu katakan, dengan cepat Leonis menjadi terbiasa dengan itu. Toh seorang anak laki-laki yang dituntun oleh seseorang yang lebih tua di jalan yang ramai bukanlah hal yang aneh.

…Kurasa aku hanya terlalu salah tingkah.

Sakuya terlihat seolah-olah dia sedang berjalan dengan santai, namun sebenarnya, dia telah menyesuaikan langkah kakinya agar sesuai dengan langkah Leonis. Itu menunjukkan sisi yang lebih dewasa dari wanita muda yang sebelumnya tidak dikenali Leonis dalam dirinya.

“Ada banyak sekali ya orang-orang di sini,” ucap Leonis, melihat sekeliling.

Ketika dia mengajak Ratu Naga, Veira, melihat-lihat di sekitar area hiburan Central Garden, tidak ada begitu banyak orang yang berlalu-lalang. Meski begitu, lalu lintas pejalan kaki cukup aktif. Dia melihat tidak sedikit orang yang berseragam Akademi Excalibur.

“Ya, suasana di sini jauh lebih tenang daripada di Central Garden. Di sini juga ada banyak toko umum dan toko kue, jadi ini adalah tempat yang populer.”

“…Begitu ya.”

Tidak heran Shary memberiku begitu banyak laporan tentang area ini secara khusus.

Saat mereka berjalan-jalan, Leonis memperhatikan hal lain yang mengejutkannya.

“Kebanyakan orang di sini tidak berpakaian seperti kamu.”

Pemilik-pemilik toko memang  mengenakan pakaian tradisional Anggrek Sakura, tetapi kebanyakan dari mereka yang berjalan-jalan tidak mengenakannya.

“Soalnya mayoritas orang di sini bekerja di pusat kota,” jelas Sakuya.

Ah, itu masuk akal kalau begitu.

Setelah terus bejalan di sepanjang jalan utama sebentar, Leonis dan Sakuya tiba di plaza melingkar ber-air mancur. Di depan fitur air, ada patung yang seperti serigala.

Apakah ini semacam gargoyle? Pikir Leonis. Namun, dia tidak merasakan adanya mana yang berasal dari patung tersebut, jadi itu pasti hanya patung biasa.

Memperhatikan tatapan Leonis, Sakuya berbicara, “Serigala dipuja di Anggrek Sakura sebagai binatang penjaga. Kuil di sini setidaknya memiliki dua puluh empat dari mereka.”

Dia kemudian menepuk kepala patung dengan penuh kasih sayang.

“Tidakkah patung ini mengingatkanmu pada Si Hitam Fluffymaru?” tanya Sakuya.

“Hmm…” Sejujurnya tidak, namun Leonis hanya memberikan gumaman samar untuk menanggapi. “Ngomong-ngomong, kamu kenapa menyebut anjing itu Si Hitam Fluffymaru?”

“Aku cuman suka saja menyebut hal-hal yang sangat halus sebagai Fluffymaru,” jawab Sakuya, entah mengapa mengangkat jari telunjuknya..

“Jadi kalau kamu menemukan spons…”

“Yah, aku akan menyebut itu Fluffymaru.”

“Dan jika kamu punya bantal bulu…”

“Fluffymaru juga!”

“…”

Leonis sampai pada kesimpulan bahwa yang terbaik adalah tidak terlalu memikirkan soal itu.

“Ngomong-ngomong, Leo, apa kamu lapar?”

“Ya, sedikit.”

Dia tadi sudah sarapan, tapi karena mereka sudah berjalan sebentar, jadi dia mulai merasa lapar.

Tubuh ini sangat tidak efisien.

“Karena masih terlalu dini untuk makan siang, jadi ayo kita makan camilan di toko itu, oke?” usul Sakuya.

“Ya. Tapi rahasiakan itu dari Selia, ya?”

Gadis vampir itu pasti akan memarahinya jika dia mendengar Leonis makan camilan sebelum makan siang.

“Baiklah. Itu akan menjadi rahasia kita.” Sakuya mengedipkan satu matanya dan mendekatkan jarinya ke bibirnya.

