[LN] Saijo no Osewa Volume 4 - Bab 2 Bagian 2

Bab 2 Bagian 2 (dari 4)
Bom Kecil di Kursus Musim Panas


Setelah berpisah dengan Yuri, kami menuju ke tempat kursus musim panas.

Kursus akan dimulai hari ini. Kami memasuki tempat bertipe pondok dan membuka pintu ruang kelas, dan di dalam, sudah ada hampir 20 siswa yang berkumpul.

“Hei, bukankah itu..., orang-orang dari Akademi Kekaisaran?”

“Itu Ojou-sama sungguhan...”

“Mereka semua cantik-cantik.”

“Oh, tapi ada satu orang yang sepertinya bisa akur dengan orang seperti kita...”

Mungkin, orang yang dimaksud dari ucapan yang terdengar di akhir itu aku.

Sebelum porseni dimulai, pada saat yang sama ketika aku mencoba membantu Narika mengatasi pergumulannya, aku menyadari evaluasi objektif yang ditujukan kepadaku, dan memutuskan untuk bersikap sehingga aku tidak akan terlihat tidak wajar ketika aku berada di sekitar Hinako dan yang lainnya. Jadi dengan mengingat bagaimana perasaanku saat itu, aku menegakkan punggungku.

Tidak seperti Hinako dan yang lainnya, aku tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Jadi jujur saja, dalam hati aku merasa gugup, tapi setidaknya sekarang aku tidak terlihat tidak wajar ketika berada di sekitar para Ojou-sama ini. Jika itu aku yang dulu, maka respon mereka pasti berbeda. Satu atau dua komentar yang mengejekku mungkin akan diarahkan kepadaku.

“Hm, sepertinya tempat duduknya sudah ditentukan.”

Selembar kertas dengan nama dan tempat duduk masing-masing siswa ditempel di meja panjang di depan. Tampaknya uruntan tempat duduk diurutkan sesuai urutan penerimaannya di resepsi. Narika duduk di sampingnya Hinako, dan aku——

“Oh, sepertinya kita bersebelahan,” ucap Tennoji-san, mendekatiku.

Orang yang duduk di sampingku adalah Tennoji-san. Aku pun mengeluarkan alah tulisku dari tas dan duduk. Setelah beberapa saat, seorang pria yang tampaknya adalah guru berdiri di depan podium.

“Selamat pagi, semuanya. Ayo kita mulai kelas periode pertama kita hari ini.”

Buku pelajaran khusus untuk kursus musim panas ini dibagikan dari kursi di depan kami. Karena kursus ini hanya satu minggu, jadi jumlah halaman bukunya sedikit, meski begitu isi materinya sangat padat. Karena itu, aku jadi sedikit kewalahan. Namun demikian, gini-gini aku orang yang terus mengikuti pelajaran-pelajaran di Akademi Kekaisaran secara rutin. Jadi, meskipun aku harus memutar otakku dengan mati-matian, aku berhasil mengikuti kelas kursus.

...Akhirnya selesai juga periode pertama pelajaran.

Kursus musim panas berlangsung dari pukul 10:00 sampai 18:00. Itu adalah jadwal yang sulit, tapi untungnya itu sudah termasuk makan siang. Nah, karena kursus ini disponsori oleh Akademi Kekaisaran, makan siang yang disiapkan berkualitas tinggi, sehingga mata para siswa yang berpartisipasi dari sekolah lain tampak berbinar ketika melihatnya.

Setelah istirahat makan siang, kelas sore pun dimulai saat seorang guru laki-laki memasuki ruang kelas.

“Sekarang, kita akan mulai pelajaran ekonomi mikro.”

“...Ekonomi, mikro?”

Aku memiringkan kepalaku terhadap kata asing itu. Melihat aku sepertinya bingung, Tennoji-san di sampingku menjelaskannya padaku dengan suara pelan.

“Apa kamu tidak membaca brosurnya? Kursus musim panas ini mengundang beberapa profesor yang mengajar di universitas bergengsi di seluruh negeri untuk memberikan kuliah khusus tentang bisnis dan jasa modern. Secara khusus, kita akan diajak untuk mempelajari perdagangan, administrasi bisnis, hukum, sains dan teknik.”

