Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 6 - Bab 10

Bab 10
Bangkitnya Pedang Suci


“—Kau telah berubah cukup banyak sejak terakhir kali aku melihatmu, master.”

Monster jelek yang dulunya dipuji sebagai salah satu jagoan terhebat umat manusia itu muncul melalui sobekan di udara. Bagian bawah tubuhnya adalah perpaduan dari tubuh para dewa, dan yang tersisa dari tubuh aslinya hanyalah wajahnya yang tampan.

“Sepertinya matanya yang dulu kuhancurkan masih hilang.”

Shardark harusnya bisa meregenerasi matanya itu dengan mudah. Karenanya, pasti ada alasan mengapa dia tidak melakukan itu. Meskipun, Leonis tidak tahu apa alasan itu.

“Grohhhh... Grohhhhhhhhhhhh...!”

Penguasa ketiadaan itu tampaknya memperhatikan Leonis yang berdiri di atas atap.

“Hah...? Dia mengenaliku?”

Dulu, Archsage Arakael Degradios mengenali Leonis meskipun dia telah kehilangan kehendaknya pada ketiadaan. Mungkin Shardark  juga masih mengingat musuh lamanya itu.

—Tidak. Tampaknya tidak begitu.

Mata yang tersisa dari pahlawan yang jatuh itu tidak memiliki kesadaran. Itu hanya mengakui kehadiran luar biasa Raja Undead sebagai ancaman dan bereaksi secara insting.

Sebuah pertemuan yang kebetulan antara Raja Undead dan Master Pedang dari Enam Pahlawan. Apakah ada seseorang yang mengatur skenario ini?

Sejauh yang Leonis tahu, tidak ada orang seperti itu di sekitar.

“Mungkin takdir lah yang menyebabkan terjadinya reuni kita, master.” Leonis menyeringai dari balik topengnya saat dia mengarahkan Tongkat Penyegel Dosa ke arah Void Lord yang besar itu. “Waktunya telah tiba bagiku untuk membalas dendam. Untuk kehancuran Necrozoa. Untuk banyak pengikutku yang telah mati di tanganmu. Untuk dendam seribu tahun!”

Leonis merapalkan mantra penghancur terkuatnya—Ledakan Api Hitam, Arzam.

Boooooooom!

Udara bergetar. Aura kegelapan pecah, melahap bangunan-bangunan di sekitarnya.

“Hmph. Mungkin itu serangan pembuka yang terlalu kuat—apa?!”

Sebuah penghalang cahaya yang berkelap-kelip mengelilingi Shardark, bahkan membuat mantra penghancur tingkat tertinggi sama sekali tidak berefek. Setitik debu pun tidak ada terlihat mengenai Void Lord ditu

“...Sihir elemen suci?!” Leonis terkejut.

Jadi begitu ya caranya menghentikan seranganku sebelumnya...

“Ini aneh,” geram Blackas. “Kupikir Master Pedang tidak pernah menggunakan sihir apapun.”

Leonis setuju. “Kau benar. Dia tidak menggunakan sihir. Dia selalu mengandalkan pedangnya dan tidak ada yang lain.”

“Mungkinkah dia menyerap beberapa kekuatan sihir...?”

Enam Pahlawan adalah bentuk kehidupan pamungkas, yang mampu berevolusi dan tumbuh abadi. Sama seperti bagaimana Archsage bergabung dengan Pohon Suci yang abadi, Shardark pasti telah menyerap beberapa pelayan para dewa yang mampu menggunakan sihir yang kuat.

“Baiklah kalau begitu. Aku hanya perlu terus menyerangmu dengan mantra sampai manamu habis!” cibir Leonis.

“Magnus-dono, kurasa itu bukan pertaruhan yang harus kau ambil,” ucap Blackas padanya, memberi peringatan.

“Mengapa?”

“Apa kau lupa bahwa tubuhmu adalah manusia sekarang?”

“...”

Nasihat rekannya yang tepercaya itu membuat Leonis jadi ragu. Ya, Leonis telah gagal dalam reinkarnasinya dan sekarang berada dalam tubuh yang dia miliki saat masih menjadi pahlawan, yang artinya kapasitas mananya jauh lebih sedikit daripada saat dia memerintah sebagai Raja Undead.

Jika saja Leonis dalam kondisi kekuatan penuh, mantranya sudah pasti akan menembus penghalang Shardark terlepas dari ketahanannya terhadap sihir hitam.

