[WN] Yujinchara no Ore ga Motemakuru Wakenaidaro? Selingan 9

Selingan 9
Festival Musim Panas


Sesaat setelah punggung Makiri-sensei menghilang di tengah kerumunan...,

"Issh, aku cemas tahu karena kau tiba-tiba menghilang, Yuuji-senpai!” kata Touka, yang menatapku dengan kesal.

"Maaf ya."

Seperti itu, aku meminta maaf dengan jujur padanya yang telah mencemaskanku. Kemudian, menanggapi maafku, Touka memelototiku dengan ekspresi menakutkan di wajahnya sambil menggumamkan, “Muu~”.

"...Yah, sesuatu seperti tersesat memang tak bisa dihindari jika ada banyak sekali orang. Cuman, akan merepotkan jika kita sampai terpisah lagi.”  

Setelah mengatakan itu, ‘Eii~,’ dia meraih tanganku.

“Nah, dengan begini kau tidak akan tersesat lagi!” katanya, saat dia menjalinkan jari-jarinya di tanganku sambil tersenyum.

Matahari telah terbenam, dan di sekitaran sini tidak terlalu terang, namun demkian, aku masih tetap bisa melihat wajahnya yang memerah.

Apa sampai sebegitunya dia ingin membuatku jatuh cinta padanya hingga dia mau repot-repot menahan rasa malu?

Aku juga merasa malu pada tingkahnya itu, tapi pada saat yang sama, aku merasa terkesan padanya.

"...Eh, kau curang Touka-chan!"

Kemudian, setelah Kana meneriakkan itu, dia berulang kali mencoba memisahkan tanganku yang bergenggaman dengan tangan Touka menggunakan tebasan tangannya.

"...Bisa tidak sih jangan ngeganggu sepasang kekasih yang lagi bermesraan, tingkahmu itu nyebelin banget, tahu!”

Dengan ekspresi yang kesal, Touka mengatakan itu pada Kana. Ngomong-ngomong, tebasan tangan dari Kana itu juga terasa sedikit menyakitkan.

"Maaf, Kana."

Saat aku mengatakan itu, Kana menatapkuku dengan raut yang kesal dan kemudian menghela nafas.

"...Baiklah. Aku akan membiarkannya untuk hari ini." gumam Kana, dengan ekspresi yang kecewa.

Ugh, mengetahui betapa dia menyukaiku itu membuat dadaku jadi terasa sakit.

“...Senpai!”

Di sisi lain, Touka menatapaku dengan mata yang basah, kemudian menaruh kekuatan ke dalam genggamannya.

Buset dah, genggamannya erat banget.

"Nah, karena sekarang kita sudah berkumpul lagi dengan Yuuji, bagaimana kalau kita pergi melihat-lihat kios?”

"Kau benar, lagipula masih ada beberapa waktu yang tersisa sebelum pertunjukkan kembang api dimulai.”

Setelah sampai saat ini melihat interaksi di antara kami. Ike dan Tatsumiya menyerukan itu.

"Ayo pergi, Senpai!"

Terhadap Touka yang mengatakan itu dengan ceria, aku menganggukkan kepalaku.

Kemudian, kami pun melihat-melihat kios yang ada di festival.

“Senpai, aku mau yang itu!”

"...Kau mau yang ini?"

Menanggapi permintaan Touka, aku menembak jatuh tali dari karakter misterius dalam game menembak.

 

"Oke, Senpai, bilang aaahh~"

"Tidak, aku bisa memakannya sendiri. Lagian itu masih panas."

Seperti itu, aku hampir disuapi takoyaki yang kami beli di kios makanan.

 

"Whoa, Senpai, apa yang kau lakukan dengan itu? Maaf, Senpai... sejujurnya, itu terlalu luar biasa, namun dalam artian yang menjijikkan.”

"...Oi, jangan menyebut itu menjijikkan.”

Ini adalah pertama kalinya aku mencoba memainkan Katanuki*, dan aku menyelesaikan sesuatu yang sulit untuk dipahat saat Touka mengatakan itu padaku.

[Catatan Penerjemah: Katanuki itu suatu permainan yang umum di festival Jepang, dimana cetakan permen yang berbentuk hewan, bintang atau bulang, bunga, dan semacamnya akan dipahat menggunakan jarum atau pun tusuk gigi. Contohnya bisa kalian lihat di sini .]

