Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 6 - Bab 8

Bab 8
Setsura


Dia cepat...!

Skrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr!

Tebasan pertama yang Sakuya blokir membuat dirinya sadar bahwa gadis yang dia hadapi jauh lebih kuat darinya. Dalam hal keterampilan pedang belaka, bahkan kakak kelas Sakuya bukanlah tandingan untuknya, namun gadis bertopeng ini...

...Dia sangat kuat!

Pedang mereka berbenturan, menyemburkan bunga api. Sakuya menghembuskan napas keras dan menendang tanah untuk melompat menjauh dan menjaga jarak dari lawannya. Gadis bertopeng itu tidak mengejar dan hanya menurunkan katananya begitu saja. Meskipun menghadapi Raikirimaru, senjata gadis bertopeng itu tidak terlalu banyak terkikis. Padahal untuk senjata biasa, itu seharusnya tidak mungkin.

...Pengguna Pedang Suci, ya...

Masih belum jelas kekuatan seperti apa yang dimiliki pihak musuh, tapi Sakuya tidak bisa merasakan adanya aura tak menyenangkan dari Pedang Iblis dari diri gadis itu.

“Apa kau sekutunya Satuan Kenki?” tanya Sakuya, mengencangkan cengkeramannya pada Raikirimaru.

“...”

Gadis bertopeng itu tidak mengiyakan atau menyangkal apa pun. Dia hanya mengangkat Pedang Sucinya lagi. Keheningan yang tegang menyelimuti kedua belah pihak. Suara pertarungan mereka tidak menarik perhatian siapa pun, dan tidak ada yang datang untuk membantu.

Itu lah hal yang menurut Sakuya aneh. Memang benar kalau kuil itu ditutup, tapi pastinya Eika dan penjaga lainnya akan mendengar bentrokan pertarungan mereka dan datang sekarang juga. Ketika Sakuya melihat sekeliling, dia sadar bahwa pemandangan di sekitarnya tidak ada.

Dia menyipitkan matanya. Setelah memeriksa lebih dekat, udara di atas pepohonan bergetar bagaikan kabut panas.

...Penghalang atau semacamnya, ya. Itu pasti kemampuan Pedang Sucinya.

Pasti itulah yang mencegah semua suara di dalam sini keluar.

“Jelas sekali kau datang ke sini dengan beberapa persiapan. Apa tujuanmu?!”

Sekalipun gadis ini adalah seorang agen dari Satuan Kenki, dia tampaknya tidak bekerja untuk tujuan yang sama seperti yang lainnya. Satuan Kenki berusaha untuk melepaskan dewa Anggrek Sakura yang disegel di Tungku Mana, kemudian menggunakan dewa itu sebagai umpan untuk memanggil Void Lord yang ingin mereka bunuh. Membunuh pendeta wanita, Sakuya, akan sepenuhnya bertentangan dengan tujuan yang mereka miliki.

Tapi, Satuan Kenki sempat menyebutkan bahwa mereka memiliki pendeta putri sendiri yang berada di pihak mereka... Apakah gadis ini yang mereka maksud?!

Gadis bertopeng itu maju setengah langkah.

Dia datang!

Sakuya mengaktifkan kekuatan akselerasi Raikirimaru. Plasma putih berderak saat Sakuya menghilang.

“Teknik Pedang Mikagami—Tebasan Gemuruh Petir!”

Beberapa tebasan melesat di kegelapan malam. Itu merupakan teknik pedang yang dimaksudkan untuk melawan Void besar. Hujan tebasan menghujani gadis bertopeng itu.

...Namun, Sakuya tidak merasakan satupun tebasannya mengenai lawanannya. Sebaliknya, sosok  lawannya memudar bagaikan kabut.

“...?!”

Mengikuti instingnya, Sakuya berputar dan mengangkat Pedang Sucinya yang dialiri listrik.

Skriiiiiiiiiiiii!

Terdengar suara disonan yang memekakkan telinga. Dia mampu menangkis serangan itu, tapi...

“—Angin Iblis!”

Gelombang udara tak terlihat yang dikeluarkan dari pedang lawannya menjatuhkan tubuh Sakuya. Punggungnya membentur tanah dengan keras, memaksa udara keluar dari paru-parunya.

“Ngah...!”

Gadis bertopeng itu menurunkan Pedang Sucinya, dan pasir di tanah di sekelilingnya berserakan... Tidak lama kemudian, sesuatu yang tak terlihat dan tajam menusuk bahu pakaian pendeta Sakuya.

“...Pedang Suci itu... Itu menggunakan kekuatan angin, ya!” ucap Sakuya dengan gigi yang terkatup sambil memegang bahunya yang berdarah.