“Aku tidak percaya bahwa seorang diriku akan kekurangan kekuatan sihir...,” keluh Leonis.

“—Awas!” teriak Blackas.

Delapan lengan Shardark bersinar, masing-masing memanifestasikan senjata.

“Empat pedang, tombak, busur, sabit, dan perisai—semuanya adalah senjata kelas legenda.”

Tombak itu berderak dengan kilat, dan salah satu pedangnya diselimuti oleh angin. Kedua senjata itu tidak diragukan lagi merupakan senjata milik dewa Anggrek Sakura, Raijinki dan Fuujinki.

“Grohhhhhhhh!” Shardark meraung, dan dia melemparkan tombaknya.

“Blackas!” Leonis meraih surai serigala hitam itu.

Kzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz!

Tombak bermuatkan listrik menembus bangungan tempat Leonis dan Blackas berdiri, mengukir lubang raksasa di dalamnya. Bangunan itu kemudian mulai runtuh seperti tanah longsor.

“Dia baru saja melemparkan senjata kelas legenda seolah itu bukan apa-apa...!” seru Leonis.

“Jangan banyak bicara, Magnus-dono, jangan sampai lidahmu tergigit—” ucap Blackas, melompat-lompat di antara puing-puing yang berjatuhan.

Farga!” Leonis menembakkan mantra penghancur tingkat emat ke atasnya, menghancurkan puing-puing di dekatnya untuk membentuk tabir asap.

Wussss!

Sebuah benda besar melesat melewatinya.

“Apa?!”

Boooooooom...!

Benda berat itu menghantam tanah, menghasilkan ledakan yang luar biasa.

...Bajingan bodoh yang barbar itu baru saja melempaskan Aegeis—perisai kelas pahlawan—ke arahku!

Enam Pahlawan adalah sekelompok monster, tapi pria ini benar-benar berdiri tegak di antara mereka.

Menyebut monster ini sebagai Master Pedang tampaknya sama sekali tidak cocok...!

Shardark dikenal karena keterampilan pedang yang ia miliki, tapi pada dasarnya dia menguasai semua senjata.

Blackas mendarat di tanah dan terus berlari, menghindari puing-puing bangunan yang runtuh. Jika mereka berhenti sebentar saja, salah satu senjata musuh akan langsung menusuk mereka.

Dan aku yakin kalau tidak hanya itu saja satu-satunya persenjataan yang dia punya...

“Magnus-dono, aku tidak bisa terus berlari selamanya...!” seru Blackas.

“—Aku tahu.” Leonis merengut di balik topengnya.

Suara sirene meraung di daerah perkotaan. Semua warga memang telah mengungsi ke bawah tanah ketika Raijinki muncul di langit, tapi masalahnya adalah Akademi Excalibur. Jika mereka mengirimkan pasukan Pengguna Pedang Suci, mereka akan mengalami kerugian besar.

Dáinsleif mungkin bisa membunuh monster itu dalam sekali serang, tapi...

Itu adalah kartu trufnya Leonis, namun bukan berarti Leonis bisa menggunakan pedang itu begitu saja. Menarik Pedang Iblis keluar akan menguras mana Leonis dalam hitungan detik, jadi dia harus memastikan dia menggunakan pedang itu hanya ketika dia yakin itu akan mengakhiri pertarungan.

Masalahnya, lawannya saat ini adalah Shardark.

...Dia tidak seperti Arakael si tanaman pot itu.

Void Lord melemparkan senjata lain ke arah Leonis, kali ini kapak. Bilahnya yang berputar-putar memotong gedung-gedung dan kemudian menancap di tanah.

Boooooooom!

Itu pasti terhubung dengan jalur suplai mana yang tersembunyi di bawah tanah karena ada ledakan yang menyilaukan.

...Kalau terus begini, aku tidak punya pilihan lain. Aku harus menggunakannya.

Leonis melepas topeng dan jubah Penguasa Kegelapannya, memperlihatkan seragam akademinya. Lawan yang dia hadapi saat ini bukanlah lawan yang bisa dia kalahkan sambil menyembunyikan mananya.

“Apa kau mengenali wajahku, master?” teriaknya ke arah langit.

Dia berharap bahwa Shardark akan bereaksi, namun wajah monster itu sama sekali tidak bergeming.

“...Tsk, dia benar-benar sudah rusak. Padahal Arakael saja setidaknya mengenaliku...”