“Be-Begitu ya...”

Untuk saat ini aku hanya menganggukkan kepalaku, tapi sebenarnya aku tidak mengerti apa yang dia jelaskan. Tapi kemudian, mungkin mengetahui isi pikiranku, Tennoji-san tersenyum lembut.

“Sederhananya, ini adalah studi kekaisaran.”

Buset, jadi studi kekaisaran juga ada ya...?

[Catatan Penerjemah: Studi kekaisaran adalah pendidikan yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kedudukan khusus, seperti seorang raja. Walaupun tidak ada batasan yang tegas tentang isi pendidikan, dikatakan bahwa selain pengetahuan yang luas di bidang akademik, pendidikan holistik diberikan dalam bidang-bidang seperti kepemimpinan dan etiket. Dalam artian yang lebih luas, pendidikan yang diberikan oleh politisi dan eksekutif perusahaan untuk melatih penerusnya juga disebut sebagai studi kekaisaran (bahasa inggrisnya imperial studies).]

Aku tahu kalau konsep kursus musim panas ini adalah bahwa siswa dapat mempelajari hal-hal yang tidak dapat mereka pelajari di kelas reguler, tapi aku tidak menyangka bahwa akan sampai diajari tentang imperialisme juga..., ini benar-benar tidak terduga.

Ketika aku membolak-balik halaman buk teks, aku menemukan bahwa setelah mempelajari ekonomi mikro,  kami akan akan mempelajari ekonomi makro. Tak satu pun dari kedua topik tersebut yang aku tahu apa-apa tentangnya.

Akhirnya, pelajaran ekonomi berakhir.

Aku benar-benar sudah babak belur.

“Kamu baik-baik saja, Tomonari-san?”

“Aku tidak..., baik-baik saja...”

“Yah, mengingat kalau buku pelajarannya baru saja di bagikan, jadi aku bisa mengerti kalau kamu tidak bisa melakukan persiapan,” ucap Tennoji-san, pengertian.

Melihat sekeliling kelas, kuperhatikan beberapa siswa lain memegangi kepala mereka. Sepertinya pelajaran yang barusan itu memang benar-benar sulit. Tapi seperti yang Tennoji-san bilang sebelumnya, ceritanya mungkin akan beda kalau aku sudah melakukan persiapan sebelumnya. Tennoji-san sih kelihatannya biasa-biasa saja, mungkinkah dia mempelajari bidang semacam ini secara teratur?

Akhir-akhir ini, aku sudah terbiasa dengan kehidupan di Akademi Kekaisaran, dan itulah mengapa aku semakin menyadari betapa menakjubkannya gadis-gadis ini. Hinako adalah putri dari Grup Konohana, Tennoji-san adalah putri dari Grup Tennoji, dan Narika adalah putri dari produsen barang olahraga terbesar di Jepang. Dunia tempat mereka tinggal sangat tinggi dan sulit, Tidak mudah untuk bisa berdiri sejajar di samping mereka.

Aku perlahan-lahan menghembuskan udara dari paru-paruku seolah untuk memuntahkan kelelahan dari kepalaku.

Kemudian, aku mendengar percakapan dari salah satu kursi di dekatku.

“Konohana-san? Kok kamu kelihatan seperti mengkhawatirkan sesuatu, apa ada yang salah?”

“Tidak ada apa-apa, aku masih sama seperti biasanya kok.”

Kudengar suara Hinako terdengar lebih berat daripada biasanya, jadi aku mencoba meliriknya. Kemudian, aku melihat kalau Hinako juga sepertinya menatapku, yang membuat pandangan kami sontak bertemu.

Mungkinkah dia mengkhawatirkanku?

Jangan khawatir, aku bisa melalui ini. Aku melambaikan tanganku dengan maksud mengatakan itu, dan kemudian Hinako kembali melihat ke depan dengan ekspresi lega.

Waktu jeda telah usai, dan sekarang seorang wanita berjas memasuki kelas.