Baik bayangan yang tersisa saat gadis bertopeng itu menghindari serangan Sakuya dan luka tak terlihat di bahunya adalah hasil dari kekuatan Pedang Suci bertipe angin. Hal yang sama mungkin berlaku untuk penghalang di sekeliling mereka.

Ini buruk...!

Meski enggan untuk mengakuinya, Sakuya mengerti dari pertarungan singkat mereka bahwa musuhnya lebih kuat darinya.

“...Kau bukanlah lawan yang bisa kulawan dengan menahan diri,” gumam Sakuya, memutar pedang Raikirimaru.

Miasma Void kemudian mulai merembes dari lengan kanannya.

“Pedang Iblis—Yamichidori.”

Kabut hitam menyelimuti Pedang Sucinya, dan pedang itu mulai bersinar dengan cahaya hitam. Petir hitam berderak, menghanguskan tanah.

“...Oh?” Untuk pertama kalinya gadis bertopeng itu bersuara. Suaranya terdengar lebih muda dari yang Sakuya bayangkan. “Mengapa kau memiliki Pedang Iblis?”

Mengabaikan kata-kata gadis itu, Sakuya melaju ke depan dan mengayunkan Yamichidori ke bawah. Bilah angin bertemu dengan pedang hitam, melepaskan semburan udara yang ganas.

“Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

Namun kali ini, lawan tidak lebih unggul dari Sakuya. Dia mendorong lebih keras, dan kemudian...

Krak...!

Sebuah retakan terbentuk di topeng gadis itu.

“...?!”

Topeng putih itu kemudian hancur, jatuh ke tanah disertai dengan suara seperti pecahan keramik. Rambut biru panjang gadis itu berkibar terkena hembusan angin yang berasal dari katananya, dan wajah dari musuh pun terlihat jelas di depan mata Sakuya.

“Setsu...ra...?”

Mata Sakuya melebar.

---

Awalnya, Leonis berpikir kalau itu hanya suara kembang api. Tapi sesaat kemudian, pilar api yang luar biasa meletus disertai dengan suara gemuruh yang hebat.

“...Apa?!” teriak Riselia saat dia berdiri untuk melindungi Leonis dan Tessera.

Boom, boom, boooooooom!

Serangkaian ledakan yang berselang mengguncang udara. Itu menyebabkan bangunan-bangungan di Kota Tua mulai runtuh satu demi satu, dan orang banyak berteriak ketakutan.

...Apa yang terjadi di sini?! Leonis bertanya-tanya, terkejut.

“Nona Selia, lihat itu!” seru Regina, menunjuk ke arah pusat salah satu ledakan.

Sosok-sosok menakutkan bergerak lamban di dalam api yang menyala-nyala. Dari kejauhan, mereka terlihat menyerupai wujud humanoid besar, berdiri setinggi lima meter.

“...Jangan bilang, Void?!”

“Tapi tidak ada tanda-tanda munculnya Void...,” ucap Regina, menggigit bibirnya.

Biasanya, ketika Void muncul, mereka akan muncul dari retakan yang terbentuk di udara. Akademi Excalibur telah menciptakan sebuah sistem yang dapat mendeteksi distorsi halus di udara yang disebabkan oleh retakan itu dan akan memicu alarm.

Namun kali ini, tidak ada satupun retakan yang muncul di udara.

“—lia... Selia, apa kau bisa mendengarku—” sebuah suara terdengar dari terminal Riselia.

“Ya, Fine!”

“Void muncul di sekitar Kota Tua—kau dengar—?” Suara Elfiné terdengar tertekan. Hanya sebagian dari pesannya saja yang bisa masuk karena gangguan mana dari Void.

“Apa ini Stampede...?”

“Tidak, ini bukan Stampede,” ucap Elfiné. “Ini hanya koloni kecil. Aku tidak ada mendeteksi kehadiran Void Lord.”

“Apa kita tahu seberapa besar kelompok Void itu serta kelas dan peringkat mereka?”                                                                                      

“Ada sekitar tiga puluh sampai empat puluh dari mereka, itu artinya mereka adalah koloni seukuran skuadron. Perkiraan peringkat setiap Void adalah..., tidak diketahui. Mereka tidak cocok dengan jenis Void apa pun yang tercatat di dalam data akademi.”

“Dimengerti. Namun menilai dari betapa merusaknya mereka, aku harus berpikir bahwa mereka setidaknya berada di peringkat B,” jawab Riselia, memperhatikan gumpalan asap hitam yang mengepul di langit. “Kami akan bergerak untuk mengevakuasi warga ke tempat yang aman. Tolong beri kami pembaruan apa pun yang kamu bisa.”