Leonis meraih gagang Tongkat Penyegel Dosa. Menggunakan Pedang Iblis akan sangat merusak Assault Garden Ketujuh, tapi saat ini dia tidak punya pilihan lain.

Melepaskan surai Blackas, Leonis mendarat di tanah.

 

Engkau Seni Pedang untuk Menyelamatkan Dunia, Diberkahi oleh Surga.
Engkau Seni Pedang untuk Menghancurkan Dunia, Dibuat untuk Memberontak Melawan Surga.

 

Leonis perlahan menarik Pedang Iblis——

“...Apa?!”

—tapi ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa melakukan itu.

“Ada apa, Magnus-dono...?!” tanya Blackas padanya, khawatir.

“Me-Mengapa?! Aku tidak bisa..., menarik Dáinsleif!”

Leonis menarik Dáinsleif sekuat yang dia bisa, tapi Pedang Iblis itu tidak terlepas dari sarungnya.

“—Monster itu menyerang lagi, Magnus-dono!”

Pedang api datang memotong udara, meluncur ke arahnya!

---

“Hahhhhhhhh!”

Dengan gerakan yang secepat kilat, Sakuya mengayunkan Raikirimaru.

Klangggggg!

Setsura memblokir tebasan diagonal yang menyilaukan itu dengan katananya.

“Jangan keras kepala,” ucapnya pada Sakuya. “Kau tidak bisa mengalahkanku.”

“Kita lihat saja nanti...!”

Sakuya sekali lagi melangkah maju, kembali memberikan serangan. Bunga api beterbangan saat pedang mereka bertemu.

“Kurang ajar...!” Setsura menggeram.

Pedang Sucinya bersinar, dan angin iblis menyelimuti pedangnya.

...Aku melihatnya. Di sana!

Sakuya fokus pada mata mistik waktu. Cahaya kuning bersinar dari matanya, dan dunia tiba-tiba bercabang. Kecepatan transmisi sarafnya dipercepat dengan cepat, membentangkan sebuah momen hingga tak terhingga. Saat semuanya bergerak dalam gerakan lambat, sejumlah besar informasi mengalir ke pikiran wanita muda itu—kemungkinan masa depan yang akan terjadi terbentang di hadapannya.

Ada empat kemungkinan masa depan di mana dia mati, tetapi ada satu hasil di mana dirinya selamat. Dalam dunia di mana satu detik menjadi jutaan, Sakuya menggenggam satu-satunya potensi itu.

Saat pedang mereka saling beradu, Sakuya menurunkan tubuhnya dan melepaskan katananya.

“Apa?!” seru Setsura dengan sangat tidak percaya.

Ledakan angin iblis membelah udara, tapi Sakuya telah menghindari itu sepenuhnya. Dia kemudian terjun ke samping Setsura dan mengulurkan tangannnya—

“Kemarilah, Raikirimaru!” dia memanggil Pedang Sucinya, yang masih di pertengahan jatuh di udara.

Sebuah muatan magnet mengalir melalui jari-jarinya, menarik senjata itu kembali ke genggamannya. Sakuya maju selangkah dan menyerang.

“...!”

Ujung pedangnya mengenai pipi Setsura. Sakuya mengambil langkah lain dan memotong secara diagonal.

...!

Sekali lagi, Sakuya melihatnya. Kali ini ada dua kemungkinan dia mati. Setsura menghilang, meninggalkan bayangan. Diiringi dengan suara bagaikan badai, dia muncul di belakang Sakuya. Seandainya sang adik tidak menggerakkan tubuhnya sedikit ke samping, tenggorokannya akan tertusuk. Sakuya menendang tanah untuk melompat mundur saat Setsura mengayunkan Pedang Sucinya ke bawah, menembakkan ledakan udara yang tajam.

Kuh...!

Mengabaikan rasa sakit yang menyengat di mata kirinya, Sakuya terus menggunakan kekuatan matanya. Dengan sedikit memutar tubuhnya, dia menghindari tujuh kemungkinan dia mati.

...Aku tidak bisa mengendalikan mata ini dengan benar.                  

Menggunakannya terlalu sering sangat berat untuk dia tanggung. Sakuya memutuskan dia harus membatasi penggunaan mata mistiknya hanya pada saat-saat kritis.

Sayangnya, setiap ayunan katana yang Setsura lakukan akan memberikan kematian yang pasti kepadanya.

“—Bagaimana bisa kau masih hidup?” tanya sang kakak.