“Sekarang, kita akan memulai pelajaran Pengatnar Multimedia. Di kelas ini, kalian akan diajari tentang media yang kita gunakan sehari-hari, juga teknologi dasar yang berkaitan dengan audio dan video.”

Sepertinya, yang mengajar kali ini adalah profesor dari Fakultas Sains dan Teknik.

Saat mendengarkan konten pelajaran, secara bertahap aku mulai merasakan déjà vu.

...Ah. Aku tahu topik ini.

Sebelum Akademi Kekaisaran memasuki masa liburan musim panas, aku dulu belajar dengan teman sekelasku, Kita, untuk memperoleh sertifikasi nasional di bidang IT. Sepertinya, cakupan materi yang kami pelajari saat itu kurang lebih mirip dengan yang diberikan di kursus musim panas ini.

“Sekarang, untuk pertanyaan ini...”

Guru melihat sekeliling kelas untuk menunjuk siswa menyelesaikan soal. Sontak saja, sebagian besar siswa langsung memalingkan muka mereka, kecuali Hinako dan Tennoji-san.

Sedangkan untukku..., aku tidak memalingkan mukaku.

“Tomonari-san, tolong jawab pertanyaan ini.”

Setelah memerikska namaku di bagan tempat duduk, guru menunjukku.

“Erm..., kuantisasi.”

“Benar. Kamu memahaminya dengan baik,” ucap guru, tersenyum kagum. “Dalam PCM, yang mendigitalkan data analog, kuantisasi dilakukan setelah pengambilan sampel. Dan ingat, setelah itu, kita akan mengkonversi angka menjadi biner dengan encoding.”

Mendengar penjelasan tersebut, siswa di kelas serempak berseru, “Ooh”, untuk memuji.

Aku senang bahwa secara kebetulan konten materi saat ini berada dalam jangkauan studiku. Tidak diragukan lagi bahwa aku beruntung, tapi meskipun demikian, pujian dari orang-orang di sekitarku membuatku senang, serta memberikan kesadaran bahwa aku pun juga seorang siswa Akademi Kekaisaran.

“Konohana-san, sepertinya kamu sedang dalam suasana hati yang baik.”

“Begitukah? Aku masih sama seperti biasanya kok, fufufu.”

Aku mendengar percakapan-percakapan seperti itu, jadi aku melirik ke Hinako, dan entah kenapa kulihat dia tampak bangga dan membusungkan dadanya.

“Hebat kamu bisa mengerti soal yang barusan, Tomonari-san,” puji Tennoji-san padaku dengan suara pelan.

“Yah, kebetulan topik ini adalah bidang yang aku pelajari. Itu hanya kebetulan aku bisa menjawabnya.”

“Apa di masa depan kamu berencana untuk masuk ke dunia IT?”

“Aku masih belum memutuskannya dengan pasti, tapi itulah rencanaku untuk saat ini.”

Awalnya, aku mempelajari IT karena status yang kuperankan. Tepatnya, di Akademi Kekaisaran, aku adalah pewaris perusahaan IT kelas menengah. Aku memulai studiku dengan maksud untuk membuat pengaturan statusku ini akan terlihat lebih meyakinkan, namun ketika Shizune-san memperkenalkanku ke perusahaan IT sebagai tempat untukku bekerja di masa depan, dan ketika aku terlibat dengan dengan pewaris sungguhan dari perusahaan IT menengah seperti Kita, motivasiku jadi meningkat,

“Kalau begitu, dengan senang hati aku bisa loh memperkenalkanmu ke beberpa perusahaan IT Grup Tennoji.”

“Eh, erm..., apa itu tidak apa-apa?”

“Tentunya kami akan memeriksa kemampuanmu dengan benar, dan kupikir sama sekali tidak ada masalah jika hanya sekadar memperkenalkanmu.”

Aku sudah mengharapkan itu dari Tennoji-san, orang yang selau berusaha berperilaku baik untuk menghayati nama Grup Tennoji, bahwa dia tidak punya niat untuk mempekerjakan seseorang melalui jalur orang dalam... Yah, hal yang sama pun juga berlaku untuk Grup Konohana.