“Kami mengandalkanmu. Aku sudah menerbangkan orb-orb milikku, jadi buatlah tautan data dengan mereka.”

“Dimengerti.”

Transmisi terputus, dan Riselia menoleh ke Regina dan Leonis.

“Kalian mendengarnya, kan? Ayo lakukan tugas kita sebagai Pengguna Pedang Suci.”

“Ya, Nona Selia!”

Leonis mengangguk. “Oke.”

“Melindungi dan membimbing warga sipil menuju tempat yang aman adalah prioritas utama kita sampai bala bantuan dari Akademi Excalibur tiba,” ucap Riselia. “Regina, kau pergilah mengambil posisi di area yang tinggi dan berikan tembakan pendukung ke segala arah.”
 
“Dimengerti!” Regina segera bergerak. “Pedang Suci, Senapan Naga! Aktifkan!”

Dengan Pedang Sucinya yang dalam mode senapan berburu, dia berjalan menuju gedung terdekat.

“Untuk saat ini, aku akan mengawal orang-orang ini dan membuka jalan ke tempat perlindungan. Tessera, ikutlah denganku,” ucap Riselia.

Dengan ekspresi berani di wajahnya, Tessera menjawab, “O-Oke!”

Gadis kecil itu sangat mengetahui bahwa mengikuti mereka lebih baik daripada menangis atau ketakutan di sini. Tidak diragukan kalau dirinya mempercayai Riselia dan Leonis sepenuh hati.

Dia lumayan juga. Dia cukup berani untuk seorang anak yang baru berusia sembilan tahun..., pikir Leonis, terkesan.

“Leo, kau juga ikut dengnaku...” ucap Riselia, namun dia sontak terdiam, dan ekspresinya tiba-tiba menegang. “Tunggu. Aku tidak bisa menghubungi Sakuya. Apa itu karena gangguan Void? Atau mungkin karena penghalang kuil...”

Sebagai komandan di TKP, Riselia jelas menginginkan Sakuya yang merupakan seorang pembunuh andalan Void untuk bertarung di garis depan. Meskipun Sakuya bukan tipe orang yang akan duduk diam saat musuh berada di hadapannya, pengetahuannya tentang situasi terkini akan terbatas jika dia tidak bergabung dengan anggota lain peleton 18.

“—Aku akan pergi mencarinya,” ucap Leonis.

“Leo...”

“Aku akan menemukan Sakuya dan menangani Void di sisi lain jembatan.”

“Baiklah. Aku mengandalkanmu,” Riselia setuju. Kemudian, dia mengarahkan perhatiannya ke warga sipil yang ketakutan dan berbicara dengan suara yang keras serta bermartabat. “Aku Riselia Crystalia, Pengguna Pedang Suci dari Akademi Excalibur! Aku akan memandu kalian ke tempat perlindungan, jadi tolong tetap tenang dan ikuti aku!”

---

“...Aku harus cepat,” gumam Leonis sambil menerobos hutan yang mengelilingi kuil.

Aku yakin kelompok dari Anggrek Sakura itu pasti telah melakukan sesuatu...

Ada kemungkinan mereka mengincar Sakuya.

“—Kau sudah paham situasinya ‘kan, Shary?” tanya Leonis.

“Ya, Paduka,” jawab Shary melalui telepati.

“Ini adalah kerajaanku. Aki tidak akan mentolerir kehilangan satu pun dari subjekku.”

“Dimengerti, Paduka.”

Leonis kemudian memanggil Tiga Juara Rognas dari bayangannya.

“Amilas, Dorug, Nefisgal, berpencarlah dan fokus untuk menjaga tempat perlindungan bawah tanah.”

“—Sesuai keinginan anda!” Para prajurit masa lalu itu berlutut di depan Leonis dan berbicara serempak.

“Namun, pastikan agar kalian tidak terlalu menonjol. Kalau-kalau nanti situasinya menjadi genting..., ikuti perintah Riselia Crystalia.”

“Baik!”

“Sesuai keinginan anda!”

“Saya berjanji akan menebus kegagalan saya baru-baru ini!”

“Bagus. Kupercayakan pada kalian untuk menangani ini,” ucap Leonis.

Dan dengan demikian, para juara undead itu pergi dan mulai melompat dari atap ke atap.

“Blackas, apa kau ada di sana?”

“—Ya, Magnus-dono.”

Leonis melihat ke arah suara yang menjawabnya dan menemukan seekor serigala hitam berdiri di atas atap di dekatnya. Leonis kemudian bergegas menghampiri temannya itu dan naik ke punggungnya.

“Kita harus pergi ke kuil tempat Sakuya berada. Ayo cepat.”