“...Akulah yang harusnya menanyakan pertanyaan itu,” jawab sang adik.

“Dengan keterampilan pedangmu itu, aku harusnya sudah tiga kali mendaratkan serangan fatal kepadamu, namun kau terus menemukan cara untuk bertahan hidup,” ucap Setsura, jelas bingung. “Apa kau tidak akan menggunakan Pedang Iblismu?”

“Aku akan menggunakannya hanya saat aku membutuhkannya,” ucap Sakuya, berbohong.

Kekuatan Yamichidori tidak cocok dalam situasinya saat ini. Yang dia butuhkan saat ini adalah kekuatan akselerasi Raikirimaru untuk bisa memanfaatkan mata mistiknya sepenuhnya. Bagaimanapun juga, sekalipun dia bisa memprediksi masa depan, itu tidak akan berguna jika dia tidak memiliki kecepatan untuk bereaksi. Dia menutupi mata kirinya yang berdenyut-denyut dengan tangannya. Dia hanya bisa menggunakan kemampuan mata kirinya itu sekali lagi sebelum mencapai batasannya.

“Kau terlalu meremehkanku,” ucap Setsura dengan dingin, mengangkat katananya ke atas kepala. Bilahnya bersinar terang, memanggil badai meraung di sekitarnya.

“Teknik Pedang Mikagami—Tebasan Angin Iblis!”

Setsura menghilang—dan saat berikutnya, bilah pedangnya berada tepat di depan mata Sakuya.

---

Boooooooom!

Pedang api merobek tanah, menciptakan ledakan yang kuat. Leonis segera membentuk mantra penghalang, melindungi dirinya dari api yang mengamuk.

“...Ini buruk,” desisnya, memegang Tongkat Penyegel Dosa di tangannya.

Mengapa dia tidak bisa menarik Dáinsleif keluar?

Tatapan Leonis kemudian mengarah ke senjata yang tak terhitung jumlahnya yang ditusukkan ke tanah. Kemungkinan yang mengkhawatirkan terpikirkan di benaknya.

Jangan bilang...!

Jika Shardark menyerap para dewa dan mengambil senjata mereka...

“...Kau! Jangan bilang kau menyerap Penguasa Kegelapan?!” seru Leonis pada musuh di atasnya.

Jika Shardark memang melakukan itu, maka masuk akal jika Leonis tidak bisa menggunakan Dáinsleif untuk melawannya. Ini sama seperti bagaimana dia tidak bisa menggunakan kekuatan Dáinsleif untuk melawan Veira, Ratu Naga. Bagaimanapun juga, Dewi telah memberikan batasan pada Dáinsleif, melarang kekuatan pedang itu untuk digunakan melawan Penguasa Kegelapan lainnya.

Sialan... Orang bodoh mana di antara kalian yang termakan olehnya?!

Leonis sangat marah—bukan kepada Shardark, melainkan pada Penguasa Kegelapan yang telah diserap. Apa itu Gazoth, Raja Binatang Buas, atau mungkin Dizolf, Raja Amarah? Yang jelas, itu pasti bukan Ratu Lautan.

...Tidak, itu tidak penting sekarang!

Jika  dalam pertarungan ini Leonis tidak bisa mengandalkan Dáinsleif, dia perlu menggunakan salah satu dari Arc Seven, tetapi Zolgstar Mezekis telah rusak dalam pertempuran melawan Veira. Dia punya pilihan untuk membangunkan pengikut ketiganya, namun itu bisa memperburuk keadaan. Selain itu, tidak ada cukup waktu juga untuk membuka segelnya.

Shardark mendarat di tanah.

“...?!”

Delapan kaki Void Lord yang seperti kuda itu bertabrakan keras dengan jalan yang hancur. Tekanan yang dia keluarkan cukup kuat sampai-sampai Leonis bisa merasakannya dari jarak yang cukup jauh. Anak lelaki itu merasakan butiran keringat dingin mengalir di dagunya.

Ini tidak mungkin... Aku, Raja Undead yang perkasa, Penguasa Kegelapan terhebat, merasa takut...

Leonis merasakan seringai sinis menyebar di wajahnya.

...Apa aku punya peluang untuk menang? Bisakah aku mengalahkan monster ini?