“Tapi, secara pribadi sih, aku maunya kamu bekerja di bidang produsen logam non-besi atau pabrik bahan kimia umum, yang merupakan perusahaan inti grup kami.”

“Hm, memangnya kenapa?”

“Yah, soal itu...” Seketika, Tennoji-san memalingkan wajahnya karena malu. “Bergantung pada karirmu, kamu akan bisa ditempatkan di posisi penting dalam grup... Te-Terus, setelah itu, erm, kamu akan bisa bekerja bersamaku...”

Oh, begitu ya.

“Kedengarannya bagus. Seperti yang dulu pernah kukatakan padamu, kupikir akan menyenangkan jika aku bisa bekerja denganmu, Tennoji-san.”

“...Y-Ya ‘kan?! Menurutku juga begitu!” ucap Tennoji-san, tampak sangat gembira.

“Kalian berdua yang di sana, harap berkonsentrasi pada pelajaran.”

Guru menatap tajam ke arahku. Sepertinya, ini membuat pujiannya kepadaku sebelumnya jadi hilang... Kurasa aku mungkin aku sedikit lengah. 

Tennoji-san dan aku segera menundukkan kepala kami dan menutup mulut.

“Ko-Konohana-san, kok kamu kelihatannya seperti sedang dalam suasana hati yang buruk...?!”

“Begitukah? Aku masih sama seperti biasanya kok, fufufu.”

Mendengar suara Hinako, aku mencoba melirik ke arahnya, dan kulihat entah mengapa dia menatapku seolah-olah dia sedang melihat sampah.

---

“Baiklah, pelajaran untuk hari ini selesai, kerja bagus kalian semua, Nah, karena seminggu lagi akan ada ujian, jadi pastikan kalian tidak melewatkan persiapan serta tinjuan materi.”

Setelah pelajaran terakhir selesai, guru meninggalkan kelas.

“Ini cukup melelahkan.”

Setelah meninggalkan kelas, kami kembali ke hotel.

“Setelah ini kamu mau ngapain, Tomonari-san?”

“Yah, aku...”

Karena aku akan bertemu dengan Yuri di malam hari, jadi aku hendak memberitahu kalau aku tidak punya rencana apa-apa..., tapi pada saat itu, aku merasa ada seseorang yang menarik pakaianku dari belakang,

Itu adalah Hinako, dan dalam posisi di mana orang lain tidak bisa melihatnya, dia menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu.

Entah bagaimana aku bisa menebak niatnya, jadi aku menarik kembali kata-kata yang hendak kukatakan dan mengoreksinya.

“...Aku lelah hari ini, dan aku juga ingin bersiap-siap untuk pelajaran besok, jadi aku akan istirahat.”

“Aku juga sama.”

Segera, Hinako melontarkan pendapat yang sama denganku.

“Yah, kita bisa datang ke Karuizawa kapan pun kita mau. Jadi yah, aku juga akan istirahat.”

Aku tidak sependapat degan cara berpikirnya, tapi Tennoji-san sepertinya juga akan istirahat di kamarnya.

“Bagaimana denganmu, Narika?”

“...Aku juga, rasanya kepalaku seperti sudah mau pecah,” ucap Narika, tampak lebih lelah dariku.

“Baiklah, sampai jumpa besok.”

Aku pergi ke kamar kelas dua, dan para Ojou-sama itu secara alami menuju ke kamar kelas tiga. Kemudian, setelah kembali ke kamarku dan menunggu beberapa saat...

Baiklah... sekarang aku harus bertemu dengan Hinako.

Itu mungkin alasan kenapa tadi Hinako menarik pakaianku. Memang aku dengar kalau kondisi fisik Hinako lebih baik akhir-akhir ini, tapi hari ini dia pasti sedikit lelah, jadi dia ingin menghabiskan harinya dengan cara yang sama seperti ketika dia berada di mansion.

