Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 6 - Bab 9

Bab 9
Master Pedang Terkuat


Shardark Void Lord.

Ketiadaan dalam wujud pendekar pedang bermata satu mengayunkan pedang besarnya ke kepala Sakuya. Gadis muda itu memejamkan matanya, menguatkan dirinya untuk apa yang akan terjadi kepadanya.

Namun di detik-detik akhir, Void Lord itu membeku—karena sesuatu yang ia lihat di belakang Sakuya.

“...Kau?! Kenapa kau muncul di sini...?”

<Aku menelusuri benang kausalitas untuk melihat sekilas takdir ini,> ucap sebuah suara yang begitu samar dan statis sehingga sulit untuk membedakan apakah itu suara pria atau wanita.

Sakuya berbalik ke belakang dan melihat bayangan besar yang menggeliat tanpa bentuk.

...Apa?!

Suara itu kemudian berbicara lagi, seolah-olah ia telah membaca hati Sakuya.

<Aku adalah masa depan. Atau mungkin masa lalu. Atau mungkin kausalitas. Ketiadaan. Takdir itu sendiri...>

Kegelapan mengulurkan lengan tak berbentuk, menyentuh dahi Sakuya, dan kemudian...

<—Oh engkau yang telah dibimbing oleh kausalitas. Jika kau mencari kekuatan, terimalah ketiadaan.>

“...?!”

Anehnya, Sakuya tidak merasa takut, dirinya hanya di penuhi dengan perasaan benci pada Void yang mendatangkan kehancuran bagi Anggrek Sakura, memakan Fuujinki, dan membunuh saudarinya.

Dan dengan begitu, dia menerimanya.

“Ahhhh, ahhhhhhhhhhhhhhhh!”

“Apa?!”

Sakuya pikir dia bisa mendengar Void Lord itu terkejut. Anak enam tahun itu tertelan miasma hitam, dan katana yang berderak dengan kilat hitam muncul di tangannya.

“...!”

Berteriak, Sakuya mengayunkan Pedang Iblisnya yang baru terbentuk ke jantung Void Lord!

Krak...

Suara seperti kaca yang pecah terdengar.

Krak... Krak, krak, krak...!

“...?!”

Tubuh Void Lord—atau lebih tepatnya, ruang yang ditempatinya—terbelah, dan pendekar pedang bermata satu itu menghilang ke dalam celah.

“...Sudah waktunya, ya. Sayang sekali, tapi tidak diragukan lagi kau sudah memperkirakan ini,” gumam Shardark dengan kedengkian.

Tatapannya tidak tertuju pada Sakuya yang telah menikamnya, namun tertuju pada massa gelap di belakang gadis muda itu.

“Dengarkan aku, Dewi. Suatu hari nanti aku pasti akan mencapaimu. Aku akan melewati semua takdir dan semua kausalitas, jadi pedangku akhirnya akan menebas kepalamu...!”

Dan setelah mengatakan itu, Shardark Void Lord menghilang di depan mata Sakuya—tenggelam ke dalam sobekan di udara.

---

“...Ugh... Kuh!”

Menderita rasa sakit yang luar biasa, Sakuya tersentak bangun. Mata kirinya terasa perih dan berdenyut-denyut.

Ingatan..., itu hanya..., sebuah ingatan...

Berbaring sendirian di malam hari, Sakuya menyentuh mata kirinya. Saat ketika dia menerima mata mistik, sensasi yang aneh menguasai dirinya, seolah-olah masa lalu dan masa depan berusaha keras untuk terhubung. Sensasi aneh itu mungkin telah membuatnya gila kalau saja dia tidak pingsan.

...Orang itu menyebutnya mata mistik Iblis Waktu.

Duduk, Sakuya perlahan menarik telapak tangannya dari matanya. Tubuhnya bisa bergerak dengan mudah, dan luka-lukanya telah sembuh.

Tidak, ini...

Tubuhnya tidak sembuh dengan sendirinya; tubuhnya telah diperbaiki. Ketika mata mistik terhubung dengannya, itu menutup paksa semua luka di tubuhnya.

Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku?

Saat Sakuya mencoba berdiri, dia diserang oleh perasaan aneh yang mirip dengan vertigo. Dunia tampak seperti menggandakan atau melipattigakan tampilannya.

Apa yang terjadi... Jangan bilang mata ini cacat...? Dia berniat mengeluh pada Penguasa Kegelapan, tapi orang itu sudah pergi. Yah, kurasa aku harus sudah cukup bersyukur bahwa dia menyelamatkan hidupku...

Sakuya memandang Kota Tua. Tiang-tiang api menjulang di setiap jalan. Lebih jauh lagi, di langit di atas Central Garden, cahaya terang bersinar seperti matahari.

Sakuya tahu cahaya apa itu dari pengalaman yang ia lalui sembilan tahun yang lalu.

Raijinki telah dilepaskan...

Setelah dewa dilepaskan, menyegelnya lagi tidaklah mudah. Selama Stampede di Anggrek Sakura sembil tahun lalu, dalam beberapa jam yang dihabiskan Void Lord untuk bergabung dengan Fuujinki, Sakuya dan Setsura bekerja sama untuk menyegel Raijinki. Dan karena ini bukan lah tanah Anggrek Sakura, Sakuya tidak berpikir dirinya bisa mengembalikan dewa ke Tungku Mana Assault Garden Ketujuh sendirian.

“Kakak...”

Apakah gadis itu benar-benar Setsura? Memang, dia bisa menggunakan Teknik Pedang Mikagami seperti yang dilakukan Sakuya, dan dia juga melepaskan segel Raijinki.

...Apa dia entah bagaimana bangkit dari kematian?

Ibukota tidak mencatat adanya Pedang Suci yang bisa membangkitkan orang mati, tapi Pedang Iblis mungkin saja memiliki kekuatan seperti itu.

Tapi jika gadis itu memang benar-benar Setsura, apa tujuannya...?

Apa Setsura hanya ingin membalas dendam pada Void Lord, seperti Satuan Kenki? Melepaskan Raijinki hanyalah langkah pertama dalam rencana mereka. Dewa yang dilepaskan itu merupakan umpan untuk memanggil Shardark Void Lord, target sebenarnya.

...Dia harus menghentikan mereka. Entah apakah Satuan Kenki bisa mengalahkan Void Lord atau tidak bukan lah masalah utama saat ini. Yang menjadi masalah adalah Stampede yang dihasilkan dari munculnya Void Lord akan merenggut nyawa banyak warga sipil yang tidak bersalah.

“Aku harus melakukan sesuatu...”        

Ledakan mengguncang Kota Tua, dan api menari-nari di jalanan.

...Peleton delapan belas seharusnya sedang membantu di luar sana.

Jika demikian, maka Kota Tua ada di bawah penanganan tangan yang tepat. Masalah yang lebih mendesak adalah Raijinki, yang muncul di atas Central Garden. Penguasa Kegelapan Zol Vadis kemungkinan besar akan menghadapi dewa tersebut.

Aku tidak yakin apakah aku akan berguna, tapi...

Jika Penguasa Kegelapan mampu melemahkan Raijinki, Sakuya akan memiliki kesempatan untuk menyegel kembali dewa itu.

“Pedang Suci... Aktifkan!” Sakuya mengulurkan tangannya dan memanggil Pedang Sucinya.

Jika aku menggunakan kekuatan akselerasi Raikirimaru, aku bisa sampai di sana tepat waktu...

Kemudian, gadis muda itu menatap wajahnya yang terpantul di bilah katananya. Mata kirinya tampak memancarkan cahaya kuning.

“Ini...!”

Sekali lagi, vertigo menyerangnya. Tiga tampilan dunia yang berbeda saling tumpang tindih, dan himpunan informasi mengalir ke kepalanya.

“Kuh, aaah... Guh...!”

Merasa seolah-olah saraf di mata kirinya akan meledak, Sakuya mencengkeram kepalanya.