Dulu Leonis Death Magnus tidaklah sama sekali tidak terkalahkan. Di hari-hari awalnya sebagai Raja Undwad, dia adalah yang terlemah dari antara para Penguasa Kegelapan. Meskipun kapasitas mana yang ia mliki jauh melampaui yang lain, dia kehilangan kekuatannya sebagai pahlawan, dan dia harus membuat bawahannya menggunakan necromancy.

Dia tidak memiliki kekuatan alami yang dimiliki Ratu Naga dan Raja Binatang Buas, serta pasukan besar yang dimiliki oleh Raja Amarah. Pada saat itu, Rivaiz Deep Sea tidak diragukan lagi merupakan Penguasa Kegelapan terbaik.

Namun, setelah setiap kekalahan yang ia alami, Leonis menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dia mempelajari lebih banyak sihir, dengan rakus menimbun kebijaksanaan dan memperkuat pengikut-pengikutnya. Bagaimanapun juga, tidak ada yang lebih menakutkan daripada undead yang sepenuhnya matang.

Pengalaman yang terkumpul selama bertahun-tahun itu memberi tahu Leonis bahwa ini adalah pertarungan yang tidak bisa dia menangkan.

“Magnus-dono, kita harus mundur untuk saat ini,” saran Blackas.

“...”

Namun, Leonis tetap berdiri di tempatnya, masih berpegangan pada tongkatnya. Mundur sekarang artinya meninggalkan Assault Garden Ketujuh pada takdirnya. Meninggalkan tanah yang telah dia tentukan sebagai kerajaannya juga berarti membuang Dáinsleif—dan harapan terakhir yang ditinggalkan Roselia Ishtaris di Pedang Iblis.

Adegan kekalahan Necrozoa dari pasukan manusia muncul kembali di benak Leonis. Dan kemudian, dia melihat peleton 18, anak-anak panti asuhan, Pasukan Serigala Iblis..., dan akhirnya, Riselia, pengikutnya.

“Grohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

Shardark meraung. Void itu naik tanpa henti melalui robekan di udara. Itu sama persis seperti Stampede dari beberapa bulan yang lalu dan bencana yang menghancurkan Anggrek Sakura...

Leonis menarik napas tajam.

“Aku tidak akan mundur, Blackas.”

“...”

“Aku adalah Penguasa Kegelapan yang memerintah kerajaan ini.”

“...Begitu ya,” jawab Blackas, mengangkat kepalanya dan mengarahkan tatapan mata emasnya pada Leonis. “Kalau begitu, aku akan menemanimu.”

“Terima kasih, temanku...”

Blackas berubah menjadi massa api gelap yang menyelimuti Leonis. Ini merupakan mantra unik yang disebut Tiran Hitam, sihir yang memungkinkan Leonis untuk secara signifikan meningkatkan atribut fisiknya dengan mengambil kekuatan Blackas.

Sambil mengangkat tongkatnya, Leonis berbicara kepada Shardark.

“—Ayo, pahlawan terhebat umat manusia. Raja Undead ini akan menjadi lawanmu.”

---

Saat bilah angin iblis hendak menusuk jantung Sakuya—

“Teknik Pedang Mikagami—Kilatan Petir!”

Sakuya memotong masa depan yang ditunjukkan mata mistiknya. Pada titik di mana kemungkinan masa depan yang tak terhitung jumlahnya bertemu—

“Kuh, aaah...!”

Dia berhasil menghindari serangan yang ditujukan ke jantungnya dengan memutar tubuhnya, sehingga serangan itu hanya menusuk ke bahunya. Di sisi lain, Setura...

 

“...Akhirnya..., kita saling menikam...,” bisik Sakuya ke telinga kakaknya, membuat mata merah gadis yang lebih tua melebar ketakutan.

Bilah Raikirimaru telah menusuk dada Setsura. Atau lebih tepatnya, menusuk kristal hitam yang tersembunyi di balik pakaian Anggrek Sakura putihnya.

“...Selama ini..., itu yang kamu incar?” tanya Setsura.

Sakuya mengangguk. Mata mistik Sakuya memberinya pandangan sekilas tentang masa depan di mana saudarinya memberikan kristal hitam itu kepada Void Lord, yang kemudian dirinya justru ikut ditelan oleh monster itu. Sakuya bisa mengerti bahwa dia tidak bisa membiarkan itu terjadi.

Sakuya tidak datang ke sini untuk membunuh saudarinya, melainkan untuk menyelamatkannya.

“Kuh... Aah...!”

Menggenggam bahunya yang terluka, Sakuya tersendat dan jatuh. Raikirimaru terlepas dari tangannya dan larut menjadi titik-titik cahaya.