“Dimengerti,” ucap Blackas, bersiap untuk berlari.

“Tunggu sebentar.” Leonis mengambil topeng dari bayangannya. “Hal-hal mungkin akan merepotkan jika orang-orang mengenaliku.”

Dia mengenakan topengnya, dan kegelapan menyelimuti yukatanya, mengubah sosoknya menjadi sosok Penguasa Kegelapan.

“—Apa sekarang sudah waktunya bagi Penguasa Kegelapan yang bergerak dari balik layar untuk naik ke panggung utama?” tanya Blackas kepadanya.

“Ya. Sekarang semua orang akan tahu seperti apa kekuatan dari Penguasa Kegelapan.”

---

“I-Ini..., tidak mungkin...” gumam Sakuya. Suaranya bergetar, dan wajahnya benar-benar pucat.

Ini tidak mungkin benar. Ini pasti semacam trik.

“Aku telah melihat Setsura mati... Dia terbunuh..., tepat di depan mataku...”

Sakuya merasakan kekuatannya hilang dari tubuhnya. Hanya insting bertarungnya saja yang membuatnya tidak menjatuhkan Yamichidori dari tangannya. Wajah musuh yang dia hadapai ini identik dengan wajah yang ia miliki, kecuali warna matanya, yang berwarna merah darah seperti bintang yang mengerikan itu. Saat rambut biru gadis itu tertiup angin, dia menyerang.

Bahkan ketika dia melawan adiknya sendiri, ekspresi Setsura tidak menunjukkan adanya emosi sedikit pun. Dia menerjang Sakuya, bahkan tanpa menyembunyikan aura haus darahnya.

“Apa kamu punya masalah dengan wajahku?” tanya Setsura.

“...?!”

Ketika Sakuya mendengar kata-kata itu, tekad mulai mendidih di hatinya.

Dia bukan Setsura.

Dia hanya monster yang memakai wajahnya.

“Ahhhhhhhhhhhh!”

Miasma Void mengalir keluar dari tubuh Sakuya. Rumput-rumput disekitarnya layu, dan pepohonan menjadi kering dan gundul saat tersentuh miasma itu. Sakuya tahu dia telah kehilangan kendali, namun dia tidak punya pilihan lain.

Dia mesti memotong monster ini.

...Rasanya seperti aku akan  gila!

Menanamkan satu kakinya dengan kuat di tanah, dia kemudian melompat ke depan.

Guntur Kilat!”

Yamichidori menerjang dengan dipenuhi kekuatan duka Sakuya di baliknya. Petir hitam pekat berderak dan melonjak.

Screeeeeeeeeeh!

Angin iblis meraung, dan makhluk yang memakai wajah saudarinya itu memblokir serangannya dengan mudah.

“Siapa kau?! Kakakku sudah—” Sakuya kembali mengambil langkah dan mengayunkan pedangnya lagi dengan sekuat tenaga. Namun sekali lagi, serangannya dibelokkan, menyebarkan plasma ke sekeliling tempat itu.

“Menakjubkan. Padahal kau sudah terkorosi sebanyak itu oleh Pedang Iblis, jadi bagaimana bisa kau masih belum ditaklukkan oleh ketiadaan...?”

“Diam! Berani-beraninya kau berbicara padaku dengan wajahnya—dengan suaranya! Teknik Pedang Mikagami—Badai Kelopak Sakura!”

Baja berkelebat berkali-kali dalam kegelapan. Setiap sapuan pedangnya Sakuya tujukan pada si peniru itu, namun dia tidak merasakan serangannya mengenai lawannya.

Dia hanya berhasil mengenai bayangan yang dibentuk oleh Pedang Iblis yang mengendalikan angin. Mendeteksi keberadaan seseorang di belakangnya, Sakuya berbalik untuk menyerang.

Yamichidori tidak memiliki sarung pedang, namun dengan melepaskan kekuatan magnet yang terkandung dalam senjatanya itu, Sakuya bisa menciptakan serangan tipe iai secepat kilat.

Pembunuh Petir!”

Ujung pedangnya nyaris menggores dahi gadis itu.

Mustahil... Bagaimana bisa dia menghindari Pembunuh Petir-ku?!

Pembunuh Petir merupakan serangan pamungkas yang kecepatannya tidak bisa diikuti oleh mata manusia. Namun, setelah melakukan serangan itu, Sakuya akan membuka celah yang besar.

“Teknik Pedang Mikagami—Tebasan Angin Iblis.”

Saat Sakuya berdiri tertegun dan penuh celah, gadis itu menerjang Sakuya. Sebuah katana yang diselimuti oleh angin jahat memotong gadis muda itu berkali-kali, mencabik-cabik tubunya.