Apa-apaan..., yang barusan itu...?

Saat dia mengatupkan giginya karena rasa sakit, Sakuya mengatur napasnya. Ketika dia membuka matanya, dunia yang terhampar di pandangannya kini kembali menjadi satu.

Ini adalah mata mistik waktu... Apa aku baru saja menatap kemungkinan masa depan...?

Mata mistik yang memungkinkan seseorang untuk mengintip kemungkinan masa depan yang akan terjadi. Dan barusan, Sakuya melihat salah satu kemungkinan itu. Dalam penglihatannya itu, dia melihat sekilas kehancuran yang dibawa oleh Void—dan di tengah-tengah kehancuran itu ada seorang gadis berbaju putih.

“...Kakak...!”

---

Kzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzt!

Sesosok raksasa melemparkan tombak petir yang menembus gedung-gedung tinggi di Central Garden. Lampu di kota padam, disertai dengan guntur yang menggelegar.

“Jadi pada dasarnya itu adalah iblis,” ucap Leonis. Dia berada di atap, duduk di punggung Blackas.

Monster itu harusnya tidak disembah sebagai dewa, itu hanyalah iblis yang sangat kuat.

“Itu pasti melayani Kekuatan Cahaya dan turun menjadi dewa lokal sebuah wilayah ketika kehilangan masternya,” simpul Leonis.

“Apa kita akan menghancurkannya?” tanya Blackas.

“Hm...” Leonis merenungkan pertanyaan itu.

Raijinki mengamuk setelah segelnya dilepaskan. Dan karena dewa itu digunakan untuk menyediakan energi untuk Tungku Mana, keilahiannya sebagai dewa penjaga kemungkinan telah berkurang. Meski demikian, jika dewa itu lepas kendali, kehancuran yang ia timbulkan akan segera melampaui Central Garden dan mencapai Akademi Excalibur.

Leonis mencibir di balik topengnya. “Mengalahkan iblis biasa seperti itu tidak lah sulit, tapi itu adalah jantung dari Tungku Mana. Aku lebih suka tidak menghancurkannya sepenuhnya.”

Bagaimanapun juga, dia punya rencana untuk membangun benteng bergerak untuk Pasukan Penguasa Kegelapannya, yang akan menyamai Assault Garden umat manusia. Death Hold di Necrozoa tidak bisa bergerak, dan sejujurnya, Leonis selalu iri dengan Azure Hold milik Veira dan Kastil Dunia Lain milik Azra-Ael.

“Kau mungkin perlu mempertimbangkan keputusanmu kembali, Magnus-dono,” saran Blackas.

“Apa?”

Serigala hitam itu mengangkat kepalanya. “Lihat itu.”

—Krak... Krak... Krak...!

Retakan mulai terbentuk di langit di sekitar Raijinki.

“...Jadi Void sudah datang, ya.”                           

Berdasarkan apa yang Sakuya katakan pada Leonis, Satuan Kenki ingin menggunakan Raijinki untuk mendatangkan Void Lord yang telah menghancurkan tanah air mereka. Leonis niatnya ingin menjebak dewa itu di Alam Bayangan sebelum itu terjadi, tapi...

“Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus menghancurkan dewa Anggrek Sakura sebelum Void muncul,” ucap Leonis, turun dari punggung Blackas.

Dia kemudian mengetukkan Tongkat Penyegel Dosa ke lantai.

“Lenyaplah, pengikut para dewa—Meld Gaiez!”

Mantra penghancur tingkat sepuluh dilepaskan, dan ledakan kegelapan yang pekat menelan iblis petir.

“...Hmph, menyedihkan.”

“Magnus-dono!” seru Blackas dengan keras.

Petir muncul dari dalam asap ledakan, melesat ke arah Leonis.

“...Rua Meires!” Leonis secara refleks mendorong tangannya ke depan dan merapalkan mantra lain.

Medan gaya muncul di depan telapak tangannya, membelokkan petir.