“—Bodoh,” Setsura meludah. Wajahnya yang sebelumnya tanpa ekspresi menjadi penuh dengan kekesalan. “Dengan ajaib kau berhasil bertahan hidup, namun kau justru memilih untuk membuang nyawamu seperti ini...”

Dia mengulurkan tangan, meraih leher Sakuya.

“Kuh... Ahhhhhhhhhhhhhhhh!”

Kilatan merah bersinar di mata Setsura. Jari-jarinya menggali leher Sakuya.

“Aku tidak akan memberimu kematian yang mudah. Aku akan menjadikanmu undead—”

“Set...sura...”

Tapi saat itu, udara memekik disertai suara cambuk, dan lengan Setsura melayang di udara.

...Hah?

Dengan tidak ada apa pun yang menopang tubuhnya, Sakuya ambruk ke tanah.

“Pendekar pedang wanita ini sudah menjadi milik tuanku. Kau tidak boleh menyentuhnya lagi,” seru sebuah suara yang indah dan jernih, Sosok mungil pemilik suara itu berdiri di atas menara air bangunan, melihat ke bawah ke tempat kejadian. “Kalau kau mau, aku bisa menghadapimu sebagai gantinya. Meskipun, aku mungkin jauh lebih kuat dari dirimu.”

Sulit untuk melihat wajah petarung baru ini dalam kegelapan. Tapi, menilai dari cara dia berpakaian...

...Pelayan?

Apa yang dilakukan orang seperti itu di sini?

“...”

Setsura menatap lekat-lekat pada penggangu itu..., dan kemudian berbalik, menjauh dari Sakuya.

“Kakak!” seru Sakuya, mengulurkan tangannya tanpa daya.

Namun, Setsura tidak berhenti. Dia menghilang begitu saja ke dalam kegelapan tanpa mengucapkan selamat tinggal.

---

Shardark menerjang Leonis, menyebabkan lantai baja gedung tempat mereka berdiri bergemuruh dalam setiap langkah dari delapan kakinya yang besar. Tubuhnya dilapisi petir yang mendesis, kemungkinan besar hasil dari kekuatan suci Raijinki.

“Mantra taktis tingkat delapan—Graz Garud!” Leonis menghantam lantai dengan bagian bawah tongkatnya.

Pilar batu melingkar muncul di udara tipis, menyerang Shardark dari segala arah.

Penghalang cahayanya harusnya tidak bisa memblokir mantra serangan fisik murni.

Namun...

“Grohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

Shardark menghancurkan penjara batu itu dengan raungannya dan melanjutkan serangannya seolah-olah tidak ada yang menghalangi jalannya.

...Kekuatannya sungguh tidak masuk akal!

Leonis mendecakkan lidahnya dan dengan cepat mengeluarkan lebih banyak sihir.

“Mantra tingkat enam—Belze Farga!”

Itu adalah sihir yang menembakkan semburan mantra tingkat empat, Farga, secara beruntun. Bola api putih dan panas yang tak terhitung jumlahnya menghantam Shardark dalam serangkaian ledakan. Namun seperti yang Leonis duga, sihir sekaliber itu tidak cukup untuk melukai Void Lord itu. Tapi, niat Leonis yang sebenarnya adalah menggunakan ledakan untuk menyebabkan bangunan di sekitar mereka runtuh. Saat Shardark membeku karena serangan itu, massa raksasa bangunan itu runtuh.

Crrrrrrrrrrrrssshhhhhhhh!

“Meskipun aku menggunakan itu menyerangmu, namun manusia lah yang membangun bangunan ini. Tentunya bahkan seorang pahlawan pun tidak akan bisa lolos begitu saja tanpa cedera dari itu.”

Runtuhan bangunan menciptakan awan debu yang besar, namun Leonis tidak membuang waktu.

“Mantra penghancur tingkat sepuluh—Zemexis Jyura!”

Asteroid kecil muncul entah dari mana, menghantam Shardark saat dia masih terkubur di bawah puing-puing bangunan.

Boom, boom, boom, boooooom!

“...Haah, haah, haah... Apa?!” Bahkan tidak ada cukup waktu bagi Leonis untuk mengatur napasnya.

Shardark sudah keluar dari balik asap dan debu. Dia memang tampak terluka, tetapi tidak ada luka fatal yang bisa menjadi penghambatnya.

