[LN] Saijo no Osewa Volume 4 - Bab 2 Bagian 3

Bab 2 Bagian 3 (dari 4)
Bom Kecil di Kursus Musim Panas


Setelah berpisah dengan Yuri, aku menyusuri jalan malam yang gelap menuju ke kamarku.

Untuk jaga-jaga, kurasa lebih baik aku memberitahu Shizune-san kalau urusanku sudah selesai...

Aku mengeluarkan ponselku dari sakuku dan menelepon Shizune-san.

“Halo, Shizune-san, sekarang aku luang, jadi aku bisa ke sana kalau dibutuhkan, tapi bagaimana?”

[Hm..., baiklah, kamu bisa datang, kan? Ojou-sama juga sepertinya ingin berbicara denganmu...]

“Aku mengerti.”

Sepertinya, Hinako sudah bangun.

[Oh, tunggu sebentar. Ojou-sama ingin mengatakan sesuatu, jadi aku akan memberikan ponselku padanya.]

Suara gemerisik terdengar dari telepon, dan setelah menunggu beberapa detik, aku mendengar suara napas samar dari sisi lain telepon.

“Hinako?”

[Mm... Aku mau makan keripik kentang.]

Aku terkejut, dan mungkin Shizune-san juga merasakan hal yang sama di sisi lain telepon.

“Apa Shizune-san mengizinkannya?”

[Mm... Dia bilang tidak apa-apa.]

“Baiklah. Kalau begitu, tunggu sebentar sementara aku membelinya.”

Dalam artian tertentu, aku lega mengetahui dia masih sama seperti biasanya.

Hotel tempat kami menginap adalah hotel mewah, tapi hotel ini tetap terbuka untuk tamu biasa selama mereka bisa membayar. Karenanya, ada sebuah toko kecil di belakang resepsionis gedung utama yang banyak menjual barang-barang umum. Di toko itu aku menemukan keripik kentang yang diinginkan Hinako dan membelinya.

Setelah meninggalkan toko, aku memeriksa ponselku dan menemukan bahwa Shizune-san telah mengirimiku nomor kamar mereka menginap. Jadi, sambil membawa keripik kentang, aku menuju ke kamar tempat Hinako menginap.

Kamar yang ditempati Hinako dan Shizune-san lebih terlihat seperti rumah daripada kamar.

Aku harus waspada dengan sekelilingku.,,

Beberapa orang mungkin telah memperhatikan bahwa ini adalah kamar tempat Hinako menginap. Informasi bahwa aku mengunjungi kamarnya Hinako di malam hari akan menimbulkan kesalahpahaman yang tidak perlu, jadi aku tidak boleh sampai dilihat orang lain.

Setelah memastikan kalau tidak ada yang melihatku, aku mengetuk pintu.

Kemudian, setelah menunggu sebentar, pintu terbuka dan Shizune-san menyambutku.

“Permisi.”

“Apa ada yang melihatmu ke sini?”

“Tidak ada.”

Aku hendak memastikannya sekali lagi, tapi daripada aku berlama-lama di luar, aku segera memasuki kamar.

“Ojou-sama ada di atas.”

Kamar kelas tiga jauh lebih mewah daripada kamar kelas dua yang aku tempati. Dan seperti yang aku duga ketika melihat eksteriornya, ini lebih seperti rumah daripada kamar. Di lantai pertama, ada ruang tamu dengan sofa besar, dan furnitur serta perabotannya tampaknya satu tingkat lebih tinggi daripada yang ada di kamar kelas dua. Tampaknya di sini juga ada kamar mandi yang menampilkan pemandangan yang indah.

“Jadi ini ya kamar kelas tiga..., luas sekali.”

“Yah, bagaimanapun juga ini adalah suite room, atau biasa disebut kamar tipe vila.”

“Vila...?”

“Maksudnya ini adalah tipe dimana kamar tamunya dipisahkan satu per satu seperti rumah. Ngomong-ngomong, suite room artinya ruang tamu dan kamar tidur dipisahkan.”

Oh, begitu ya, responku sambil mengangguk. Dari sudut pandangku sih, kupikir suite room adalah kamar mewah yang khusus, tapi rupanya itu memiliki arti yang seperti itu toh.

“Ngomong-ngomong, ini kamar khusus keanggotaan, ya...”