“Tsk. Kalau saja aku memiliki jumlah mana yang cukup, mantra itu sudah pasti akan membunuhnya dalam sekali serang,” ucap Leonis dengan getir.

Dalam wujud manusianya yang merepotkan ini, kekuatannya kira-kira hanya sepertiga dari yang harusnya ia miliki.

“Baiklah, aku hanya perlu menghancurkanmu dengan seranganku berikutnya...!” ucap Leonis, dan dia mulai kembali merapal Meld Gaiez, namun kali ini menggunakan Tongkat Penyegel Dosa untuk meningkatkan kekuatan sihirnya. “Lenyaplah!”

Booooooooooooooooom!

Ledakan yang memekakkan telinga terdengar saat kilatan gelap sekali lagi mengguncang langit. Bahkan iblis pun tidak akan bisa selamat dari serangan itu.

“...Mungkin aku telah melakukan sesuatu yang akan membuat Sakuya tidak senang.”

Meskipun di situasi ini dia tidak punya pilihan lain, tetap saja itu tidak merubah fakta bahwa dia membunuh dewa penjaga Anggrek Sakura.

Krak...

Retakan terbentuk di pusat ledakan.

Krak, krak, krak...!

Retakan itu memakan ruang yang ditempati Raijinki saat sesuatu mulai merayap keluar dari dalamnya.

“Apa itu...?!” geram Blackas.

Itu adalah.., satu tangan. Anggota tubuh manusia keluar dari kekosongan dan meraih leher Raijinki.

“Magnus-dono...!”

“Ya, aku tahu...!”

Merasakan adanya bahaya, Leonis menyerang.

Vira Zuo, Sharianos, Al Gu Belzelga!” Dia menembakkan serangkaian mantra tingkat delapan, masing-masing dari mantranya memiliki afinitas elemen yang berbeda.

Booooom...!

Mantra-mantra itu mengenai target mereka secara langsung, namun...

“...Seranganku tidak berefek sama sekali...?!” Leonis menggertakkan giginya.

Tangan yang keluar dari sobekan di udara itu tidak terluka sedikit pun.

Graaaaaaaaaaa!

Raijinki melolong kesakitan saat tangan itu mencengkram lehernya..., dan kemudian, wujudnya yang besar dan terbungkus petir terseret ke dalam sobekan di udara.

“Magnus-dono... Itu mendekat...!” seru Blackas.

Dewa Anggrek Sakura telah menghilang, dan retakan yang tadi terbentuk kini semakin membesar. Kemudian, sesuatu yang baru muncul, keluar dari sobekan di udara.

“...Ooh... Ohhhhhhhhh********!”'

Itu terlihat seperti bagian bawah binatang raksasa telah digabungkan ke tubuh bagian atas manusia. Monster setengah binatang itu memiliki delapan lengan dan delapan kaki, rambut keemasan yang bersinar, dan wajah pucat yang tampan.

“Tidak mungkin...!” Leonis menghela napas tak percaya, berdiri tak bergerak.

Dia mengenali bagian atas dari makhluk itu.

“...Jadi kau juga sama, ya... Bahkan dirimu telah diubah menjadi Void.”

Leonis seharusnya mempertimbangkan kemungkinan ini terjadi. Baik Archsage Arakael Degradios dan Wanita Suci Tearis Resurrectia telah menjadi Void. Karenanya, fakta bahwa yang satu ini juga sama dengan mereka seharusnya tidaklah mengejutkan.

Itu adalah yang terkuat di antara Enam Pahlawan, Master Pedang—Shardark Shin Ignis.

“...Ini akan menjadi ketujuh kalinya kita bertemu dalam pertempuran, master,” gumam Leonis, tangannya masih menggenggam Tongkat Penyegel Dosa.

---

“Hrahhhhhhhhhhhh!” teriak Riselia saat dia menerjang ke depan.

Dia melompat, melepaskan mana yang dia kumpulkan di kakinya untuk terbang lebih tinggi. Pedang Darah berkilau merah saat jatuh di atas Void.