---

“Tempat perlindungannya ada di sini! Cepat!” Riselia mengevakuasi warga sipil ke area yang aman. Dia kemudian melihat Tessera tampak khawatir, jadi dia menenangkan gadis itu, “Jangan khawatir! Kami akan memastikan tempat ini aman!”

“A-Aku mengerti! Hati-hati ya!” Tessera mengangguk dan tetap berada di belakang saat Riselia bergegas pergi.

“—************!”             

Void meraung saat lengan-lengan aneh muncul keluar dari seluruh tubuh mereka.

“Pedang Suci, Pedang Darah—Aktifkan!” seru Riselia.

Menanggapi panggilannya itu, partikel cahaya keluar dari tangannya, membentuk pedang yang indah. Dia kemudian mengarahkan ujung pedangnya yang berwarna merah tua itu ke lengannya, dengan lembut mengirisnya dan membiarkan darahnya menetes ke tanah. Genangan darah di sekelilingnya kemudian membentuk banyak bilah. Bersiul saat mereka bergerak, pedang cair itu merobek pakaiannya. Manset dan lengan yukatanya terbang dan berkibar-kibar ke tanah dalam potongan-potongan yang berantakan.

“Ini seharusnya akan membuatku lebih mudah untuk bergerak...,” ucap Riselia, matanya bersinar dengan mana saat dia melepaskan ikat rambutnya.

...Mereka datang!

Void raksasa berwujud seperti manusia mendekat. Penampilan monster itu menunjukkan bahwa ia mungkin subspesies dari kelas ogre. Riselia tidak tahu di peringkat apa monster itu, tetapi dari menilai seberapa cepat monster itu menghancurkan bangunan, tidak diragukan lagi monster itu memiliki kemampuan tempur yang luar biasa.

Enam bulan yang lalu, Riselia tidak akan mampu menghadapi monster ini. Namun sekarang, dia tidak merasa takut.

Ini semua berkat pelatihanku dengan Leo setiap hari!

Void berlengan enam melolong saat menyerang ke arahnya. Menggunakan ujung pedangnya, Riselia membentuk lingkaran sihir di kakinya.

“Datanglah, pemburu bayangan, pelayan ratu—” Dia merapalkan mantra kuno.

Itu adalah mantra necromancy tingkat dua—Grava Rajan, Pemanggil Serigala Bayangan.

Tiga binatang buas bayangan muncul dari array yang bersinar.

“Serang kaki monster itu!” Riselia mengayunkan pedangnya ke bawah, dan para serigala menerkam Void.

Tidak lama setelah mereka melakukan itu, sang Ratu Vampir langsung menerjang ke depan.

---

“Kuh... Aaah...”

Rasa sakit hampir merampas kesadaran Sakuya. Pakaian pendetanya berlumuran darah, dan dia tidak bisa mengangkat tangannya. Jari-jarinya yang kaku menolak untuk bergerak, dan mata kirinya telah dibutakan.

Rasa sakit yang membakar menyiksa tubuh dan pikirannya.

“...Aaagh... Guh, aaah...,” Sakuya tersedak.

“Jadi kau menggunakan Pedang Iblismu untuk memblokir serangan mematikan, ya. Mengesankan,” sebuah suara mengomentarinya.

Suara langkah kaki yang mendekatiknya terdengar semakin dan semakin keras.

...Aku...harus bangun...

Mengumpulkan setiap kecil tekadnya yang tersisa, Sakuya memerintahkan tubuhnya untuk bangun. Namun, tubuhnya menolak. Dia masih berlutut di atas genangan darah, memandangi dirinya sendiri melalui satu matanya yang masih berfungsi. Luka tebasan yang dalam terbentuk di kulitnya. Jika saja Sakuya tidak menggunakan Yamichidori untuk melindunginya, dia sudah pasti akan mati seketika. Meski demikian, luka yang ia terima masih sangat parah.

“Ba-Bagaimana bisa...?!” Sakuya bernafas ngos-ngosan, bibirnya bergetar dan meneteskan darah.

Tebasan Angin Iblis merupakan teknik yang diturunkan di keluarga kerajaan Mikagami. Lantas, bagaimana gadis ini bisa menggunakan teknik itu?

Jawaban untuk pertanyaan itu tentunya sudah jelas, namun Sakuya menolak untuk mengakui itu.

Itu tidak mungkin dia. Itu tidak mungkin Setsura...!

Kemudian gadis itu berlutut di depan Sakuya yang tak berdaya dan mengangkat tangannya. Dia membelai pipi Sakuya dengan jarinya, menyeka darahnya, dan memasukkan darah itu ke mulutnya.