“Ya, ini kamar khusus keanggotaan, tapi harganya tidak terlalu mahal kok. Apalagi kalau dibandingkan dengan beberapa hotel mewah di pusat kota yang harganya lebih dari satu juta yen per malam.”

“Hyaah....!?”

Aku terdengar aneh, seperti reaksi yang ditunjukkan Tennoji-san di kelas kursus tadi siang.

“Tapi mungkin hotel di pusat kota agak kurang menyegarkan.”

“Eh, kenapa?”

“Soalnya lingkungan yang biasa kita tinggali itu lebih mewah. Karenanya, dalam hal itu, hotel di Karuizawa memanfaatkan lokasinya, jadi hotel ini terasa menyegarkan bagi kita.”

Sepertinya, Shizune-san tahu bahwa aku tidaklah begitu terkesan dengan hotel ini. Apa itu aritnya Shizune-san juga merasakan hal yang serupa...?

Di lantai atas, ada kamar tidur lain yang sangat besar.

“Selamat datang kembali~...”

Hinako, berbaring di tempat tidur di depanku, menatapku dan melambaikan tangannya.

“Nih, aku sudah membelinya.”

“Yay!”

Ketika aku menunjukkannya sekantong keripik kentang, mata Hinako langsung berbinar senang. Tapi, saat aku berpikir kalau dia akan bangun dari tempat tidurnya untuk makan keripik kentang...,

“Suapin...”

“...Ya, ya.”

Berbaring di tempat tidur, Hinako membuka mulut kecilnya.

Di sisi lain, Shizune-san menganggukkan kepalanya seolah berkata “Yah, tidak apa-apa untuk hari ini,” jadi aku mengambil sepotong keripik kentang dan membawanya ke mulut Hinako.

“Hehehe..., keripik kentang, enak...”

Hinako memakan keripik kentang, mengeluarkan suara kriuk-kriuk.

Mungkin, penampilannya saat ini adalah tampilan kemasalan terbesar dalam melakukan sesuatu yang bisa dibayangkan oleh manusia modern. Rasanya sulit dipercaya bahwa ini adalah gadis yang sama dengann gadis yang tadi siang orang-orang di kursus musim panas bisik-bisikkan “Cantik” dan “Itu Ojou-sama sungguhan”.

“Kamu juga makanlah, Itsuki...?”

“Ya.”

Aku makan keripik kentang juga.

Sejak aku menjadi pengurus, aku tidak bisa makan banyak makanan rumahan atau umum yang dijual di toko atau warung pinggir jalan, tapi satu-satunya makanan umum yang mungkin lebih sering aku dapat kesempatan untuk memakannya adalah keripik kentang.

Aku menyuapi Hinako keripik kentang, kemudian selanjutnya aku lagi yang makan keripik kentang. Saat kami terus bergantian makan keripik itu sampai habis, tiba-tiba aku merasa jariku tidak nyaman.

Hmm? Sepertinya jariku agak lembab...

Aku langsung menjilatnya, berpikir kalau itu hanya sedikit melembab dan aku tidak perlu terlalu mempedulikannya.

Tapi kemudian, aku menyadari kalau Hinako menatapaku dengan wajah merah padam.

“......”

“E-Eh...? Mungkinkah, yang barusan itu karena aku menyuapimu...?”

“......Mm.”

“Ma-Maaf! Aku tidak menyadarinya!”

Aku sudah terlanjur menjilatnya sepenuhnya.

Hinako sontak memalingkan mukanya, malu, dan bahkan telinganya pun sampai dironai warana merah.

Setelah itu, keheningan yang canggung datang.

“Ehem.”

Shizune-san, yang mengawasi kami dari kejauhan, berdehem pelan dan menyadarkan kami kembali.

Ketika aku sadar, kuperhatikan kalau bahan ajar yang dibagikan hari ini diletakkan di atas meja. Aku membuka buku catatan di meja itu dan menemukan jejak-jejak orang habis belajar.

“Kamu sudah belajar, Hinako?”

“Ya, sedikit,” jawab Hinako sambil berbaring.

“Itu luar biasa..., kau menyelesaikannya dengan hampir sempurna.”

“...Aku tidak keberatan kalau kamu lebih memujiku,” ucap Hinako, menoleh ke arahku.

Apa itu artinya dia ingin aku mengelus kepalanya?

“Kerja bagus.”

“Mm...”

Hinako menyipitkan matanya bagaikan kucing yang jinak.