Salah satu lengan monster raksasa itu terlempar.

“—************!”

Void itu mengeluarkan teriakan yang memekikkan dan meronta-ronta, dengan mudah menghancurkan dua serigala bayangan yang menggigit kakinya. Serangannya melemparkan gelombang udara yang kuat ke Riselia, dan wanita muda itu harus turun ke tanah untuk menghindarinya.

Rantai Darah!”

Memasukkan mana ke dalam darahnya, Riselia melemparkan tekniknya itu  ke salah satu lengan Void. Setelah mengambil napas, dia menyerang dengan Pedang Sucinya, memberikan tebasan horizontal yang bercahaya dalam kegelapan.

Namun, itu masih belum cukup untuk membunuh makhluk mengerikan itu.

...Keras sekali. Bahkan lebih keras dari kelas ogre...

Biasanya, dibutuhkan satu peleton yang bekerja sama untuk dapat mengalahkan Void pada level ini. Hanya Sakuya atau senior berperingkat tertinggi di akademi saja yang bisa mengalahkan lawan seperti ini sendirian.

Setidaknya aku harus memastikan monster itu tidak menyakiti siapa pun.

Riselia adalah satu-satunya orang yang melindungi warga sipil di tempat perlindungan. Namun, tidak seperti insiden enam tahun yang lalu, sekarang dia memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu.

Void mengayunkan lengan besarnya ke bawah dengan semua kekuatan yang bisa dikerahkannya. Itu membelah tanah, menyebabkan balok-balok bahan konstruksi terbang ke segala arah.

“Hancurkan semuanya, petir hitam—Ivi Ire!”

Riselia melompat dan mengeluarkan mantra yang baru saja dia pelajari. Ini akan menjadi pertarungan yang berkepanjangan, jadi taruhan terbaiknya adalah mengalahkan lawannya dengan taktik serang dan mundur.

...Aku harus melindungi tempat perlindungan ini sendiri sampai peleton dari akademi tiba di sini.

Void raksasa itu mengangkat tangannya dan melolong.

“—Hah?!” Mata Riselia melebar tak percaya pada apa yang ia lihat.

Partikel-partikel cahaya berkumpul di tangan Void itu, membentuk kapak perang besar.

“Void itu baru saja membuat senjata?!”

Void yang bisa membuat senjata. Akademi Excaliur tidak memiliki catatan seperti itu, dan terlebih lagi, yang Void itu lakukan hampir terlihat seperti...

Seperti Pedang Suci...!

Namun, itu harusnya tidak mungkin. Pedang Suci tidaklah mengeluarkan uap berminyak seperti itu. Meski begitu, Riselia ingat pernah melihat hal yang mirip seperti ini baru-baru ini.

Itu seperti Pedang Iblisnya Liat...!

Void berkapak itu melangkah maju ke arahnya.

Dia cepat!

Void itu menutup jarak dalam sekejap mata dan menyerang Riselia dengan senjatanya. Riselia mencoba menangkis serangan Void itu dengan Pedang Darah, tapi...

“...Kuh, aaah...!”

Kekuatan pukulan lawannya membuatnya terpental mundur. Void itu mengejarnya, menyerang dengan melakukan sapuan horizontal. Bilah kapak menyala merah, menembakkan gelombang api yang menerjang Riselia.

Riselia dengan cepat menusukkan Pedang Darah ke tanah, menutupi seluruh tubuhnya dengan bilah darah yang berkilau merah.

Ketika sosok gadis itu muncul kembali, dia sudah mengenakan Gaun Leluhur Sejati, item kelas legenda yang Leonis berikan kepadanya. Rambut keperakannya bersinar dengan mana saat dia mengulurkan tangan kirinya, dan lingkaran sihir terbentuk di telapak tangannya.

“Aku akan meledakkanmu—Di Farga!”

Itu adalah mantra tingkat dua paling kuat yang bisa Riselia gunakan saat ini. Kilatan merah meletus, menghempaskan gelombang api. Namun, Void itu tidak menghentikan serangannya.