“Dasar monster...!”

Sebelum Leonis punya waktu untuk merapalkan mantra lain, Shardark melemparkan pedang angin ke arahnya. Senjata dewa itu terbang, membentuk angin puyuh yang menyingkirkan puing-puing.

...Pedang yang diberkahi dengan kekuatan angin iblis. Aku tidak bisa menghindarinya.

Leonis segera mendorong Tongkat Penyegel Dosa ke depan dan menahan pedang yang berputar itu dengan gagang tongkatnya

Screeeeeeeeeeeeeeeeeeh!

Api hitam di sekitar tubuhnya—Tiran Hitam—melonjak hebat.

“...Nng... Kuh, aaaaaaah!”

Pada akhirnya, dia gagal menangkis serangan itu.

Udara meledak, dan Leonis terlempar dan jatuh dengan keras ke tanah.

“Khh... Hah...”

Tubuhnya yang rapuh akan mati karena benturan kalau saja bukan karena kekuatan Tiran Hitam.

Ini..., menyedihkan...

Shardark mengeluarkan lebih banyak senjata kelas legenda dari ketiadaan dan bersiap untuk melemparkan tombak raksasa ke anak laki-laki yang sedang berjuang untuk berdiri itu.

“Hyahhhhhhhhhhhhhhhh!”

Tapi tib-tiba, bayangan merah turun dari atas dan menikam lengan Shardark dengan pedang.

“...Selia?!” teriak Leonis, terkejut.

Rambut perak gadis muda itu bersinar cemerlang, dan dia mengenakan gaun merah tua.

“Leo, lari...!” teriak Riselia dengan putus asa.

Bilah Pedang Darah mengeluarkan cahaya merah tua saat menancap di lengan Void Lord, dan bilah-bilah yang terbuat dari darah menusuk monster itu. Sayangnya, serangan semacam itu tidak efektif melawan Shardark. Riselia seharusnya tidak lebih dari lalat baginya, namun—

“Grohhhhh... Grohhh... Grohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

—Master Pedang dari Enam Pahlawan bereaksi sampai pada tingkat yang mengejutkan.

“...De...wi...  Sel...ia... Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

...Apa?

Leonis mengerutkan keningnya saat mendengar teriakan Shardark yang pecah.

Kesadaran dari Master Pedang itu harusnya telah diambil oleh ketiadaan, namun sekarang dia berbicara.

Apa barusan..., dia mengatakandewi?

Shardark meraih Riselia dan kemudian berusaha mengubur gadis itu di dalam tubuhnya sendiri.

“—Selia!” teriak Leonis sambil berlari.           

Sialan... Dia mencoba untuk memakannya juga?!

Leonis berlari melintasi jalan yang hancur dan menembus awan debu. Dia tidak punya rencana. Dia hanya berlari saat roda gigi di pikirannya berputar dalam kepanikan. Sihir tidak berefek pada Shardark, dan Dáinsleif tidak bisa digunakan untuk melawan Penguasa Kegelapan. Serangan fisik substansial tampak efektif sampai tingkat tertentu, tapi bagaimana dengan sihir penghancur skala besar dari jarak dekat? Atau bagaimana dengan kutukan?

Ada ratusan metode untuk membunuh jagoan umat manusia..., tapi tidak satupun dari semua moetode itu akan berhasil melawan yang terkuat dari Enam Pahlawan!

“Le...o... Jangan... La-Lari...!”

Setengah dari tubuh Riselia telah tenggelam ke dalam tubuh Shardark.

—Aku tidak akan berhasil tepat waktu...!

“Lihatlah aku, Master Pedang—Shardark Shin Ignis!” teriak Leonis.

Lalu entah dari mana, seberkas cahaya terang meletus dari tangan Leonis, dan dia menghentikan langkahnya.

Apa...?

Titik-titik bercahaya itu menyatu, bermanifestasi menjadi sebuah objek di tangannya—objek yang sangat mengingatkan Leonis pada sesuatu.

Itu mirip dengan senjata yang Riselia gunakan untuk melawan Void di makam bawah tanah Necrozoa. Alat semacam ini tidak ada selama era Leonis, namun dia sekarang memegang apa yang tidak diragukan lagi adalah pistol.

...Ini... Jangan bilang... Ini Pedang Suci?!