“Hinako, boleh tidak kalau aku belajar juga? Aku mau melakukan persiapan untuk besok.”

“Mm. Aku akan menontonmu dari belakang.”

“Boleh sih, tapi itu bukan sesuatu yang menyenangkan untuk ditonton, bukan?”

Saat aku mengatakan itu, Hinako menggelengkan kepalanya.

“Saat melihat pemandangan yang seperti biasanya..., aku jadi tenang.”

Saat mengatkan itu, dia menampilkan senyum lembut yang khas dari dirinya.

Aku pun belajar di meja, dan Hinako bersantai di tempat tidur.

Hmm, begitu ya, memang ini adalah pemandangan yang selalu dia lihat di kamarku saat di mansion.

Dan dengan begitu, di bawah tatapan Hinako, aku mulai persiapan untuk pelajaran besok.

Tapi kemudian, dari sofa di sebelahku, aku melihat ada seseorang menguap.

“Kelihatannya kamu mengantuk, Shizune-san.”

“......Begitulah. Akhir-akhir ini, aku sibuk kerja soalnya.”

Mungkin karena dia sudah setengah tertidur, dia agak terlambat meresponku.

Waktu sekarang menunjukkan pukul 22:00. Ini masih terlalu awal bagi Shizune-san untuk tidur, tapi dia selalu terlihat sibuk bahkan saat berada di mansion. Mungkin kelelahannya yang menumpuk sudah mencapai batas.

“Aku akan menjaga Hinako, jadi kamu bisa tidur, Shizune-san.”

“Tidak, soal itu...”

“Bukannya kamu sendiri yang mengatakannya padaku? Kalau aku bebas melakukan apa pun yang aku mau selama berada di Karuizawa? ...Kupikir hal yang sama juga berlaku untukmu, Shizune-san.”

Kupikir dia tidak menyangka bahwa kata-kata yang dia ucapkan padaku akan kuucapkan balik kepadanya, jadi mata Shizune-san sedikit melebar, dan aku terus melanjutkan kata-kataku.

“Beristirahatlah sesekali.”

“...Baiklah. Kalau begitu, aku akan ikuti kata-katamu.”

Shizune-san mengangguk pasrah dan tersenyum lembut. Dia kemudian turun ke kamar mandi di lantai pertama untuk mengganti baju tidurnya. Karena dia mungkin akan mengggunakan kamar tidur ini setelah dia berganti pakaian, aku menatap Hinako dan pergi turun ke ruang tamu bersamanya.

“Itsuki..., terima kasih.”
 
Saat aku membuka buku pelajaran dan buku catatan yang kupinjam dari Hinako, entah mengapa dia berterima kasih padaku.                                              

“Untuk apa?”

“Shizune, dia senang,” ucap Hinako, sambil berbaring di sofa. “Ekspresi Sihzune yang seperti tadi itu..., aku jarang melihatnya.”

“...Begitu, ya. Baguslah kalau begitu.”

Kupikir tadi aku mungkin terlalu banyak omong, tapi aku senang aku mengatakannya.

“Hmm... Fuaaahh.” Hinako menguap.

“Kamu juga sepertinya sudah ngantuk.”

“Mm... Kamu juga.”

Jadi dia mengetahuinya, ya? Kupikir aku bisa berkonsentrasi pada studiku, tapi perlahan-lahan aku mulai mengantuk. Sepertinya Hinako melihatku ketika aku hampir tertidur beberapa kali.

Aku ingin melakukan persiapan sedikit lebih banyak lagi, tapi aku tidak mau kalau aku sampai ketiduran di sini dan besok ada banyak orang yang melihatku keluar dari kamar ini... Yah, kurasa lebih baik aku kembali ke kamarku saat hari masih gelap.

Seharusnya semuanya akan baik-baik saja selama aku kembali ke kamarku paling lambat tengah malam.

Tapi, harusnya aku tidak boleh memiliki pemikran ceroboh seperti itu——

 

Merasakan suhu yang dingin, aku membuka kelopak mataku.

Sinar matahari yang hangat bersinar melalui celah-celah gorden yang tertutup.

“Hm..., sudah pagi, ya...?”

Aku tidak ingat kapan aku tertidur.

Tapi kemudian, aku segera melihat sesuatu yang tidak biasa. Bajuku yang kupakai, bukan baju tidur. Tubuhku berbaring di atas sofa, bukan tempat tidur. Dan terlebih lagi, Hinako sedang tidur nyenyak di sebelahku.