Sebisa mungkin, aku tidak ingin Tennoji-san atau Narika melihatku mengunjungi kamarnya Hinako. Sekarang sudah hampir sepuluh menit sejak kami berpisah, jadi dengan pemikiran bahwa sekarang sudah akan baik-baik asja, aku mencoba membuka pintu kamarku, tapi tiba-tiba, ponselku berdering menandakan adanya panggilan masuk.

Peneleponnya adalah Shizune-san.

[Itsuki-san, apa mungkin kamu hendak menuju ke sini?]

“Ya, aku baru saja mau keluar dari kamarku.”

[Soal itu..., Ojou-sama ketiduran.]

“Eh?”

[Aku akan menjaga Ojou-sama, jadi kamu bebas melakukan apa pun yang kamu mau, Itsuki-san.]

“Be-Begitu ya?”

Secara tak terduga aku diberikan waktu luang, jadi secara refleks aku melirik jam di atas meja di samping tempat tidurku.

...Mungkin ini sedikit lebih awal, tapi kurasa aku akan pergi saja ke tempatnya Yuri.

Yuri bilang kalau dia akan luang mulai sore hari, jadi seharusnya akan baik-baik saja jika aku menemuinya sekarang.

“Sebenarnya, aku ada janji bertemu dengan Yuri setelah ini, jadi aku akan pergi menemuinya sebentar.”

[Aku mengerti.]

“Kalau ada sesuatu yang terjadi, tolong segera beritahu aku.”

Ketika aku mengatakan itu, aku merasa seperti aku bisa melihat Shizune-san sedang tersenyum dari balik telepon.

[Kamu biasanya bekerja hampir tanpa hari libur. Jadi kamu bebas melakukan apa pun yang kamu mau kok selama berada di Karuizawa.]

“......Terima kasih.”

Aku merasa kerja kerasku diakui, jadi aku diliputi kegembiraan.

[Tapi yah, kamu mungkin akan terlalu disibukkan dengan belajar.]

“Kau benar...”

Karena ada banyak kelas khusus, persiapan dan peninjauan materi sangatlah penting.

Tapi karena dia sudah mengatakan itu, selagi aku di Karuizawa, kurasa tidak ada salahnya sedikit menghabiskan waktuku dengan bebas. Tentunya, aku masih tetap tidak bisa mengambil jalan pintas dalam studiku.

Aku pun menutup telepon dan mengirim pesan ke Yuri.

 

Itsuki: Aku mau ke tempatmu.

Yuri : Datanglah ke kamar 204 di gedung utama. Dan juga, kosongkan perutmu.

 

Yuri segera membalas pesanku.

Sepertinya, Yuri menginap di kamar kelas satu. Tapi, seingatku, dulu aku pernah mendengar dari Yuri sendiri bahwa dia tidur di kamar karyawan saat kerja sambilan di resor...

“Kosongkan perutku, ya...?”

Kurasa dia mengundangku untuk makan malam dengannya?

Untuk berjaga-jaga, aku memberitahu Shizune-san melalui pesan kalau aku mungkin akan pergi sekalian makan malam.

“...Di sini, ya?”

Berdiri di depan pintu, aku membunyikan interkom. Kemudian, lubang intip di pintu menjadi gelap sesaat, dan saat berikutnya pintu terbuka.

“Datang juga kamu.”

Aku masuk ke kamarnya Yuri.

Ukuran kamarnya tidak jauh berbeda dengan kamar kelas dua yang kutempati. Perbedaan harganya mungkin karena pemandangan dari kamar. Dibandingkan dengan kamar kelas dua dan tiga yang ada di atas bukit, kamar kelas satu tidak memiliki panorama alam Karuizawa karena bangunannya ada di bawah. Sebaga gantinya, kamar kelas satu menawarkan pemandangan hotel yang indah.

Nah, hotel itu sendiri mewah dan luas, jadi ini juga merupakan pemandangan yang menarik.

“Kamu tinggal di kamar ini, Yuri?”