Pedang Suci adalah kekuatan yang diberikan planet ini kepada umat manusia, memungkinkan mereka untuk melawan Void. Dan sekarang, dia memegang Pedang Suci itu dengan sangat nyaman seolah-olah itu adalah pedang yang dia telah pegang selama bertahun-tahun. Nama dari senjata itu terukir di larasnya dengan huruf-huruf bercahaya—EXCALIBUR XX.

...Seorang Penguasa Kegelapan sepertiku membangkitkan kekuatan Pedang Suci?

Mengapa di saat-saat seperti ini...? Dan mengapa itu pistol, senjata yang belum pernah dimiliki Leonis?! Ada banyak pertanyaan, tapi itu harus dipikirkan nanti.

Mana mulai berkumpul di bagian atas moncong Pedang Suci Leonis, memancarkan cahaya yang cemerlang.

Tunggu, ini... Manaku..., berkurang dengan drastis...

Cadangan mana Leonis yang sangat besar sedang difokuskan pada satu titik. Bahkan jika kekuatan sihirnya hanya sepertiga dari sebelumnya, tetap saja dia masih memiliki cukup banyak mana untuk merapalkan mantra tingkat tinggi secara berturut-turut.

Jika semua energi itu dipadatkan menjadi satu tembakan, akan seberapa besar kekuatan yang dihasilkannya...?

Secara naluriah, Leonis bisa tahu bahwa ini adalah senjata untuk membunuh para pahlawan.

Dia memegang Pedang Suci itu dengan kedua tangannya, mengarahkan bidikannya ke area di antara mata Shardark. Semua mananya berkumpul di moncong pistolnya, bersinar cukup terang untuk mengaburkan sekelilingnya.

Ini semua kekuatan yang aku punya. Aku hanya bisa menembakkan satu tembakan.

Jika ini gagal, dia tidak akan mendapatkan kesempatan lagi.

Leonis mengatur napasnya dan mengarahkan jarinya ke pelatuk, namun tiba-tiba, Shardark berbalik menghadapnya.

...Dia memperhatikanku!

“Grohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

Dengan tubuh Riselia masih dalam genggamannya, Void Lord itu berlari ke arah Leonis. Sontak, anak lelaki itu menggertakkan giginya. Haruskah dia menembak? Tidak, ada kemungkinan dia akan mengenai Riselia. Kalau saja dia seterampil Regina, dia mungkin bisa menembak target yang bergerak di bagian kepalanya, tapi...

Tiba-tiba.

Beberapa bayangan raksasa masuk ke dalam pertempuran mereka dan bergulat dengan Master Pedang yang maju ke arah Leonis.

“...Apa?!”

Mereka adalah Void-Void raksasa dari Kota Tua. Mereka mengerumuni Shardark, dan dengan niat yang kuat, mereka mulai menyerangnya.

“Grohhhhhhhh...!”

Pahlawan ketiadaan menggunakan delapan tangannya untuk mengayunkan senjatanya, membantai Void-Void itu. Namun, gangguan yang para Void itu sebabkan berhasil membuat Shardark tetap diam di tempatnya.

Berkat kegigihan mereka untuk membalas dendam atas tanah air mereka yang dihancurkan, sekarang Leonis punya kesempatan.

Dia menarik pelatuk Pedang Sucinya, dan seberkas cahaya mengenai Shardark tepat di antara kedua matanya——

Krak...

——menyebabkan retakan kecil terbentuk di dahi Shardark.

Krak... Krak... Krak...!

Retakan itu meluas dengan cepat ke seluruh tubuh Void Lord itu, dan lengannya yang juga ikut termakan oleh retakan memaksanya menjatuhkan Riselia ke tanah.  

“...Selia!” teriak Leonis, namun dia terjatuh.

Karena semua mananya sudah habis, dia jadi tidak sanggup untuk berdiri.

“...Sungguh..., disayangkan... Wadah..., dewi..., ada..., dalam..., genggamanku...”

Shardark mencoba meraih Riselia, tetapi dia tidak bisa.

Wadah...? Apa yang dia bicarakan?!

“Grohhhhh... Grohhhhhh... Grohhhhhhhhhhh...!”

Pahlawan yang telah dikuasai oleh ketiadaan itu meraung keras hingga mengguncang bangunan yang hancur. Retakan menyebar ke sluruh tubuhnya, mendistorsi ruang di sekitarnya.

Masih berjuang melawan Void yang menahannya, Master Pedang dari Enam Pahlawan itu menghilang ke dalam sobekan di udara.



Post a Comment

Previous Post Next Post