Jam menunjukkan sekarang sudah pukul 07:00.

“...Ini buruk.”

Aku ketiduran.

---

“Kembalikan perasaan terkesanku padamu kemarin.”

“Maaf.”

Saat Shizune-san bangun, aku berlutut di sofa.

Waktu sekarang menunjukkan pukul 7:30 pagi. Tiga puluh menit telah berlalu sejak aku bangun, tapi aku masih belum bisa keluar dari kamar ini.

Ini masih pagi hari. Aku mengintip keluar beberapa kali untuk melihat apakah aku bisa pergi sekarang tanpa ada yang melihat, tapi tidak ada timing yang bagus, soalnya ada dua tamu yang berbicara sepanjang waktu di dekat sini.

Di sekitar sini, ada banyak tempat untuk bersantai dan menikmati pemandangan, seperti bangku dan taman. Dibandingkan dengan area di sekitar gedung utama, jumlah orang yang berlalu-lalang di sini memang lebih sedikit, tapi karena itu juga, setiap orang menghabiskan lebih banyak waktu mereka di sini.

“Itsuki-san, apa kamu sudah mandi?”

“...Belum.”

“Kamu punya waktu kurang dari tiga jam sebelum kursus musim panas dimulai. Mengingat kalau kamu harus sarapan dan mandi terlebih dahulu, kamu tidak boleh terlalu banyak membuang waktu.”

Mungkin, Hinako juga belum mandi.

“Hmm... Itsuki? Selamat pagi...” Hinako, yang tadi tertidur lelap di sofa di sampingku, bangun. “Kamu masih belum mandi ya, Itsuki~...?” tanya Hinako sambil menggosok-gosok matanya.

Sepertinya, dia sedikit mendengar percakapanku dengan Shizune-san barusan.

“Y-Ya.”

“Kalau gitu..., ayo, mandi bareng....”

“Tidak, tidak, tidak, sekarang bukan waktunya untuk melakukan itu...”

Saat aku dengan lembut menolaknya, Hinako menggembungkan pipinya. Aku merasa tidak enak padanya, tapi maaf saja, sekarang aku sedang dalam situasi yang tidak bagus.

Tepat ketika aku memikirkan apa yang bisa kulakukan untuk keluar dari kamar ini, aku melihat beranda di balik jendela besar. Aku mendekati jendela tersebut dan melihat ke beranda serta pemandangan yang terbentang di belakangnya.

Di beranda itu  ada pagar, tapi di bawah pagar itu ada tanah berpasir.

“...Kurasa aku bisa keluar dari sini.”

“Memang mungkin saja kamu keluar dari sini, tapi tidakkah itu berbahaya?”

“Tidak apa-apa, kesalahan kali ini tercipta karena kecerobohanku..., jadi aku akan membereskan kesalahanku sendiri.”

Aku mengambil sepatuku dari pintu masuk dan mengenakannya di beranda. Untungnya, tidak ada orang di sisi ini. Tapi, karena ini masalah timing, jadi aku tidak punya waktu untuk takut pada banyak hal. Aku memanjat pagar dan kemudian mendarat dengan hati-hati.

“...Sip.”

Bela diri, latihan menari, dan tenis. Aku senang aku terus melatih tubuhku semenjak aku menjadi pengurus.

Aku kemudian memberi isyarat pada Shizune-san di beranda bahwa aku baik-baik saja.

Baiklah, satu krisis telah berlalu.

Merasa lega, aku mengelus dadaku dan menuju ke kamarku dengan santai.

Tapi pada saat itu——

“I-Itsuki...?”

Seseorang memanggil namaku dari belakang.

Saat aku berbalik, aku melihat seorang gadis yang pendek.

“Yu-Yuri, ya? Se-Selamat pagi..., a-apa yang kamu lakukan di sini?”

“...Jam kerjaku hari ini dimulai dari siang hari, jadi aku hanya jalan-jalan sebentar. Tapi mengesampingkan soal itu...” Dengan wajah yang berkedut, Yuri membuka mulutnya. “Ta-Tadi..., aku melihat seseorang melompat dari beranda kamarnya Konohana-san. Itu..., kamu ‘kan, Itsuki?”

“A-Apa yang kamu bicarakan? Aku tidak mengerti.”

Sepertinya dia melihatku, jadi aku mencoba mengelabuinya dengan memalingkan mukaku.