“Ahhhhhhhhhhhhhhhh!” Seluruh tubuh Riselia bersinar terang dengan mana.

Mencengkeram Pedang Darah dengan kedua tangannya, dia memblokir kapak yang menyerang.

“...Mundur...lah!”

Lengannya terasa mati rasa. Gaun Leluhur Sejati mempunyai efek samping. Meskipun item itu akan secara signifikan meningkatkan kekuatan fisik penggunanya, item itu akan mengkonsumsi banyak mana sebagai gantinya. Dengan kata lain, dia harus mengalahkan Void ini dengan cepat, atau kalau tidak dia pasti akan kalah.

Ini bukan Void biasa...! Riselia menggigit bibirnya, berhasil menghindari ayunan kapan Void yang sangat cepat itu.

Void raksasa itu bergerak seperti seorang petarung handal.

“Hyahhhhhhhhh!” Setelah menghindari banyak serangan Void, Riselia menerjang ke sisi pinggang Void itu.

“Mekarlah seperti bunga yang cemerlang—Darah Vena!”

Mana memenuhi Pedang Darah, ujungnya memancarkan cahaya merah. Bilah darah yang tak terhitung jumlahnya muncul untuk merobek Void.

...Aku akan mengalahkannya dengan cara ini!

Gaun Leluhur Sejatinya berkibar, dan Riselia melepaskan serangan lain jauh ke dalam inti Void. Namun...

“—*********!”

Void melolong dan mengayunkan kapaknya lagi, kemudian api yang membara menyerbu Riselia. Sebagai undead, Riselia sangat lemah pada api. Bahkan statusnya sebagai Ratu Vampir pun tidaklah membuatnya kebal dari kelemahan itu.

“...!”

Dia secara paksa menghindari serangan itu dengan mendorong dirinya menjauh menggunakan mana. Api yang membara menjilat udara di depannya. Jika api terus menyebar, dia tidak akan punya tempat untuk lari.

Ini buruk!

Tepat ketika api itu akan melahap Riselia—

Sesuatu melintas di medan perang.

Boooooooom!

Sebuah ledakan menerbangkan sedimen dan puing-puing ke udara, memadamkan api.

“...!”

Mendongak, Riselia melihat orb (bola) Mata Penyihir yang bersinar terang melayang di atasnya.

“Fine!”

“Aku akan membantumu, Selia!”

Orb (bola) itu berotasi dan menembakkan kilatan cahaya lain ke arah Void. Sinar yang membakar menghantam lengan monster itu yang mencengkeram kapak.

Sekarang kesempatanku!

Riselia menerjang menembus asap yang mengepul. Dia menyalurkan mana Ratu Vampirnya ke Pedang Darah dan—

Bilah Darah!”

Semua kekuatannya ia lepakan sekaligus. Badai pedang merah berputar-putar di sekitar tubuh raksasa Void. Wujudnya yang besar akhirnya terguling disertai bunyi keras.

“Haah, haah, haah... Kau menyelamatkanku, Finé,” Riselia berterima kasih padanya, sambil mengatur napasnya yang tidak karuan.

“Tidak kusangka aku akan melihat Void menggunakan Pedang Iblis...” ucap Elfiné.

Krak...!

Suara pecahan kaca bergema di area itu.

“...?!” Riselia mendongak.

Sebuah sobekan besar terbentuk di langit di atas Assault Garden Ketujuh.

“Robekannya besar sekali!”

Riselia pernah melihat robekan yang sebesar itu sekali sebelumnya. Itu sudah enam tahun yang lalu, tepat sebelum terjadinya Stampede yang menghancurkan Assault Garden Ketiga...

“—***********!”

Dan tiba-tiba, Void yang baru saja mereka jatuhkan membuka matanya dan berteriak.

“...Monster itu masih hidup?!”

Riselia segera mengangkat Pedang Sucinya, namun Void itu melompat begitu saja dan mendarat di atas gedung di dekatnya. Kemudian, monster itu mulai berlari ke arah Central Garden.