“...Apa..., yang kau lakukan?!”

“—Mengambil darah pendeta kuil,” jawab gadis itu sambil berdiri dan mendekati altar batu. Dia kemudian mengambil pedang harta, mengiris pergelangan tangannya menggunakan pedang tersebut, dan memercikkan darahnya ke altar.

“—Oh jiwa dewa yang tersegel, patuhi pakta kuno dan bangkitlah.”

Secercah cahaya biru bersinar dari batu. Cahaya yang menyilaukan itu menghanyutkan malam menjadi seperti  tengah hari.

“Be-Berhenti... Hentikan... Kakak!” teriak Sakuya.

Dia tahu persis apa artinya ini, karena dia telah melihatnya terjadi sembilan tahun yang lalu. Dua pendeta kuil sedang membangunkan Dewa Kembar Anggrek Sakura.

Tak lama kemudian, cahaya itu padam, dan kegelapan kembali menyelimuti tempat itu. Gadis dengan wajah yang sama dengan kakaknya itu kemudian berbalik ke arah Sakuya.

“Sekarang, pahlawan ketiadaan pasti akan datang mencari dewa yang lain...”

Akankah Sakuya mati di tangan saudarinya? Meskipun, sekalipun Setsura tidak langsung membununya, Sakuya bisa merasakan kalau ajalnya semakin dekat. Tidak ada lagi kekuatan yang tersisa di tubuhnya, dan Pedang Iblis yang ia genggam larut menjadi kabut hitam dan menghilang.

Jari-jari dingin melingkari leher Sakuya. Wajah yang hampir identik dengan wajahnya sendiri menatap mata gadis yang lebih muda itu.

“...Setsu...ra...,” ucap Sakuya, suaranya serak.

“Aku tidak akan membunuhmu. Kau pengguna Pedang Iblis yang berharga. Akan jauh lebih baik jika kau menjadi pelayan tuanku.”

“Pela..,yan...?”

Entah apa yang gadis itu maksud dari perkataannya? Namun pada titik ini, tidak ada gunanya menanyakan itu. Keraguan itu berangsung-angsung memudar bersama dengan segalanya...

“—Gerz Zok!”

Hujan pedang hitam turun dari suatu tempat yang tak terlihat.

“...?!”

Setsura melepaskan adiknya dan melompat menjauh.

Meskipun suara yang barusan terdengar di tempat itu terasa asing di telinga Sakuya, dia masih mengenali suara itu.

...Jangan bilang...

Melalui matanya yang masih berfungsi, dia melihat pria itu, berdiri di sana dengan tangan disilangkan.

“—Beraninya kau, meletakkan tanganmu di atas kepunyaanku tanpa izinku.”

Itu adalah Penguasa Kegelapan Zol Vadis.

---

“Penguasa... Kegelapan...!” ucap bibir kering Sakuya saat kesadarannya hampir hilang.

Mengapa dia ada di sini...?!

Zol Vadis mendarat ke tanah dan berbicara dengan Setsura. “Apa kau dalang yang memanggil Void-Void itu ke sini?”

“...”

Hening. Setsura menghadapi Penguasa Kegelapan sambil menjaga jarak dengan penuh kewaspadaan darinya.

“Kau menolak menjawab pertanyaan dari Penguasa Kegelapan? Sungguh orang bodoh yang kurang ajar.”

Zol Vadis membentuk enam bola api di tangannya, memancarkan cahaya ke sekeliling tempat itu.

“Apa...?!” seru Zol Vadis saat dia melihat sekilas wajah musuh. “Sakuya...?! Tidak, kau...”

Melihat Penguasa Kegelapan lengah sesaat, Setsura menyerang dengan melakukan tebasan horizontal menggunakan Pedang Sucinya. Angin iblis menerjang ke arah Zol Vadis.

Namun, target sebenarnya bukanlah Zol Vadis. Tujuan sebenarnya Setsura adalah Sakuya, yang berbaring tepat di samping sang Penguasa Kegelapan.

“Tsk... Li Ralute!”

Dengan kepakan mantelnya, Penguasa Kegelapan itu menciptakan penghalang yang menghentikan angin kencang yang mematikan itu.

Whooooooooosh!

Angin mengamuk, menumbangkan pohon-pohon di dekatnya dan menerbangkan awan debu.

“Dia kabur, ya...,” gumam Penguasa Kegelapan.

Dia tidak bisa menemukan Setsura. Zol Vadis kemudian mengarahkan perhatiannya ke gadis muda di  samping kakinya. “Sakuya Sieglinde, siapa dia? Mengapa wajahnya mirip denganmu?”