 

Ini adalah festival musim panas pertama yang kuhadiri bersama teman-temanku, dan tiap-tiap menit yang kami lalui, semuanya terasa menyenangkan.

......Namun.

"Hasaki-san, wajahmu terlihat pucat, apa kau baik-baik saja?”

"Y-Ya, maaf Tatsumiya-san. Aku baik-baik saja kok."

Kana, yang melihat aku dan Touka bersenang-senang bersama, menunjukkan ekspresi yang sedih.  Dan jika dilihat baik-baik. langkah kakinya terasa goyah.

“Senpai, selanjutnya ayo kita sana!”

"Y-Ya."

Dengan tawa riang, Touka menarik tanganku dan kami menunju ke kios berikutnya.

Setelah itu, sejak tadi kami terus-terusan pergi berkeliling kios. Dan di saat yang sama, kuperhatikan bahwa Kana cenderung tertinggal di belakang kami.

"...Apa kau sungguh baik-baik saja?"

"Y-Ya, aku baik-baik saja! ...Bentar ya, aku pergi ke toilet dulu." seru Kana, saat dia mencoba yang terbaik untuk terlihat riang.

"Kalau begitu, kami akan menunggumu di sini." kata Ike, yang dijawab oleh Kana dengan anggukan.

Kemudian, saat aku melihat Kana menjauh dari kami... Aku tersadar akan sesuatu.

“Aku juga mau ke toilet sebentar.”

Mengatakan itu, aku melepaskan tanganku dari genggaman Touka.

"......Baiklah."

Seperti itu, Touka menanggapiku dengan penampilan yang cemberut. Aku tersenyum masam padanya sesaat, kemudian bergegas mengikuti Kana.

"Kana."

Dari belakang, aku memanggil Kana yang tengah berjalan di depanku.  

Mendengarku memanggilnya, Kana berbalik, dan kemudian menampilkan senyum lemah.

"Ada apa, Yuuji-kun? ...Apa kau ingin menghabiskan waktu berduaan aja denganku?"

Terhadap dia yang bercanda seperti itu, aku langsung menanggapinya.

"Perlihatkan kakimu padaku."

Mendengar kata-kataku, Kana tampak tertegun sesaat, dan kemudian—
.
.
.
“Eeeeeeeeeeeeeeeeeeh!!”
.
.
.
Dalam keterjekutan, dia meneriakkan itu dengan wajah yang menjadi merah padam.

"Ada apa?"

"Jangan tanya ‘Ada apa?’ padaku! K-Kau lah yang ada apa, Yuuji-kun? Eh..., j-jangan bilang..."

Kemudian, setelah menelan ludahnya sendiri dan menaik turunkan arah pandangannya, dia berkata...,

 

"K-Kau..., i-ingin melakukan sesuatu yang mesum bersamaku?"

 

Hah? Apa sih yang dia bicarakan?

Berpikir demikian, aku kemudian menyadari apa yang sebelumnya kukatakan.

"Tidak, maksudku bukan begitu...., bakiak itu, kau tidak terbiasa memakainya, kan?”

Dengan tenang, aku mengatakan itu padanya yang sepertinya telah salah paham akan sesuatu. 

Lalu, dia menampilkan semacam ekspresi rumit di wajahnya, dan kemudian...,

"Dasar Yuuji-kun goblok.... Mesum." katanya, saat dia mengerecutkan bibirnya.

"Tidak, aku tidak mesum.... Daripada itu, lihat, di sana ada bangku yang kosong, ayo kita ke sana.”

Mengatakan itu, aku hendak berjalan ke arah bangktu itu, tapi tiba-tiba, Kana menyandarkan tubuhnya padaku.

"Ada apa?"

"...Kakiku lagi sakit. Jadi, aku ingin kau menopangku.” bisiknya.

Seperti yang dia minta, aku menopang tubuhnya saat kami berjalan.

"......Aku mencintaimu."

Aku mendengar Kana menggumamkan itu, tapi aku berpura-pura tidak mendengarnya dan membuatnya duduk di bangku tersebut.

"Issh, padahal kau bisa mendengarku... Dasar goblok."