Tapi, tatapan Yuri terus menusuk ke arahku.

“Ta-Tapi ngomong-ngomong, bagaimana kamu bisa tahu kamarnya Konohana-san...?”

“Aku juga bantu-bantu di resepsionis, jadi aku punya kesempatan untuk melihat buku tamu... Tidak, tunggu dulu, jangan mengalihkan pembicaraan.”

Sial..., itu gagal, ya. Aku berniat mengalihkan pembicaraannya dengan natural, tapi sepertinya dia sadar. 

“Pe-Pelayan, itu pasti pelayan. Ada banyak pelayan di Keluarga Konohana, jadi kamu pasti salah mengira aku sebagai salah satu dari mereka.”

“O-Oh, jadi begitu ya...”

Itu adalah alasan yang bagus, dan sepertinya Yuri juga berhasil kuyakinkan, tapi——

“——Tidak, tidak mungkin aku salah mengira kamu sebagai orang lain,” ucapnya, menatapku dengan tajam,

Sepertinya, aku telah ketahuan oleh seseorang yang paling tidak aku inginkan melihatku keluar dari kamarnya Hinako. Keringat dingin bercucuran di wajahku. Tidak ada lagi alasan yang muncul di pikiranku.

Apa boleh buat, kurasa aku tidak punya pilihan selain mengandalkan pilihan terakhir di sini.

“A-Aku sedang buru-buru!”

“Ah?! Tunggu, Itsuki?!”

Aku melarikan diri.

---

Aku buru-buru kembali ke kamarku, lalu mandi, berganti pakaian, sarapan pagi di kafetaria, dan kemudian menuju ke kelas kursus musim panas.

Jam kerja Yuri hari ini dimulai pada siang hari, jadi kami tidak bertemu satu sama lain di kafetaria. Namun, dalam waktu dekat dia pasti akan menanyaiku lagi soal kejadian tadi, jadi aku mesti memikirkan apa yang harus kukatakan padanya ketika saat itu tiba.

Istirahat makan siang.

Setelah memasukkan buku pelajaran dan buku catatanku ke dalam tas, aku mengambil salah satu bekal makan siang mewah yang dibawa oleh wagon dan kembali ke tempat dudukku.

“Aku harus memikirkan alasan yang bagus...”

“Ada apa, Itsuki?”

Aku berbicara sendiri, tapi Narika yang duduk di seberangku sepertinya mendengarku. Menanggapinya, aku hanya menjawab, “Tidak ada apa-apa.”

Karena tempat duduk kami berdekatan, jadi kami berempat makan bersama. Ini mengingatkanku pada pesta teh beberapa bulan yang lalu dan membuatku bernostalgia, tapi aku tidak punya waktu untuk benar-benar menikmati suasana saat ini.

“Sepertinya kali ini kamu sudah melakukan beberapa persiapan, Tomonari-san.”

“Yah, kecuali untuk beberapa mapel, yang kemarin itu aku benar-benar dibuat stres.”

Sepertinya, karena Tennoji-san duduk di sampingku saat kelas dimulai, dia melihat adanya perbedaan konsentrasiku antara kemarin dan hari ini. Nah, itu berkat persiapan yang kulakukan di kamarnya Hinako, jadi aku bisa mengikuti pelajaran hari ini.

“Ngomong-ngomong, tadi pagi aku tidak melihat Hirano-san,” gumam Narika, sambil makan chizuken-ni yang manis.

“Kudengar jam kerjanya hari ini dimulai saat siang hari.”

“Oh begitu ya.”

Saat aku memberitahu apa yang aku dengar dari Yuri, Narika mengerti situasinya.

“Kuharap kita memiliki kesempatan untuk ngobrol-ngobrol lebih banyak lagi...”

“Kupikir Yuri akan senang jika mendengarmu mengatakan itu. Tapi, sepertinya satu-satunya saat kita bisa mencocokkan waktu satu sama lain adalah saat malam hari.”

Aku tersenyum masam pada apa yang Tennoji-san katakan.

Di jam-jam seperti ini ini, kami sibuk dengan urusan kami masing-masing, jadi kami tidak bisa meluangkan waktu di pagi atau siang hari.

“Oh, kalau memang begitu, ada sesuatu yang ingin kulakukan...!”

Mengumpulkan keberaniannya, Narika memberitahu kami sesuatu.



Post a Comment

Previous Post Next Post