“...Aku juga mau tahu soal itu,” Sakuya mati-matian menjawabnya. “Mungkin dia hantu...”

“Hantu adalah undead tingkat rendah. Dia tidak terlihat lemah di mataku.” Penguasa Kegelapan itu menggumamkan sesuatu yang Sakuya tidak mengerti.

“Mengapa kau menyelamatkanku? Padahal..., aku menolak kesepakatanmu sebelumnya...”

“Aku hanya sekadar datang untuk menghukum orang bodoh itu karena berani meletakkan tangannya di atas apa yang menjadi kepunyaanku.”

“Aku tidak ingat..., pernah setuju untuk menjadi kepunyaanmu...,” jawab Sakuya dengan lemah, menyunggingkan senyum masam.

“Ketika saatnya tiba, seluruh kerajaan ini akan menjadi milikku...,” ucap Penguasa Kegelapan, kemudian dia berlutut di atas genangan darah. “Kalau terus begini, kau akan mati.”

“...Ya..., aku tahu...”

“Sayangnya, aku tidak bisa menggunakan sihir penyembuh...” Zol Vadis menggelengkan kepalanya. “Namun, putri Anggrek Sakura, untuk menghormati keberanian yang telah kau tunjukkan di kastilku, aku akan memberimu satu kesempatan lagi untuk bernegosiasi denganku.”

“...A-Apa?” Mata Sakuya yang masih berfungsi melebar.

“—Terbukalah, kunci Alam Bayangan,” teriak Penguasa Kegelapan sambil mengangkat tangan kanannya.

Permata berkilau yang tak terhitung jumlahnya kemudian muncul di telapak tangannya.

Tidak..., itu bukan permata, Sakuya tersadar. Bola-bola kecil yang berkilauan dalam cahaya warna-warni itu adalah...

“Semua ini adalah mata mistik.”

“Mata...?”

“Koleksi mata mistik merupakan simbol dari kekuatan dahsyat Penguasa Kegelapan. Kami biasanya memberikan mata mistik ini sebagai hadiah kepada para bawahan yang menunjukkan prestasi mengesankan di medan perang.”

Sakuya merasa bahwa Zol Vadis menyeringai dari balik topengnya.

“Semua mata mistik ini berasal dari banyak sumber. Iblis, binatang suci, pahlawan setengah dewa, demi-god, dan bahkan naga. Mata mistik binatang buas. Mata mistik pembatu. Mata mistik penghancur. Mata mistik elang, suci, waktu. Mata mistik untuk memecahkan sihir, untuk menatap kebenaran, untuk membaca jiwa...”

Bola-bola kecil itu berkilauan di udara seperti replika langit berbintang.

“...Apa yang mau..., kau lakukan?” tanya Sakuya.

“Aku akan mengimplan salah satu dari mata mistik ini di mata kirimu yang hilang. Setelah mata mistik terhubung dengan sarafmu, itu akan memperbaiki kerusakan yang terjadi pada tubuhmu.”

“...Kau..., cukup murah hati.”

“Tidak, sama sekali tidak,” ucap Penguasa Kegelapan. “Mengambil mata mistik ini artinya kau akan membuang kemanusiaanmu. Bergantung pada mata apa yang kau pilih, kau akan menjadi setengah iblis, setengah naga, atau sesuatu yang lain.”

“...”

“Tentukanlah pilihanmu, putri Anggrek Sakura. Akankah engkau dengan hormat menerima kematianmu, atau menerima kekuatan yang kutawarkan dan melayani Penguasa Kegelapan Zol Vadis ini?”

“...Itu pertanyaan yang bodoh..., Penguasa Kegelapan.” Sakuya tersenyum. “Aku tidak perlu berpikir dua kali tentang ini.”

“...Oh?”

Wajah teman-temannya di peleton 18 muncul di benak Sakuya. Riselia, Regina, Elfiné, dan Leonis—rekan sesama Pengguna Pedang Suci yang telah bersumpah untuk melawan Void di sisinya. Dan kemudian..., kakak perempuannya.

...Aku tidak boleh mati di sini.

Menggunakan semua kekuatannya yang tersisa, Sakuya mengulurkan tangannya.

“Penguasa Kegelapan Zol Vadis. Aku terima tawaranmu.”

“...Baiklah,” angguk Penguasa Kegelapan. “Maka kekuatan apa yang kau inginkan sebagai balasannya?”

“Kecepatan,” jawab Sakuya tanpa ragu-ragu. “Aku ingin kecepatan yang wanita itu tidak akan pernah bisa mengikutinya—kecepatan untuk bergerak lebih cepat dari kilat.”