Dan dengan begitu, Leonis dan Sakuya memasuki toko kue di dekat alun-alun dan membeli kue yang disebut taiyaki. Itu merupakan salah satu kue yang disukai Shary, dan pelayan pembunuh itu sering membawakan beberapa kue itu ke Leonis sebagai suvenir dari penyelidikannya.

“Jadi kue berbentuk ikan ini aslinya dari Anggrek Sakura, ya,” ucap Leonis sambil duduk di bangku di alun-alun.

Sakuya membelah taiyakinya menjadi dua dan kemudian menawarkan yang bagian kepala ke Leonis.

“…?” Leonis menatapnya, terkejut.

“Aku kasih kamu setengah dari taiyaki rasa cokelatku, tapi kamu kasih aku setengah dari taiyaki rasa custardmu. Sepakat?”

“Oh, ya, tentu saja,” Leonis setuju, membelah taiyakinya menjadi dua dan menyerahkan bagian kepalanya ke Sakuya.

“Fufufu, aku selalu ingin mencoba keduanya bersama-sama. Bagaimanapun juga, aku tidak bisa melakukan ini jika sendirian,” ucap Sakuya, manyatukan kepala dan tubuh dari dua taiyaki yang berbeda.

“…Kau sungguh kekanak-kanakan, Sakuya,” ucap Leonis, tersenyum masam sambil menggigit taiyakinya.

Krim beraroma langsung meleleh di mulutnya.

“...Rasanya aneh mendengar itu dari anak kecil,” jawab Sakuya, sambil mengambil sedikit krim yang menempel di pipi Leonis dengan jarinya dan menjilatnya.

“…!” Pipi Leonis memerah.

“Ada apa, Leo?” Sakuya bertanya dengan eskpresi penasaran. Ketidakpekaannya membedakan ini dari godaan yang biasanya Regina lakukan padanya.

“Ngomong-ngomong, Sakuya…” Untuk mengganti topik pembicaraan, Leonis mengemukakan sesuatu yang membuatnya penasaran. “Kamu itu..., tuan putri di Anggrek Sakura, kan?”

Gadis berambut biru itu mengangkat bahunya. “… Mm. Yah, tidak lagi.”

“Aku hanya terkejut bahwa orang-orang di sekitar sini memperlakukanmu dengan normal.”

Tak satu pun dari mereka yang lewat menyapa Sakuya secara khusus, dan penjaga toko tampaknya tidak memberinya perlakuan khusus meskipun dia memiliki latar belakang keluarga kerajaan. Jika itu adalah seribu tahun yang lalu, maka hal seperti itu adalah sesuatu yang tidak terpikirkan. Sistem hierarki yang kuat jelas tidak akan membiarkannya.

“Yah, beberapa pengikut lama keluarga masih memanggilku putri, tapi saat ini kita berada di Assault Ketujuh, dan aku adalah siswa di Akademi Excalibur. Karenanya, asalku tidak terlalu menjadi masalah,” jelas Sakuya dengan tenang. “Kita semua adalah ksatria, orang yang berjuang untuk melindungi umat manusia dari musuh kita bersama, Void.”

…Begitu ya. Itu masuk akal.

Saat Leonis memikirkan hal ini, dia teringat bahwa Regina juga menyembunyikan garis keturunan kerajaannya, dan Riselia adalah putri seorang duke, jadi dia adalah seorang bangsawan. Demikian pula, ayah Elfiné merupakan konglomerat besar di ibu kota. Namun terlepas dari semua itu, mereka semua diperlakukan sebagai siswa biasa di akademi.

Mengesampingkan orang tolol seperti Viscount Muselle, siswa Akademi Excalibur tampaknya tidak terlalu mementingkan kelas atau silsilah keluarga. Regina hanya memanggil Riselia “Nyonya” karena dari dulu dia adalah pelayan gadis berambut perak itu.

“Itulah mengapa aku memperkenalkan diriku bukan dengan nama keluarga kerajaan, tapi dengan nama Kekaisaran kami, Sieglinde. Itu adalah bukti tekadku untuk terlahir kembali sebagai prajurit untuk Akademi Excalibur,” ucap Sakuya sambil menatap langit biru yang cerah.



Post a Comment

Previous Post Next Post