“Selia, semua Void di Kota Tua mulai pergi ke Central Garden,” kata Elfiné.

“Apa? Mengapa?!”

“Aku juga tidak tahu. Tapi pasti ada sesuatu yang terjadi di Central Garden...”

Riselia tiba-tiba merasakan jantungnya berdebar kencang. Dia punya firasat buruk tentang ini.

“Finé, aku akan pergi ke Central Garden!”

“Hah? Selia, tunggu...!”

Sayangnya, Riselia sudah pergi.

---

Shardark Void Lord, Master Pedang dari Enam Pahlawan, muncul dari sobekan di udara. Dia telah melahap dewa Anggrek Sakura, Fuujinki, dan menyatu dengan salah satu Penguasa Kegelapan, Dizolf Zoa, Raja Amarah. Setelah berubah berkali-kali, dia terlihat sangat berbeda dari penampilannya sembilan tahun lalu. Apa yang tersisa dari tubuh aslinya hanyalah wajahnya, dan bahkan itu pun tidak sempurna. Salah satu matanya telah hancur dan hilang. Dan sekarang, monster ini telah menyerap dewa Anggrek Sakura lainnya ke dalam dirinya.

Berdiri di atas gedung berlapis di dekat monster itu adalah Setsura, dengan sabar menunggu Void Lord itu muncul sepenuhnya.

Setsura kemudian mengeluarkan kristal hitam segitiga dari lengan baju putihnya. Itu adalah Trapezohedron—fragmen dewi yang telah musnah seribu tahun yang lalu. Pada dasarnya, benda itu hanyalah batu tanpa mana.

Namun, jika ditempatkan di wadah yang cocok, itu bisa menjadi wadah untuk jiwa dewi.

Peran Setsura adalah untuk memanggil Shardark dari Enam Pahlawan dan mengubahnya menjadi wadah untuk dewi. Satuan  Kenki—atau lebih tepatnya, Pedang Iblis mereka—akan menjadi pengorbanan untuknya.

Namun, rencana itu telah melenceng dari jalurnya. Shardark terlibat dalam pertempuran melawan seseorang, pria bertopeng yang barusan gadis itu hadapi sebelumnya.

Seorang pengguna sihir, seni kuno yang dikatakan telah punah berabad-abad yang lalu.

Selama bentrokan mereka sebelumnya, orang itu melepakan satu demi satu mantra yang kuat. Dan sebelumnya, Nefakess telah memperingatkan Setsura bahwa seseorang yang mampu menghancurkan Archsage Arakael sedang bersembunyi di Assault Garden Ketujuh...

Satu hal yang pasti, sekarang kedua monster itu terkunci dalam pertempuran, dan dia tidak bisa mendekati mereka. Karenanya, satu-satunya hal yang biasa dia lakukan saat ini adalah menunggu sambil memegang fragmen dewi di tangannya.

Namun tiba-tiba, dia mendeteksi ada seseorang yang mendekat dari belakangnya.

“Kakak...”

Setsura berbalik. Seorang gadis berpakaian pendeta berdiri di depannya, memegang Pedang Suci. Itu adalah Sakuya Sieglinde, adiknya. Kedua gadis itu terlihat mirip satu sama lain.

“—Kupikir lukamu terlalu parah sehingga kau tidak bisa bergerak,” ucap Setsura.

“Aku membuat kesepakatan,” jawab Sakuya.

“Kesepakatan?”

Sakuya tidak berniat menjawabnya. Dia hanya mengangkat Pedang Sucinya.

Setsura kemudian memutuskan untuk menanyakan hal lain. “Bagaimana kau tahu aku ada di sini?”

“Aku melihatnya,” jawab Sakuya.

“...?”

Sakuya mengangkat poninya, memperlihatkan mata kirinya yang sekarang berwarna kuning.

“Mata itu—” ucap Setsura.

Namun, sebelum dia bisa menyelesaikan ucapannya, Sakuya melesat secepat kilat.



Post a Comment

Previous Post Next Post