“...Aku mengerti. Aku akan mewariskan mata mistik ini kepadamu.” Penguasa Kegelapan mengambil salah satu mata yang melayang di udara dan menyerahkannya pada Sakuya. “Ini adalah mata mistik waktu yang aku curi dari Iblis Waktu...”

Sakuya memasukkan mata mistik itu ke matanya yang hancur, dan kemudian...

“...Aaah... Ugh, ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

Nyeri terbakar, menyengat, mendidih, dan berdenyut-denyut. Rasa sakit yang luar biasa menyerang Sakuya. Kemudian, muncul sebuah cahaya. Sesuatu yang asing mulai memasuki tubuhnya. Itu menyiksanya, seperti ada sesuatu yang menempel pada jiwanya dan mengaduk-ngaduknya.

“Maaf, Sakuya. Tapi cobalah untuk bertahan dari rasa sakit itu...”

Dari suatu tempat yang jauh, suara anak laki-laki yang Sakuya kenal memanggilnya, tapi...

“Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

Kesadaran Sakuya terputus saat itu juga.

---

“Sepertinya tubuhnya tidak menolak mata yang kuberikan,” ucap Leonis sambil dengan lembut meletakkan Sakuya yang tidak sadarkan diri di tanah.

Luka-luka yang Sakuya derita mulai sembuh. Dalam kasusnya Riselia, gadis itu mati seketika, jadi Leonis tidak punya pilihan selain menjadikannya undead. Untungnya, Sakuya terhindar dari cedera fatal. Meskipun, jika Leonis tidak menemukan Sakuya tepat waktu, tidak akan butuh waktu lama sampai ajal menemui gadis itu.

...Mengubahnya menjadi undead akan terlalu berisiko.

Sihir kematian Leonis bekerja sesuai dengan kecocokan jiwa target. Riselia yang menjadi Ratu Vampir tidaklah lebih dari sebuah keajaiban.

“Meski begitu, siapa gadis yang mirip dengan Sakuya itu...?”

Leonis memindai area di sekitar situ dan kemudian menemukan sesuatu di tanah. Sebuah topeng putih yang terbelah dua.

Loh, ini ‘kan...? pikir Leonis saat mengambil potongan topeng itu.

“Ada apa, Magnus-dono?” tanya Blackas, muncul dari bayangan yang ditimbulkan oleh api unggun.

Sampai saat ini dia tetap bersembunyi untuk menyembunyikan hubungannya dengan Penguasa Kegelapan dari Sakuya.

“Topeng ini, ini topeng yang dipakai oleh orang yang membunuh Zemein di Necrozoa.”

“... Hm. Apa kau yakin soal itu?”

“Ya. Kupikir juga si pembunuh itu mengenakan pakaian putih, meskipun aku tidak begitu mengingatnya. Aku harus mengkonfirmasikannya dengan Shary nanti. “ Leonis menyimpan topeng itu di bayangannya. “Orang yang membungkam Zemein, ya...?”

Di antara ini dan Void yang muncul di Kota Tua, semakin terlihat kalau mantan letnan Pasukan Penguasa Kegelapan adalah dalang di balik insiden dengan tentara bayaran Anggrek Sakura.

“...Mereka sudah seperti lalat-lalat yang mengganggu,” Leonis meludah getir.

Menanggapi itu, Blackas mengangguk. “Kau benar.”

Tapi kemudian, tanah yang mereka pijaki tiba-tiba bergemuruh.

“...Kota apung sebesar ini, bergetar?” Leonis berbalik dan melihat bahwa cahaya yang menyilaukan muncul di atas Assault Garden Ketujuh. “Mungkinkah..., dewanya Anggrek Sakura terbangun?”

Dewa penjaga Anggrek Sakura menyatu dengan Tungku Mana Assault Garden Ketujuh, dan cahaya yang muncul itu berpusat di Central Garden.

Leonis melihat ke altar batu, yang kini berlumuran dengan darah. Tampaknya gadis yang wajahnya mirip dengan Sakuya itu telah melakukan ritual untuk melepaskan dewa.

“Bahkan jika Sakuya sadarkan diri, kupikir dia tidak akan bisa menyegel kembali dewa itu begitu saja.”

Menurut Sakuya, Satuan Kenki dari Anggrek Sakura sedang merencanakan sesuatu yang akan membawa kehancuran ke kota ini. Leonis tidak tahu apa langkah mereka selanjutnya, tapi...

“Mau itu dewa atau apa pun itu, aku tidak akan membiarkan siapa pun mengamuk di kerajaanku...” Leonis menghela napas dan menarik keluar Tongkat Penyegel Dosa dari bayangannya.



Post a Comment

Previous Post Next Post