"Aku memang bisa mendengarmu, tapi maaf, aku tidak bisa memberikan jawaban yang kau inginkan.”

"Aku tahu itu..., makanya aku bilangin kamu goblok."

Terhadap kata-kata Kana yang terkesan sedih, aku hanya bisa tersenyum masam.  Kemudian, aku mengalihkan perhatianku ke kakinya, lalu aku melepaskan bakiaknya.

"...Mmn~" desah Kana, dengan nada yang agak nyaring.

"...Jangan mengeluarkan suara yang aneh-aneh."

"H-Habisnya..., itu terasa geli." balas Kana, terlihat malu-malu.

"...Jadi kakimu lecet, ya."

Seperti dugaanku, jari-jari kakinya tampak merah dan lecet. Pasti ini yang menjadi alasan mengapa dia terlihat tidak senang selama kami berjalan-jalan di festival tadi.

"Itu terasa sakit, kan?"

Saat aku menanyakan itu, dalam diam, Kana menganggukkan kepalanya. 

Kemudian, aku mengambil dua plester dari sakuku. Setelah melepaskan pembungkusnya, aku menempelkan plester itu ke area dimana sela jari kakinya akan bersentuhan dengan strap bakiak.

"Kau sudah mempersiapkannya, ya."

"...Begitulah."

Berpikir ini mungkin akan berguna, aku membawanya  untuk berjaga-jaga jika Touka atau Kana mengenakan bakiak. Yah, aku yang bisa memiliki pemikiran seperti itu karena aku telah melakukan cukup banyak penelitian di internet.

"Plester itu..., kau membawanya untuk Touka-chan, kan?"

"...Ya, tapi karena hari ini Touka mengenakan sandal yang biasanya dia pakai, jadi dia pasti tidak akan membutuhkan ini.”

Yah, bukan berarti aku membawa plester ini hanya untuk Touka. Pikirku.

"...Aku yakin, Touka-chan yang mengenakan sandal itu pasti karena dia tidak ingin membuatmu kerepotan seperti ini, Yuuji-kun... Tingkahnya yang seperti itu rasanya sangat imut, bukan?”

Terhadap perkataan Kana, aku tidak bisa menanggapinya.

"Aku..., aku ingin kau berpikir kalau aku imut, jadi aku memakasakan diriku untuk mengenakan bakiak ini, tapi..., jika aku justru membuatmu jadi kerepotan seperti ini, itu semua percuma saja.”

Mendengar kata-katanya yang memberikan kesan kesepian, aku merasakan semacam kepedihan di dadaku. Aku tidak ingin..., melihat Kana yang baik hati, Kana yang mencintaiku seperti ini, merasa tertekan.

"Aku tahu kalau aku tidak seharusnya mengatakan ini, tapi... Aku senang memiliki gadis baik sepertimu menyukaiku. Selain itu, kita ini teman, bukan? Aku sama sekali tidak berpikir kalau sesuatu seperti ini itu merepotkan."

Saat aku mengatakan itu, aku melakukan kontak mata dengan Kana yang sedang duduk di atas bangku.

"Yuuji-kun..."

Dia melontarkan suara melankolis, dan kemudian—dia meraih kepalaku dan menjambak rambutku dengan kasar. Setelah itu, dengan lembut, dia mulai membelai kepalaku.
 
"Yah, tadi itu pernyataan untuk tetap mencintaimu yang cukup keren.... Kupikir tidak buruk juga untuk terluka seperti ini." terkikik, Kana membisiskkan itu di telingaku.

Tidak, maksudku tadi bukan begitu, tapi yah, sekalipun aku mengatakannya, aku tidak berpikir dia akan mempercainya. Pada akhirnya, aku hanya bisa tutup mulut.

"Saat ini aku memang masih belum bisa mengalahkan Touka-chan. Tapi suatu hari nanti, aku pasti akan membuatku pindah haluan.” serunya, saat di meletakkan tangannya di pipiku dan menatapku secara langsung. Kemudian, dengan nada yang lebih tegas dari yang pernah kudengar dari dirinya, dia menyatakan, "...Karenanya, persiapkanlah dirimu, oke, Yuuji-kun?"

Untuk sesaat, aku terpesona dengan sosoknya itu.



Sebelumnya || Daftar Bab || Selanjutnya
close

11 Comments