Ore no Iinazuke ni natta Jimiko, Ie de wa Kawaii Shika nai Bab 27

Bab 27
Saat kau hampir bisa melihat apa yang ada di dalam rok, tapi pada akhirnya tidak bisa melihatnya (Bagian 1)


Di hari terakhir Golden Week, Nayu kembali meninggalkan Jepang.

Sikapnya padaku selalu kasar seperti biasanya, seperti mendecakkan lidahnya dengan jelas, atau membentak menyuruhku untuk diam.

Tapi entah kenapa, dia ingin berjabat tangan dengan Yuuka.

“Rukunlah dengan Kakakku… Aku serius.”

“Mmh! Nayu-chan, kau juga harus kembali ke Jepang lagi kapan-kapan!”

Karena Nayu menundukkan kepalanya dengan sangat rendah, aku hanya bisa melihat bagian atas kepalanya dan tidak bisa melihat ekspresi seperti apa yang dia tampilkan. Namun, nada suaranya terdengar—lebih lembut dari biasanya.

---

“Kuharap Nayu-chan baik-baik saja dalam perjalanan, dan bisa pulang dengan selamat...”

“Dia pasti akan baik-baik saja. Bagaimanapun juga dia bukanlah tipe orang yang akan mati hanya karena sesuatu seperti kecelakaan pesawat.”

“Kalau seperti itu malah tidak bisa disebut manusia, tahu!”

Dalam perjalanan ke sekolah, Yuuka menertawakan komentar riangku saat dia membalasku.

Biasanya, hari pertama sekolah setelah Golden Week merupakan saat-saat yang menyebalkan bagiku, tapi… tahun ini berbeda.

Karena tahun ini, ada Yuuka bersamaku, jadinya aku yakin bahwa aku tidak akan bosan.

a

Entah bagaimana, tanpa kusadari, pergi ke sekolah bersama Yuuka sudah menjadi hal yang wajar bagiku.

“Yuu-kun, Yuu-kun!”

Hanya saja, aku merasa agak kewalahan ketika dia terlalu dekat denganku. Bagaimanapun juga... Aku tidak tahu kapan kami mungkin akan bertemu seseorang dari kelas kami.

Rambutnya, yang diikat dengan model ponytail, berayun-ayun tertiup angin. Karena kacamatanya, dia kelihatan sedikit lebih tajam dan lebih kaku daripada saat di rumah, namun..., caranya yang tersenyum polos kepadaku masih sama dengan Yuuka yang selalu kukenal.

---

“Yahho, Sakata! Gimana kabar?”

Segera setelah aku duduk di kursiku, Nihara-san datang dan menepuk pundakku.

Lalu, dia duduk di atas mejaku, dengan rambut cokelat panjangnya terayun di udara.

Rok mini yang dia kenakan saja sangat pendek dengan hanya sampai ke pahanya, tapi sekarang, dia bahkan duduk duduk dalam posisi yang sangat berbahaya.

“Matamu lagi lihat kemana tuh?”

Nihara-san tertawa saat dia mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal.

“A-Aku tidak melihat kemana-mana!?”

“Bohong~ Barusan, kau mencoba melihat celana dalamku, kan?”

“Tidak, bisakah kau jangan salah paham.”

“Yah, lagian kau itu ‘kan laki-laki, jadi jika aku memakai rok yang seperti ini, tentu saja kau  pasti akan tertarik.”

“Tolong hentikan itu. Kau benar-benar salah paham. Aku tidak melihat apa-apa, percayalah padaku.”

Saat ini Nihara-san mungkin cuman bercanda, tapi gini-gini, aku masih ingin tetap hidup. Karena jika aku melakukan sesuatu yang ceroboh di sini, kehidupan sosialku sudah akan seperti mati.

Sekarang aku jadi bisa mengerti bagaimana perasaan om-om yang dituduh melakukan pelecehan seksual...

“...Nihara-san, apa kau punya waktu?”

Saat itu, terdengar suara dingin yang membekukan udara di sekitar kami dalam sekejap.

‘Watanae Yuuka’ tiba-tiba menghampiri kami dan menyela pembicaraan kami.

“Halo, Watanae-san! Ayo kita pergi nongkrong di karaoke lagi lain ka—“

“Nihara-san... Penampilanmu itu tidak senonoh.”

Tanpa menggerakkan alisnya, Yuuka tanpa ampun menyelanya.

“I-Ini pergelutan kucing!”

[Catatan Penerjemah: Maksudnya baku hantam antar wanita.]