“Ya. Aku mendapatkan kamar ini dengan kondisi gajiku hanya dibayar setengah saja. Alasan aku kerja sambilan di sini sekadar untuk meningkatkan keterampilan memasakku, jadi aku tidak kerja untuk bayarannya, dan selain itu, mumpung aku kerja sambilannya di sini, aku juga mau merasa seperti seorang pelanggan di hotel mewah ini.”

“...Seperti biasanya, kamu benar-benar serius jika itu menyangkut tentang memasak.”

“Tentu saja. Aku ‘kan akan mengambil alih bisnis keluargaku.”

Setelah mengatakan itu, Yuri mempersilakanku duduk di kursi, jadi aku duduk.

Ngomong-ngomong, saat aku mendengar apa yang barusan dia katakan itu, tiba-tiba aku teringat pada Hinako dan para Ojou-sama lainnya. Meski mereka hidup di dunia yang berbeda, cara hidup Yuri mungkin mirip dengan mereka. Bagaimanapun juga, Yuri juga merupakan orang yang memutuskan untuk meneruskan bisnis keluarganya.

“Yah, mengesampingkan soal itu... Saat ini, aku sedikit marah padamu,” ucapnya, menatapku dengan mata acuh tak acuh.

“...Serius, cuman sedikit?”

“Aku akan lebih marah saat kamu mengatakan hal-hal seperti itu.”

“Aku tidak mengatakan apa-apa.”

Aku langsung menyesal telah mengatakan sesuatu yang tidak perlu.

Tadi Yuri mendesakku untuk duduk, tapi dia sendiri tidak mau duduk. Nah, entah apakah dia sadar tentang itu atau tidak, tapi itu adalah kebiasaan lamanya Yuri. Dia adalah gadis yang kompleks tentang tinggi badannya, dan ketika dia ingin membicarakan sesuatu yang penting, dia mencoba untuk tidak duduk. Soalnya kalau dia duduk, itu hanya akan membuatnya terlihat lebih kecil.

“Baiklah, menurutmu mengapa aku sedikit marah?” tanya Yuri.

Hal pertama yang terlintas di benakku adalah bahwa aku tidak membalasnya pesannya dulu dengan jelas.

“...Apa karena, aku terlambat menghubungimu?”

“Jujur saja aku tidak terlalu marah soal itu. Lagipula kamu juga sepertinya sibuk,” ucapnya, menggelengkan kepalanya.

Hal berikutnya yang terlintas di benakku adalah saat aku pergi ke game center dengan Tennoji-san yang lagi menyamar. Waktu itu sih aku tidak terlalu memikirkannya, tapi dari sudut pandang Yuri, yang dia lihat itu adalah——

“...Atau apa karena aku tiba-tiba menghilang, tapi kemudian kamu melihatku dengan senang hati bermain di game center?”

“Aku marah soal itu, tapi itu juga bukan.”

Jadi dia juga marah soal itu...? Tapi kalau dia bilang itu bukan alasannya sedikit marah, aku tidak bisa memikirkan hal lain lagi.

Aku bingung, dan kemudian Yuri menghela napas kecil.

“Itsuki. Orang tuamu melarikan diri di malam hari dan kamu tidak punya tempat tujuan, kan?”

“...Ya.”

“Jika itu masalahnya...” Yuri menggigit bibirnya untuk menahan amarahnya dan berkata, “Jika itu masalahnya... Maka pertama-tama kamu bisa mengandalkan aku dulu!”

Mataku sontak terbelalak.

Yuri, jadi dia memikirkan itu ya?

Kegembiran dan perasaan bersalah kepadanya, segala macam emosi bercampur aduk di hatiku.

Bagiku, Yuri, teman masa kecilku, adalah teman terdekat yang bisa aku ajak bicara santai tentang apapun. Setidaknya, itulah yang biasanya aku pikirkan tentangnya. Tapi kadang-kadang, aku terpikirkan sesuatu. Teman masa kecil bukanlah hubungan yang sederhana. Selain orang tuaku, satu-satunya orang yang aku kenal selama hampir sepuluh tahun adalah Yuri. Dia adalah tetangga yang penting bagiku. Aku yakin, Yuri juga pasti merasakan hal yang sama tentangku.

“Maaf... Tapi semuanya terjadi begitu tiba-tiba. Tidak lama setelah aku tahu kalau orang tuaku melarikan diri, aku terlibat dalam penculikan Konohana-san.”

Yuri mengangguk sedikit, dan aku melanjutkan.

“Kalau misalnya saat itu aku tidak bertemu Konohana-san..., aku pasti akan mengkonsultasikan masalahku padamu.”

“.....Begitu ya.”

Yuri kembali memberikan anggukan kecil.

Keheningan mengikuti untuk sementara waktu. Tapi keheningan ini adalah ritual yang diperlukan. Celah yang tau-tau saja terbentuk pun akhirnya diisi oleh kepercayaan yang aku ingat darinya.

Akhirnya, suara pelan, “Fuu”, keluar dari mulut Yuri.

“Itsuki, kamu belum makan malam, kan?”

“Ya. Toh kamu juga menyuruhku untuk mengosongkan perutku.”

Yuri dengan cekatan mengenakan celemek yang yang ada di meja dapur. Itu bukanlah celemek garcon klasik yang dia kenakan pagi ini saat kerja, melainkan celemek dari tokonya yang tampak tidak asing bagiku.

Saat dia mengencangkan ikat pinggangnya, dia jadi terlihat lebih berwibawa dari biasanya, dan wajahnya yang kekanak-kanakan terlihat dewasa.

“Apa pesananmu?”

“Aku mau set hamburger.”

“Oke, yang seperti biasanya, ya.”

Mengatakan itu, Yuri kemudian membuka kulkas kecil. Di dalamnya ada beberapa bahan seperti daging dan sayuran, mungkin dia ambil dari kafetaria tempat dia bekerja saat ini.

Yuri pun mulai memasak dengan tampilan yang sudah sangat terbiasa.

Dari punggungnya yang kecil itu, aku bisa mendengar suara pisau dapur yang memotong-motong bahan makanan. Pemandangan itu sangat tidak asing bagiku sampai-sampai aku lupa bahwa saat ini aku ada di Karuizawa.

“Sudah lama sejak aku makan masakanmu,” ucapku.

“Yah, dulu kamu sering datang ke tempatku setelah pulang dari tempat kerja sambilanmu.”

“Begitulah. Kamu juga sering mengundangku untuk mencicipi masakanmu.”

Seperti yang kubilang sebelumnya, Yuri benar-benar serius dalam memasak. Pekerjaan sambilan yang dia lakukan kali ini mungkin adalah hasil dari keseriusannya itu.

Tidak sepertiku di masa lalu, Yuri berkecukupan. Setelah masuk SMA, dia akan melamar pekerjaan sambilan di resor setiap kali libur panjang dan bekerja sebagai staf dapur di hotel yang cukup terkenal, tapi alasan dia melakukan itu adalah untuk mengasah keterampilan memasaknya.

“Tujuanmu masih sama, ya.”

“Tentu saja.”

Di masa depan, Yuri akan mengambil alih restoran populer milik keluarganya.

Tapi selain itu, dia punya ambisi tertentu.

“Aku akan menjadikan Hiramaru sebagai restoran rantai nasional!” ucap Yuri, mengepalkan tinju kecilnya.

[Catatan Penerjemah: Kurang lebih maksudnya kayak Corporate Chain gitu.]

Itulah impian Yuri. Itu adalah ambisi yang telah dia bicarakan padaku sejak kami masih kecil.

“Aku mendukungmu.”

“Kalau kamu bilang begitu, maka jangan pergi begitu saja. Kamu ‘kan pencicip masakanku.”

“Maaf...”

Pekerjaanku sebagai pengurus menjadi lebih fleksibel akhir-akhir. Lain kali aku punya waktu luang, kurasa aku akan pergi ke rumahnya Yuri.

“Ngomong-ngomong, saat kamu lagi kursus, aku melakukan sedikit penyelidikan,” sambil memotong sayuran, Yuri melanjutkan. “Mungkinkah ketiga Ojou-sama yang kutemui tadi pagi adalah anak-anak berstatus tinggi bahkan di antara siswa-siswi di Akademi Kekaisaran?”