Masa, yang menonton adegan itu, mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal.

Sepertinya kami menarik perhatian dengan cepat karena semua orang mulai membuat keributan juga.

Tapi, Yuuka bukanlah tipe orang yang peduli dengan suasana.

“Nihara-san. Sakata-kun menatapmu dengan tatapan sange. Itu mengganggu moral masyarakat. Jadi bisakah kau berhenti.”

“A-aku tidak meli-”

“Sakata-kun.”

Suara Yuuka sedingin es.

Padahal dia hanya memanggilku dengan nama belakangku, tapi aku merasakan bebannya seperti hukuman mati… Aku akhirnya menutup mulutku rapat-rapat.

Mungkin merasakan suasana yang aneh di sekitar kami, Nihara-san dengan cepat turun dari mejaku.

“Yah, lagian Sakata-kun itu orang yang introvert, jadi jika gadis cantik sepertiku berpakaian tidak pantas, jelas dia akan membakar bayangan itu jauh ke dalam ingatannya.”

“Aku tidak melakukan itu. Tolong hentikan. Aku tidak melakukan semua yang kau katakan. Kau benar-benar salah paham.”

“Entah kau melihatnya atau tidak—kau sama sekali tidak bisa membuktikannya.”

Berbeda dengan Nihara-san yang berhati hangat, Yuuka tetap bersikap dingin.

Dan dengan ekspresi dingin di wajahnya yang belum pernah kulihat di rumah atau di sekolah, dia berkata.

“Yang jelas, menurutku... sangat menjijikkan menjadi sange oleh tubuh seorang gadis.”

[Catatan Penerjemah: Ya ‘kan mau bagaimana lagi ces. Itu insting tahu!]

---

“Hmph! Dasar Yuu-kun goblok! GOBLOK! Sampai jadi sange karena kaki telanjang Nihara-san! Itu menjijikkan! Kau sungguh yang terburuk!”

IQ Yuuka turun sekitar 50 poin.

Kupikir dia marah kepadaku karena aku pulang duluan, tapi melihat bagaimana Yuuka dengan sembarangan melemparkan tasnya dan menggembungkan pipinya di ruang tamu, sepertinya itu karena sesuatu yang lain.

“D-Dengarkan aku dulu, Yuuka...”

“Kau melihatnya, kan? Dasar mesum!”

“Bukankah aku melihat atau tidak melihatnya itu tidak bisa dibuktikan?”

“Aaah~ Aaah~ Aku tidak mendengar alasan apapun! Uwa, aku tidak bisa mendengar apa-apa!? Itu pasti karena kau terus-terusan ngeles!”

“Bukannya itu karena kau menutupi telingamu!?”

Tidak peduli apapun yang kukatakan, Yuuka masih terus merajuk.

Dia menutup matanya dengan erat, menutupi telinganya, dan menjulurkan lidahnya kepadaku.

Sekarang ini, dia memiliki ekspresi konyol yang tak terlukiskan.

Melihatnya yang seperti itu, mau tak mau aku jadi tertawa lepas.

“Kenapa kau malah tertawa?! Aku ini lagi marah, tahu!”

“Ya, ya. Kau benar-benar marah, kan?”

“Mungkin aku akan tetap dalam suasana hati yang buruk seperti ini selamanya… A~ahh… sungguh Yuuka-chan yang malang…”

“Astaga, sampai sebegitunya kau merajuk?”

“Uwaa! Jadi kau ceritanya nantangin nih!”

Aku menundukkan kepalaku ke Yuuka, yang membuat keributan.

“Oke, Yuuka. Aku minta maaf.”

“Aku tidak bisa mendengarmu~”

“Kubilang aku minta maaf...”

“Kan aku juga bilang, aku sama sekali tidak bisa mendengarmu~”

“Lah, itu ‘kan karena kau menutupi telingamu… tunggu, barusan kau bisa mendengarku, kan!?”

Kami tidak membuat kemajuan apa pun, jadi aku meraih lengan Yuuka dan menarik tangannya dari telinganya.

Alhasil, aku dalam posisi dimana aku memegang kedua lengan Yuuka.

“...Wajahmu… terlalu dekat…”

Jarak hidung kami begitu dekat, sudah hampir bersentuhan. Yuuka dengan canggung menarik diri dariku dan mengerutkan bibirnya.

Aku sendiri juga buru-buru membuang muka dari Yuuka.

Maka, dengan suasana rumit yang tak terlukiskan... kami berdua terdiam beberapa saat.




close

6 Comments