“Yah..., mereka bertiga memiliki latar belakang keluarga yang sangat baik.”

“Jadi aku benar, ya. ...Terus seperti yang kubilang tadi pagi, bagaimana bisa kamu bergaul dengan orang-orang berderajat tinggi seperti mereka?”

Aku sendiri juga bertanya-tanya soal itu ketika dia menanyakan itu padaku tadi pagi.

Tapi ketika aku memikirkannya, jawaban untuk pertanyaan itu sederhana.

“Mungkin, itu karena aku bertemu dengan Konohana-san lebih dulu.”

Hinako adalah penyebab segalanya. Setelah aku bertemu Hinako dan mulai bekerja untuknya, aku jadi bisa bertemu dengan Tennoji-san dan Narika.

“Ini adalah keajaiban bagiku bahwa aku bertemu Konohana-san.”

Sungguh, itu rasanya seperti aku telah menggunakan keberuntungan seumur hidupku.

Saat aku teringat tentang apa yang terjadi beberapa bulan yang lalu..., Yuri menatapku.

“Hmm~”

“Kenapa kamu tatapin aku begitu?”

“Tidak kenapa-kenapa... Aku hanya sedikit tidak menyukai itu.”

Aku memiringkan kepalaku karena tidak mengerti apa maksud perkataannya, tapi kemudian hamburger yang kupesan sudah disajikan.

“Nih, makasih udah nunggu.”

Yuri duduk di depanku. Di tangannya juga ada set hamburger yang seperti milikku.

Salad sayuran mentah, nasi putih, dan steak hamburger. Ini adalah menu yang biasa aku makan di rumah Yuri. Untuk steak hamburger, dia mungkin sudah membuat persiapannya lebih awal. Meski begitu, fakta bahwa dia bisa menyiapkan dua makanan dalam waktu yang sesingkat itu adalah karena Yuri sudah terbiasa memasak setiap hari.

“Selamat makan!”

“Selamat makan!”

Setelah menepukkan tangan, kami pun makan malam bersama.

Tidak segan-segan, aku segera memasukkan hamburger ke dalam mulutku.

“Bagaimana rasanya?”

“Enak.”

Mendengar jawabanku, Yuri tampak puas.

“Yah, lagipula sejak dulu kamu selalu menyukai ini.”

“Ya. Ini pake bahan rahasia, kan?”

“Perilla. Aku memotongnya dengan sangat halus dan memasukkannya.”

“Ya, itu, itu,” ucapku, masih mengisi mulutku dengan hamburger. “Ini nostalgia... Sudah lama aku tidak makan makanan seperti ini, jadi ini terasa sangat enak.”

“Aku sudah menduga itu, makanya aku menyiapkannya untukmu. Kamu pasti sangat lapar dengan makanan biasa, kan?”

Kami sudah saling kenal selama bertahun-tahun, dan dia tampaknya bisa dengan mudah melihat perasaanku. Saat ini, tidak ada Ojou-sama di tempat ini. Pihak ketiga yang mengamati pun juga tidak ada. Dan apa yang ada di depanku bukanlah hidangan mewah, melainkan hidangan biasa dan tidak asing bagiku.

Karenanya, aku tidak perlu khawatir tentang etiken makan.

Tanpa segan-segan, aku memotong steak hamburger sedikit lebih besar dan menggigitnya. Itu membuat area di sekitar bibirku menjadi sedikit kotor.

“Syukurlah.”

Ketika aku melihat ke depanku, Yuri sedang menatapku sambil menggunakan kedua tangannya untuk memangku pipinya.

“Kamu sama sekali belum berubah, Itsuki.”

“Kamu juga.”

Meskipun kami sudah lama tidak bertemu, kami adalah teman masa kecil yang bisa menghabiskan waktu kami bersama-sama tanpa ragu-ragu.

Terbungkus dalam suasana hati yang tenang, aku menjajalkan bibirku datas makanan buatan Yuri.



Post a Comment

Previous Post Next Post